KPK: Penetapan Tersangka Helikopter AW 101 Sesuai Prosedur

KPK telah menyerahkan 84 bukti dan dua ahli selama persidangan praperadilan.

Rotornation
Helikopter AW-101 buatan Italia.
Rep: Rizkyan Adiyudha Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa penetapan tersangka dugaan korupsi helikopter AW 101 telah dilakukan sesuai prosedur. Hal tersebut disampaikan menyusul gugatan praperadilan yang dilayangkan berkenaan dengan pengusutan dugaan perkara korupsi dimaksud.

"Kami yakin seluruh proses penyidikan perkara ini telah berlandaskan dan sesuai dengan aturan hukum," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri di Jakarta, Selasa (22/3/2022).

Lembaga antirasuah itu mengaku optimistis dan percaya hakim bakal menolak permohonan praperadilan tersebut. Ali mengaku hal ini mengingat kalau penetapan tersangka dalam perkara ini telah dilakukan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Gugatan praperadilan dilayangkan oleh Jhon Irfan Kenway. Dia menggugat proses hukum terkait dugaan korupsi pembelian helikopter AW-101 yang dilakukan KPK. Dia meminta hakim menyatakan status tersangkanya tidak sah karena status itu sudah melampaui waktu dua tahun dan tersangka penyelenggara negara sudah dihentikan penyidikannya.

Selain itu, Jhon juga meminta hakim membatalkan pemblokiran aset yang sudah dilakukan, termasuk milik ibu kandungnya. Dia juga meminta hakim mencabut pemblokiran uang negara Rp 139,43 miliar yang berada di rekening PT Diratama Jaya Mandiri untuk dan tetap dikuasai oleh pemegang kas TNI Angkatan Udara.

Ali mengatakan, KPK telah mengajukan dan menyerahkan 84 bukti serta menghadirkan dua ahli yaitu Muhammad Arif Setiawan dari UII dan Abdul Fickar Hajar dari Universitas Trisakti selama proses persidangan. Dia mengatakan, hal itu dilakukan untuk membantah seluruh dalil yang menjadi alasan pengajuan permohonan praperadilan dimaksud.

Kasus dugaan korupsi pembelian helikopter AW-101 dibongkar lewat kerja sama antara Puspom TNI di era Panglima Jendral Gatot Nurmantyo dengan KPK. PT Diratama Jaya Mandiri selaku perantara diduga telah melakukan kontrak langsung dengan produsen helikopter AW-101 senilai Rp 514 miliar.

Pada Februari 2016 setelah meneken kontrak dengan TNI AU, PT Diratama Jaya menaikkan nilai jualnya menjadi Rp 738 miliar. Sehingga diyakini ada potensi kerugian negara sebesar Rp 220 miliar dalam pengadaan helikopter AW-101 tersebut.

Puspom TNI kemudian menetapkan lima tersangka dari unsur militer dalam perkara tersebut. Mereka adalah Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara Marsekal Pertama FA yang merupakan mantan pejabat pembuat komitmen atau Kepala Staf Pengadaan TNI AU 2016-2017.

Tersangka lainnya adalah Letnan Kolonel TNI AU (Adm) WW selaku mantan Pekas Mabesau, Pelda SS selaku Bauryar Pekas Diskuau, Kolonel (Purn) FTS selaku mantan Sesdisadaau, dan Marsekal Muda (Purn) SB selaku Staf Khusus KSAU atau eks Asrena KSAU.

Sedangkan KPK menetapkan satu orang tersangka dari unsur swasta yakni Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia. Kendati, lembaga antirasuah tersebut hingga kini tidak melakukan penahanan terhadap tersangka dimaksud.

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler