Muslim India Khawatir Kebijakan Larangan Jilbab Diikuti Negara lain
Pengadilan Tinggi Karnataka India menolak petisi yang diajukan Muslim India.
REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Pengadilan Tinggi Karnataka India menolak petisi yang diajukan oleh para perempuan Muslim di Udupi yang mencari hak untuk mengenakan jilbab di ruang kelas. Pengadilan mengumumkan penolakan ini setelah berbulan-bulan kontroversi mengenai larangan jilbab di India.
Pengadilan Tinggi menyatakan, penggunaan jilbab bukanlah praktik penting dalam Islam dan kebebasan beragama berdasarkan Pasal 25 konstitusi tunduk pada pembatasan yang wajar. Para pelajar tidak dapat menolak seragam yang telah ditentukan oleh lembaga pendidikan karena termasuk dalam kategori pembatasan yang wajar.
Putusan tersebut telah dikritik secara luas oleh umat Islam, terutama perempuan Muslim di platform media sosial, yang merasa bahwa putusan tersebut akan semakin mengasingkan umat Islam di India.
Aliya Assadi, remaja 17 tahun yang kuliah di Perguruan Tinggi Pra-Universitas (PU) di Udipi dan salah satu pemohon terhadap kebijakan kontroversial larangan jilbab, merasa berkecil hati dengan putusan pengadilan.
"Putusan itu mengejutkan bagi kami karena kami memiliki harapan dan kepercayaan yang tinggi pada peradilan. Itu telah menghacurkan kami di dalam," tuturnya seperti dilansir TRT World, Kamis (17/3/2022).
Assadi mengatakan, jika jilbab bukan bagian penting dari agama Islam, para pelajar perempuan Muslim tidak akan berjuang untuk itu dan mengganggu studi mereka. "Sebagai seorang perempuan, saya tahu bagaimana hal itu akan mempengaruhi sebagian besar pendidikan (kita) karena banyak dari kita tidak punya pilihan selain berhenti belajar," ucapnya.
Menurut Assadi, tentu itu adalah pilihan pribadinya untuk mengikuti agamanya. Dia melanjutkan, mereka akan berjuang untuk itu sampai mereka mendapatkan keadilan. Kontroversi jilbab Karnataka dimulai pada Januari lalu ketika sebuah sekolah yang dikelola pemerintah di distrik Udupi melarang pelajar perempuan yang mengenakan jilbab memasuki ruang kelas, sehingga memicu protes oleh Muslim dan protes balik oleh siswa Hindu sayap kanan.
Para perempuan Muslim itu kemudian memprotes dan mengajukan petisi di Pengadilan Tinggi Karnataka untuk menentang keputusan perguruan tinggi mereka. Assadi dan teman-temannya tidak menghadiri kelas sejak Desember padahal sebagian besar perguruan tinggi tengah mengadakan ujian.
Presiden Front Kampus India, MS Sajid, menyampaikan dalam akun Twitternya, Pengadilan Karnataka menyangkal hak konstitusional warga negara. "Kami tidak pernah menerima putusan yang bertentangan dengan konstitusi dan akan melanjutkan perjuangan melawan upaya untuk menekan hak-hak individu," ucapnya.
Setelah putusan pengadilan diumumkan, aksi protes pun tak dapat dielakkan di antaranya di Chennai dan Bengaluru. Hiba Sheik, seorang pelajar yang belajar di sebuah perguruan tinggi di Mangalore, mengatakan, hak-hak mereka dilanggar melalui putusan tersebut. Dia mengaku tidak akan menghadiri kelas tanpa jilbab. "Kami akan melanjutkan perjuangan kami secara legal dan demokratis," kata Sheik.
Sheik muncul sebagai salah satu wajah wanita Muslim untuk memperjuangkan jilbab baru-baru ini setelah dia menghadapi kelompok pemuda Hindu sayap kanan yang melecehkan dirinya dengan melarang Sheik menghadiri ujian dengan jilbabnya. Pemuda tersebut adalah bagian dari Akhila Bharatiya Vidyarthi Parishad (APVP), sebuah organisasi yang berafiliasi dengan pemerintah Partai Bharatiya Janata (BJP) yang berkuasa.
Sheik sejak itu dilecehkan oleh sayap kanan yang juga mengajukan First Hand Information Report (FIR) terhadapnya. Dia bahkan telah menerima ancaman pembunuhan melalui pesan. "Saya sebelumnya telah mengajukan pengaduan terhadap siswa laki-laki itu, tetapi kemudian seorang siswa perempuan Hindu menuduh saya mengancamnya. Dia bahkan tidak hadir di tempat," katanya.
Sheik mengatakan sejak itu dia telah menghadapi segala macam intimidasi. "Ini mempengaruhi pendidikan saya. Saya besok ada ujian dan saya tidak yakin apakah saya akan diberi izin untuk menghadiri kelas," katanya.
Putusan itu telah mengecewakan banyak wanita Muslim di India yang berpikir larangan jilbab mungkin akan diikuti oleh negara bagian lain juga. Banyak organisasi Muslim telah menyerukan pemogokan pada 17 Maret atas keputusan Pengadilan Tinggi.
"Akan ada pengucilan massal perempuan Muslim dari pendidikan atau bahkan ruang publik," kata Afreen Fatima, seorang mahasiswi dan aktivis Muslim. Diketahui, Muslim menyumbang sekitar 13 persen dari 1,35 miliar penduduk India yang mayoritas Hindu.
Fatima mengatakan, putusan itu akan dikutip di mana-mana bahwa jilbab bukan kewajiban bagi wanita Muslim. Padahal menurutnya itu pandangan keliru tentang agama Islam. Dia tidak dapat menerima pengadilan menafsirkan agama bagi umat Islam. "Ini juga sesuai dengan tuntutan BJP dan jenis agenda yang mereka miliki," tuturnya.