Mengenal Museum Peradaban Islam Sharjah

Museum Peradaban Islam Sharjah memiliki galeri yang memperlihatkan ajaran Islam.

AP/Jon Gambrell
Seorang wanita merekam kembang api yang meledak di atas Balai Kota Universitas saat duduk bermandikan cahaya sebagai bagian dari Festival Cahaya Sharjah tahunan di Sharjah, Uni Emirat Arab, Rabu, 9 Februari 2022.
Rep: Ratna Ajeng Tejomukti Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID,  ABU DHABI --Menjelang Ramadhan , rasa ingin tahu di kalangan non Muslim tentang Islam cenderung tumbuh. Salah satunya dengan mengunjungi Museum Peradaban Islam Sharjah.

Baca Juga


Di Emirates, pengunjung Museum Peradaban Islam Sharjah dapat memasuki galeri yang memperlihatkan ajaran Islam. Galeri Keyakinan Islam Abu Bakar, yang dibuka pada tahun 2008, memberikan gambaran tentang sejarah agama dengan pertumbuhan tercepat di dunia melalui catatan, manuskrip, dan model landmark.

Pengunjung akan disuguhi dengan penjelasan tentang rukun Islam yang lima dan dipajang di dinding. Rukun pertama adalah Syahadat, kesaksian iman bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan-Nya.

Kedua adalah shalat, shalat lima waktu yang dilakukan sebagai ibadah kepada Allah SWT. Zakat adalah yang ketiga, yang dibayarkan sebagai kewajiban agama setiap tahun. 

Keempat adalah shaum, puasa selama bulan Ramadhan (bulan kesembilan dalam kalender lunar Islam). Pilar terakhir adalah haji, ziarah ke Makkah bagi umat Islam yang mampu melakukannya sekali seumur hidup.

Ada bagian galeri yang menceritakan langkah-langkah dan ritual haji termasuk persiapan dan Tawaf berjalan di sekitar Kakbah berlawanan arah jarum jam yang merupakan titik fokus untuk ziarah Muslim. Ini juga menjelaskan tentang penciuman batu hitam, replika yang dipamerkan. Potongan Kiswah, kain sutra hitam yang menutupi kakbah juga dipajang dengan video dan dokumen yang menjelaskan produksi dan sejarahnya.

 

 

Potongan-potongan itu disebut qandil, yang berarti lampu dalam bahasa Arab, karena bentuknya yang seperti lampu.

“Semua koleksi galeri adalah tentang iman dan sejarah Islam untuk membantu pengunjung melihat lebih dekat apa sebenarnya Islam di satu tempat,” kata Intisar Al Obaidli, kurator Museum Peradaban Islam Sharjah.

Jumlah pengunjung non muslim ke galeri sangat besar dengan lebih dari 90 persen di antaranya dari luar negeri. Dia mengatakan museum dan galeri bertujuan untuk memberikan jawaban tentang Islam sambil menyoroti pengaruhnya terhadap peradaban lain.

"Beberapa pameran yang kami selenggarakan memiliki tujuan yang sama seperti 'Drop by Drop Life Falls from the Sky: Water, Islam and Art', dan 'Wonder and Inspiration Venice and the Arts of Islam exhibition yang baru dibuka,"kata Al Obaidli.

Koleksi besar lukisan oleh petugas kolonial Inggris Harry St John Philby menunjukkan Kakbah, masjid suci di Makkah dan daerah lain di Arab Saudi antara tahun 1920 dan 1960.

Philby, yang belajar bahasa mandarin di Universitas Cambridge dan menjadi penasihat utama Raja Abd Al Aziz Ibn Saud, tinggal di Arab Saudi dari akhir 1920-an dan masuk Islam.

Ada koleksi gambar yang menunjukkan batu di mana umat Islam percaya Nabi Ibrahim berdiri saat membangun Kakbah dengan putranya Ismail. Mengunjungi museum, Tatyana Rudenskykh, (28 tahun) dari Ukraina, mengatakan dia telah menemukan sejumlah kesamaan antara Kristen dan Islam.

 

 

"Seperti bagaimana mereka menganggap Abraham dan Musa sebagai nabi sejati Tuhan, juga kedua agama itu berasal dari Timur Tengah dan memiliki konsep yang sama tentang ziarah dan puasa,"ujar Rudenskykh.

Bagian lain dari galeri berbicara tentang evolusi seni penjilidan buku dalam sejarah Islam dan menampilkan lusinan manuskrip Al qur'an yang beberapa di antaranya berasal dari abad ketujuh. Ini termasuk salinan manuskrip Al qur'an yang dikaitkan dengan Khalifah Utsman Ibn Affan (644-656 M). Sedangkan mushaf asli disimpan di Istana Topkapi di Istanbul.

Galeri juga mencerminkan masjid sebagai pusat sosial dan pendidikan melalui bagian yang menunjukkan sejarah mereka, peran mereka dan gaya khas mereka yang terinspirasi oleh pertukaran budaya antara peradaban muslim dan lainnya seperti Romawi, Byzantium dan Persia. 

 

"Penting dalam sejarah saat ini untuk belajar tentang agama dan budaya orang lain untuk memahami bahwa kita benar-benar mirip. Ini akan menyisakan sedikit ruang untuk kebencian,"ujar Rudenskykh.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler