Kronologi Irjen Napoleon 'Berikan Pelajaran' kepada Tersangka Penistaan Agama M Kece
Para tahanan emosi mendengar Kece menjelek-jelekan fisik Nabi Muhammad SAW.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Inspektur Jenderal (Irjen) Napoleon Bonaparte kembali menghadapi persidangan pidana pada Kamis (24/3/2022). Kali ini, mantan kepala NCB Interpol Polri itu dihadapkan ke meja hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), terkait kasus penganiyaan dan kekerasan terhadap pelaku penistaan agama, Muhamad Kosman alias M Kec.
Jenderal bintang dua sebelumnya berstatus terpidana kasus korupsi itu dituduh menganiaya Kece saat keduanya sama-sama mendekam di sel tahanan Bareskrim Mabes Polri. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Jaksel mendakwa Napoleon dengan Pasal 170 ayat (2) dan Pasal 170 ayat (1). Kemudian dakwaan primer kedua dengan Pasal 351 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
“Telah dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka,” kata JPU Faizal Putrawijaya saat membacakan dakwaan terhadap Napoleon di PN Jaksel, Kamis (24/3).
Faizal menjelaskan duduk perkara perkara dan kronologis peristiwa penganiyaan tersebut. Peristiwa itu berawal pada Rabu (25/8/2021), setelah kepolisian menangkap Kece atas kasus penistaan agama Islam, langsung digelandang ke Rutan Bareskrim Polri di Jakarta, sekira pukul 21.50 WIB.
Saat tiba di gerbang pertama rutan, Napoleon sudah menunggui petugas, yakni Bripda Asep Sigit yang membawa Kece ke dalam sel. “Di mana di gerbang tersebut, sudah berdiri terdakwa (Napoleon), tahanan di kamar nomor 26,” ujar jaksa.
Napoleon, saat itu memerintahkan Bripda Asep mengambil tongkat bantuan berjalan yang dibawa Kece. Karena dikatakan, tongkat tersebut dapat menjadi senjata Kece saat di dalam tahanan. Bripda Asep pun menuruti perintah Napoleon tersebut.
Selanjutnya, Bripda Asep memanggil saksi Harmeniko alias Choky, tahanan lain yang dikenal sebagai Pak RT. Asep menanyakan Choky di mana sel tahanan untuk Kece. Choky mengatakan Kece bisa dimasukkan ke dalam sel nomor 11.
Saat Bripda Asep membawa Kece ke sel 11 bersama Choky, Napoleon mengikuti dari belakang. Setelah Kece dijebloskan ke sel tahanan 11, Asep menggemboknya dengan kunci bertanda 14. Napoleon dikatakan berada di aula tengah. “Saat itu, tedakwa menyampaikan kepada Choky untuk mengganti gembok kamar nomor 11 dengan kunci gembok yang sudah disiapkan oleh terdakwa,” kata jaksa.
Choky pun kembali menghadap Asep dan mengutarakan permintaan Napoleon itu. Saat diklarifikasi, Napoleon mengatakan ingin bertemu Kece berdua di dalam sel nomor 11.
Asep pun tak berani membantah Napoleon. “Saksi Bripda Asep Sigit tidak berani menolak dan merasa takut karena terdakwa (Napoleon) merupakan perwira tinggi Polri yang masih aktif, dan merupakan salah satu pimpinan saksi Bripda Asep Sigit,” kata Fauzi.
Setelah gembok diganti...
Setelah gembok diganti, Napoleon memerintahkan Choky membangunkan Kece pada pukul 24.00 WIB. Sekitar pukul 22.25 WIB, sejumlah tahanan yang berkumpul di aula mendatangi sel Kece. Dikatakan para tahanan itu ingin melihat langsung Kece di dalam selnya. Beberapa tahanan melakukan kekerasan terhadap Kece dengan melempari dengan botol.
Sekitar pukul 00.30 WIB, Choky menyambangi sel tahanan tempat Napoleon tidur. Ia bersama tahanan lainnya, Herly Gusjati Riyanto membangunkan Napoleon dan menuju kamar Kece.
Ada tahanan lainnya juga yang turut serta, yakni Maulana Albert Wijaya dan Dedy Wahyudi. Napoleon kemudian memerintahkan Choky membuka gembok. “Lalu terdakwa, bersama saksi Herly Gusjati, saksi Albert Wijaya, saksi Dedy Wahyudi masuk ke dalam sel tahanan nomor 11. Sedangkan saksi Choky, mengambil satu helai gorden berwarna biru dongker bermotif kembang yang ada di dalam lemari plastik di sel tahanan nomor 11,” kata jaksa. Gorden tersebut, digunakan menutup jendela sel tahanan.
Saat itu, dikatakan Kece, berada di sel tahanan dengan posisi duduk di balik tiang beton. Kata jaksa, Choky yang semula membuka omongan dengan Kece. Sedangkan Napoleon, duduk bersila di tempat tidur beton dan berhadap-hadapan langsung dengan Kece sejarak sekitar setengah meter. Setelah itu, terjadi percakapan antara Napoleon dan Kece.
Keduanya dikatakan jaksa membicarakan soal konten Youtube Kece yang dinilai telah menghina Nabi Muhammad SAW. Kece menjelaskan kepada Napoleon tentang maksud dari konten Youtube tersebut.
“M Kece menyampaikan kepada terdakwa (Napoleon) bahwa dirinya mau menyadarkan seluruh umat Islam di Indonesia, bahwa selama ini mereka dibohongi oleh orang Arab yang bernama Muhammad Bi Abdullah dengan membawa ayat-ayat Alquran dan kutipan hadis Rasululloh,” ujar Kece kepada Napoleon seperti diungkapkan jaksa dalam dakawaannya.
