Ukraina: Rusia Gunakan Granat Kejut dan Senjata Api untuk Bubarkan Demo

Rusia gunakan granat kejut dan senjata api untuk bubarkan pengunjuk rasa pro-Ukraina

AP/Maxar Technologies
Citra satelit yang disediakan oleh Maxar Technologies ini menunjukkan helikopter Rusia yang hancur di landasan di sebuah lapangan terbang di Kherson, Ukraina pada Rabu, 16 Maret 2022.
Rep: Lintar Satria Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, KYIV -- Angkatan Bersenjata Ukraina mengatakan pasukan Rusia menggunakan granat kejut dan senjata api untuk bubarkan pengunjuk rasa pro-Ukraina di kota pendudukan Kherson. Rusia belum memberikan komentar mengenai peristiwa tersebut.

Moskow selalu membantah mengincar warga sipil dalam invasi ke Ukraina. Rekaman video menunjukkan beberapa ratus pengunjuk rasa berkumpul di Alun-alun Kebebasan Khareson.

Dalam rekaman itu demonstran terlihat berlari untuk menghindari proyektil yang dilemparkan ke arah mereka. Terdengar suara ledakan keras dan muncul asap putih di udara. Suara tembakan juga dapat terdengar.

"Pasukan keamanan Rusia berlari, mulai melemparkan granat kejut ke kerumunan dan menembak," kata layanan pers angkatan bersenjata Ukraina dalam pernyataannya, Senin (21/3/2022).

Disebutkan setidaknya satu orang terluka tapi tidak diketahui seberapa parah luka tersebut. Penembakan ke arah demonstran belum dapat diverifikasi secara independen.

Video menunjukkan sejumlah pengunjuk rasa kembali ke alun-alun. Terlihat seorang pria memakai topi hitam berjalan mundur di depan pasukan Rusia.

Pria ia kemudian berdiri sendirian sambil memegang bendara Ukraina kecil di atas kepalanya.  Kota Kherson yang merupakan ibukota regional dihuni 250 ribu orang.

Kota itu pusat perkotaan besar pertama yang jatuh ke tangan Rusia. Sejak itu warga kota rutin menggelar unjuk rasa di pusat kota Kherson, menentang pendudukan dan menunjukan dukungan pada pemerintah pusat di Kyiv dengan mengibarkan bendera Ukraina.

Pada awal bulan ini pihak berwenang Ukraina mengatakan anggota Garda Nasional Rusia menahan lebih dari 400 orang di Kherson karena berunjuk rasa menolak pendudukan. Ukraina menuduh Rusia menciptakan negara polisi di kota itu.

Presiden Vladimir Putin menyebut invasi Rusia ke Ukraina sebagai "operasi militer khusus" untuk membebaskan negara itu dari "Nazi". Barat menegaskan tuduhan tersebut tidak benar yang digunakan sebagai alasan untuk melancarkan serangan ke negara tetangga yang lebih kecil.


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler