Tata Cara Mandi Junub Sebelum Ramadhan
Sebelum memasuki bulan Ramadhan, ada baiknya umat Islam melakukan mandi junub.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ramadhan tinggal menghitung jam. Sebagian umat Islam malam ini ada yang menjalankan ibadah sholat tarawih. Sebelum memasuki bulan Ramadhan, ada baiknya umat Islam melakukan mandi wajib atau mandi junub agar terbebas dari hadas besar.
Terdapat sejumlah kondisi yang menuntut seorang Muslim harus melakukan mandi besar atau mandi junub.
Dalam buku Sudah Mandi Wajib Haruskah Wudhu Lagi tulisan Ustadz M Saiyid Mahadhir menyebutkan Ibnu Faris dalam kamus Maqayis Al-Lughah menjelaskan bahwa janabah itu sendiri berarti jauh, lawan dari kata dekat.
Disebut jauh karena seseorang yang sedang berstatus janabah dia sedang dalam posisi jauh (tidak bisa melakukan) sebagian ritual ibadah, semisal sholat , membaca Alquran serta berdiam diri di masjid.
Istilah janabah ini digunakan untuk menunjukkan kondisi seseorang yang sedang berhadats besar karena telah melakukan hubungan suami istri, ataupun sebab-sebab lainnya, janabah dan hadas besar itu adalah dua kata yang mempunyai maksud yang sama.
Jika ada seseorang yang berkata sedang dalam kondisi janabah, itu berarti dia sedang dalam keadaan berhadats besar. Ada tujuh penyebab seseorang memiliki janabat dan diwajibkan untuk mandi besar, yakni sebagai berikut.
Tujuh penyebab seseorang wajib mandi junub
1. Keluarnya air mani
Mani itu adalah benda cair yang keluar dari kemaluan dengan aroma yang khas, agak amis, sedikit kental dan mudah mengering seperti telur bila telah mengering. Dan biasanya keluarnya disertai dengan rasa nikmat dengan cara memancar.
Bagaimanapun cara keluarnya, disengaja (masturbasi) atau mimpi, atau dengan cara hubungan suami istri, semua wajib mandi. Ternyata hal ini tak hanya berlaku untuk laki-laki saja.
Perempuan juga dapat keluar mani, dan bagi perempuan juga memiliki kewajiban yang sama jika mani keluar dari mereka. Dari Ummi Salamah RA bahwa Ummu Sulaim istri Abu Thalhah bertanya RA, "Ya Rasulullah sungguh Allah tidak malu bila terkait dengan kebenaran, apakah wanita wajib mandi bila bermimpi? Rasulullah SAW menjawab: "Ya, bila dia mendapati air mani." (HR Bukhari dan Muslim).
2. Berhubungan suami istri
Apabila berhubungan suami istri disertai keluarnya mani atau tidak, meski hanya sebatas bertemunya dua kemaluan, maka kondisi itu sudah membuat seseorang wajib mandi. Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا جَاوَزَ الْخِتَانُ الْخِتَانَ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ
“Bila dua kemaluan bertemu atau bila kemaluan menyentuh kemaluan lainnya maka hal itu mewajibkan mandi.”
3. Wanita yang telah selesai masa haid
Kewajiban mandi ini sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Baqarah ayat 222:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
“Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, "Itu adalah sesuatu yang kotor." Karena itu jauhilah istri pada waktu haid, dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri."
4. Selesai masa nifas
Nifas adalah darah yang keluar mengiringi keluarnya bayi juga darah yang keluar setelahnya. Keluarnya darah nifas ini mewajibkan mandi walaupun ternyata bayi yang dilahirkan dalam keadaan meninggal dunia. Setelah darah ini berhenti, maka bersegeralah untuk mandi, agar bisa menjalankan aktivitas ibadah yang selama ini tertinggal.
5. Wanita yang telah melahirkan
Kewajiban mandi ini didasarkan kepada ijma (konsensus) para ulama, seperti yang tegaskan Ibn Al Mundzir. Bagian dari hal yang mewajibkan seseorang mandi, walaupun melahirkannya tidak disertai nifas. Menurut penuturan sebagian dari para suami, memang ada sebagian istri mereka yang melahirkan tanpa nifas.
6. Orang yang meninggal dunia
Ini adalah kondisi terakhir yang membuat seseorang wajib mandi, karena sudah meninggal dunia dan tidak mampu untuk mandi sendiri, maka kewajiban memandikan berada dipundak mereka yang masih hidup. Rasulullah SAW berkata saat salah satu putri beliau meninggal dunia, “Mandikanlah dia tiga kali atau lima kali atau lebih bebih dari sana.” (HR Bukhari dan Muslim)
7. Orang yang baru masuk Islam
Perkara Islamnya seseorang kafir ini memang masih menjadi perdebatan diantara para ulama, apakah mereka wajib mandi atau tidak. Para ulama dari Mazhab Maliki dan Hanbali berpendapat orang kafir yang masuk Islam wajib mandi.
Diriwayatkan Abu Hurairah RA bahwa Tsumamah bin Atsal RA dahulunya baru masuk Islam, lalu Rasulullah SAW berkata, “Bawalah dia ke salah satu dinding bani fulan, dan perintahkanlah dia untuk mandi.” (HR Ahmad).
Selain itu besar kemungkinan bahwa mereka yang kafir itu pernah mengalami status berhadas besar, baik karena mimpi atau hubungan suami istri sehingga atas dasar inilah mereka wajib mandi. Kalaupun sebab janabah itu sendiri tidak ada, tetap saja masuk Islamnya itu menjadi sebab mandi. Dan dalam kedua mazhab ini kewajiban mandi ini tidak membedakan antara mereka yan kafir asli dan murtad.
Islam mengajarkan cara mandi wajib. Dalam mandi wajib, ada dua rukun yang harus dilakukan, yaitu:
1. Niat, yaitu meniatkan di dalam hati untuk mandi janabah, tidak perlu melafadzkannya secara lisan. Fungsi niat di sini adalah untuk membedakan antara kebiasaan dan ibadah.
2. Meratakan air ke seluruh tubuh, baik rambut ataupun kulit.
Adapun tata cara mandi wajib (mandi junub) yang dicontohkan Rasulullah SAW berdasarkan hadits-hadits shahih dapat diringkas sebagai berikut.
Tata Cara Mandi Wajib
1. Berniat mandi wajib dan membaca basmalah.
2. Mencuci tangan terlebih dahulu sebanyak 3 kali.
3. Membersihkan kemaluan dan kotoran yang ada dengan tangan kiri.
4. Mencuci tangan setelah membersihkan kemaluan dengan menggosokkan tangan ke tanah atau dengan menggunakan sabun.
5. Berwudhu dengan wudhu yang sempurna seperti ketika hendak sholat.
6. Mengguyur air pada kepala sebanyak 3 kali hingga sampai ke pangkal rambut
7. Mencuci kepala bagian kanan, lalu kepala bagian kiri.
8. Menyela-nyela (menyilang-nyilang) rambut dengan jari.
9. Mengguyur air pada seluruh badan dimulai dari sisi yang kanan, lalu kiri.
10. Mencuci kaki.
Untuk wanita tata cara mandi janabah seperti halnya juga dengan cara di atas dan dengan beberapa tambahan sebagai berikut:
1. Menggunakan sabun dan pembersih lainnya beserta air.
2. Melepas kepang rambut agar air mengenai pangkal rambut.
3. Ketika mandi setelah masa haid, seorang wanita disunnahkan membawa kapas atau potongan kain untuk mengusap tempat keluarnya darah untuk menghilangkan sisa-sisanya.
4. Ketika mandi setelah masa haid, disunnahkan juga mengusap bekas darah pada kemaluan setelah mandi dengan minyak misk atau parfum lainnya. Hal ini dengan tujuan untuk menghilangkan bau yang tidak enak karena bekas darah haid.
Hadits-hadits tentang mandi janabah (junub)
"Dari ‘Aisyah, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi junub, beliau memulainya dengan mencuci kedua telapak tangannya. Kemudian beliau berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Lalu beliau memasukkan jari-jarinya ke dalam air, lalu menggosokkannya ke kulit kepalanya, kemudian menyiramkan air ke atas kepalanya dengan cidukan kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali, kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh kulitnya.” (HR. Bukhari no. 248 dan Muslim no. 316)
Dari Ibnu ‘Abbas berkata bahwa Maimunah mengatakan, “Aku pernah menyediakan air mandi untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau menuangkan air pada kedua tangannya dan mencuci keduanya dua kali-dua kali atau tiga kali. Lalu dengan tangan kanannya beliau menuangkan air pada telapak tangan kirinya, kemudian beliau mencuci kemaluannya. Setelah itu beliau menggosokkan tangannya ke tanah. Kemudian beliau berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung. Lalu beliau membasuh muka dan kedua tangannya. Kemudian beliau membasuh kepalanya tiga kali dan mengguyur seluruh badannya. Setelah itu beliau bergeser dari posisi semula lalu mencuci kedua telapak kakinya (di tempat yang berbeda).” (HR. Bukhari no. 265 dan Muslim no. 317)
Dari Aisyah RA, “Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mandi junub, beliau mencuci tangannya dan berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Kemudian beliau mandi dengan menggosok-gosokkan tangannya ke rambut kepalanya hingga bila telah yakin merata mengenai dasar kulit kepalanya, beliau mengguyurkan air ke atasnya tiga kali. Lalu beliau membasuh badan lainnya.” (HR. Bukhari no. 272)
Dari Aisyah RA, “Asma’ bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang mandi wanita haidh. Maka beliau bersabda, “Salah seorang dari kalian hendaklah mengambil air dan daun bidara, lalu engkau bersuci, lalu membaguskan bersucinya. Kemudian hendaklah engkau menyiramkan air pada kepalanya, lalu menggosok-gosoknya dengan keras hingga mencapai akar rambut kepalanya. Kemudian hendaklah engkau menyiramkan air pada kepalanya tadi. Kemudian engkau mengambil kapas bermisik, lalu bersuci dengannya. Lalu Asma’ berkata, “Bagaimana dia dikatakan suci dengannya?” Beliau bersabda, “Subhanallah, bersucilah kamu dengannya.” Lalu Aisyah berkata -seakan-akan dia menutupi hal tersebut-, “Kamu sapu bekas-bekas darah haidh yang ada (dengan kapas tadi)”. Dan dia bertanya kepada beliau tentang mandi junub, maka beliau bersabda, ‘Hendaklah kamu mengambil air lalu bersuci dengan sebaik-baiknya bersuci, atau bersangat-sangat dalam bersuci kemudian kamu siramkan air pada kepala, lalu memijatnya hingga mencapai dasar kepalanya, kemudian mencurahkan air padanya’.” (HR. Bukhari no. 314 dan Muslim no. 332)