Napoleon meminta Dedy Wahyudi memanggil Maman Suryadi, tahanan lain di rutan tersebut, terpidana kasus Front Pembela Islam (FPI). Maman saat itu, berada dalam sel nomor 24.
Maman, pun datang bersama tahanan lain, yakni Djafar Hamzah, Imam Roja’il, dan Kharisma Rouf. Namun hanya Maman yang masuk menemui Napoleon. Napoleon mengklarifikasi penjelasan tentang Muhammad, Orang Arab, Alquran, dan Hadis yang disampaikan Kece sebelumnya. Kece kemudian menyampaikan kepada Maman tentang dalil-dalil agama lain tentang Islam.
Sempat terjadi perdebatan antara Maman dan Kece. “Bahwa korban (Kece) mengatakan, ‘tinggalkan ajaran Muhammad Bin Abdullah’,” begitu kata Kece kepada Maman.
Perkataan tersebut pun dilanjutkan Kece kepada Maman dengan mencirikan fisik Rasulullah Muhammad SAW. “Muhammad itu bermata belo, bermuka buruk, jelek, dan itu ada hadisnya,” begitu kata Kece seperti ditirukan jaksa dalam dakwaan.
Mendengar ucapakan Kece tersebut, Maman memegang dagu Kece dan mengingatkan untuk bicara hati-hati. “Tolong, kalau bicara jangan bawa-bawa hadis atau Alquran,” kata Maman.
Napoleon memanggil Hamzah...
Napoleon memanggil Djafar Hamzah yang berdiri di luar sel tahanan. Napoleon meminta Djafar mengambil bungkusan kantong plastik berwarna putih yang berada di sel tahanan nomor 26. Napoleon membuka kantong putih itu dan mengeluarkan isinya berupa tinja.
Napoleon melumurkan tinja manusia tersebut ke wajah Kece dengan cara tangan kiri menjambak rambut korban dan tangan kanannya melumuri wajah korban dengan tinja. “Tutup mata kamu, dan mulut kamu,” kata Napoleon kepada Kece.
Napoleon kembali mengambil isi dalam kantong plastik putih tersebut, dan menggenggamnya untuk dipukulkan ke wajah Kece berkali-kali. Saat aksi tersebut terjadi, Kece teriak-teriak minta tolong. Namun, tak ada tahanan maupun petugas jaga kepolisian yang menggubris maupun membantu Kece.
Para tahanan lain berbondong-bondong menuju sel tahanan nomor 11 untuk melihat apa yang terjadi. Tahanan lain, Himawan Prasetyo ikut menganiaya Kece dengan memukul kepala dan punggungnya dengan sendal jepit.
Saksi Djafar Hamzah yang masih berada di sel tahanan 11 juga ikut membantu Himawan Prasetyo dengan memukul dada dan menginjak-injak kaki bagian paha Kece berkali-kali. Sementara Napoleon sudah berada di kamar mandi untuk mencuci tangannya.
Himawan Prasetyo sambil memukuli Kece disertai dengan makian-makian. Kece pun membalas makian-makian tersebut. “Yang anjing kamu,” kata Kece.
Perlawanan Kece tersebut, kata jaksa, memancing Dedy Wahyudi yang sebelumnya berdiri saja, turut melakukan kekerasan dengan memukuli Kece berkali-kali. Dedy pun mengambil bungkus plastik putih yang sebelumnya digunakan oleh Napoleon dan menamparkannya ke wajah Kece. Emosi Dedy tak berhenti, ia menjejalkan tinja ke mulut Kece.
Atas penganiayaan Napoleon dan tahanan lainnya itu, Kece mengalami luka memar. Dari hasil visum disebutkan luka-luka tersebut berada di dahi sisi kiri, dan kanan, dan pelipis mata kanan, kepala bagian belakang sisi kiri, dan bagian telinga, selaput bola mata, batang hidung, juga pada bagian pinggang dan paha.
Pengakuan Napoleon...
Jaksa mendakwa Napoleon dan juga tahanan lainnya dengan tindak pidana penganiyaan dan kekerasan, serta pengrusakan fasilitas rumah tahanan yang ancamannya pidana 7 tahun penjara. Napoleon pun mengomentari kronoligis peristiwa versi jaksa tersebut dengan mengatakannya berlebih-lebihan.
Meski begitu, Napoleon mengakui beberapa kejadian versi jaksa, namun mempertanyakan pasal-pasal yang digunakan jaksa untuk mendakwanya itu. Menurut dia, dakwan Pasal 170 ayat (2) rancu karena aksinya terhadap Kece tak mengakibatkan luka-luka berat dan tidak ditujukan untuk membunuh ataupun meracuni.
“Apa dasar Jaksa Penuntut Umum mendakwa saya dengan Pasal 170 dan Pasal 351 KUHP. Karena kita tahu pasal tersebut tentang pengaiyaan yang mengakibatkan luka berat,” kata Napoelon.
Napoleon mengatakan, tindakannya terhadap Kece adalah reaksi terukur sebagai warga negara yang beragama. Bahwa tindakan terukur tersebut dimaksudkan untuk memberikan ‘pelajaran’.
“Itu yang disebut sebagai tindakan terukur, karena saya tidak berniat untuk membuatnya luka-luka berat, apalagi membunuh,” kata Napoleon. Hal itu ditunjukkan dalam hasil visum terhadap Kece.
“Hasil visum et repertum tidak satupun mengatakan dampak (penganiyaan) itu luka-luka berat,” kata Napoleon.
Ia pun menyarankan agar JPU mengubah dakwaan tersebut dengan penjeratan Pasal 352 tentang penganiyaan ringan. “Dakwaan pasal 170 dan Pasal 351 itu berlebihan,” kata Napoleon.