Sekjen NATO: Pembunuhan Sipil di Bucha, Ukraina adalah Kebrutalan
NATO sebut menargetkan dan membunuh warga sipil adalah kejahatan perang
REPUBLIKA.CO.ID., ANKARA -- Pembunuhan warga sipil di kota Bucha, Ukraina, dekat ibu kota Kiev, menunjukkan "kebrutalan yang tak bisa lagi ditolerir" yang belum pernah dialami Eropa selama beberapa dekade, kata Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg pada Selasa (5/4/2022).
"Kita semua telah melihat gambar mengerikan warga sipil yang terbunuh di Bucha dan tempat-tempat lain yang dikendalikan oleh militer Rusia sampai beberapa hari yang lalu. Ini adalah kebrutalan yang tak tertahankan yang belum pernah disaksikan Eropa dalam beberapa dekade," kata Stoltenberg di Brussel.
"Menargetkan dan membunuh warga sipil adalah kejahatan perang," kata Stoltenberg, menambahkan bahwa mereka yang bertanggung jawab atas "kekejaman ini harus dibawa ke pengadilan."
Dia mengatakan kurangnya rasa hormat Presiden Rusia Vladimir Putin terhadap aturan hukum dan hak asasi manusia menunjukkan sifat perangnya, yang menurutnya menimbulkan "tantangan keamanan paling serius yang kami hadapi sejak Perang Dunia Kedua."
Ini telah memicu “tanggapan yang sangat komprehensif dan kuat dari seluruh aliansi NATO,” tambah Stoltenberg.
Baca juga : AS Serukan Dukungan Penangguhan Rusia dari Dewan HAM PBB
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan pembunuhan di Bucha bisa disebut genosida, sementara Rusia menyangkal bahwa pasukannya membunuh warga sipil saat menarik diri dari kota-kota dekat Kiev.
Perang Rusia melawan Ukraina, yang dimulai pada 24 Februari, telah memicu kemarahan internasional, dan Uni Eropa, AS dan Inggris menerapkan sanksi keras terhadap Moskow.
Setidaknya 1.430 warga sipil telah tewas di Ukraina dan 2.097 terluka, menurut perkiraan PBB, dengan angka sebenarnya dikhawatirkan jauh lebih tinggi. Lebih dari 4,21 juta warga Ukraina juga telah melarikan diri ke negara lain, dan lebih dari 7 juta lebih pengungsi internal, menurut badan-badan PBB.
Rusia bersiap serangan 'besar' untuk rebut Donbas
Stoltenberg juga memperingatkan tentang serangan "besar" baru Rusia yang diperkirakan akan terjadi dalam beberapa minggu ke depan untuk merebut seluruh wilayah Donbas di Ukraina timur.
Pasukan Rusia mundur dari Kiev untuk "mengumpulkan kembali, mempersenjatai kembali dan memasok" dan merencanakan serangan besar-besaran untuk merebut Donbas dalam beberapa minggu mendatang, tambah dia.
Donbas telah dikuasai oleh kelompok separatis yang didukung Rusia sejak 2014 dalam konflik yang merenggut sekitar 13.000 nyawa.
Baca juga : Ukraina Ingin Sanksi-Sanksi pada Rusia Cukup Menghancurkan
Sebelum meluncurkan perang Ukraina pada 24 Februari, Rusia mengakui dua daerah separatis di Donbas – Luhansk dan Donetsk – sebagai negara merdeka.
"Moskow belum melepaskan ambisinya di Ukraina," kata Stoltenberg. "Kami sekarang melihat pergerakan pasukan yang signifikan dari Kyiv untuk berkumpul kembali, mempersenjatai kembali dan memasok dan mengalihkan fokus mereka ke timur.”
"Dalam beberapa minggu mendatang, kami memperkirakan lebih banyak pasukan Rusia di Ukraina timur dan selatan untuk mencoba merebut seluruh Donbas dan membuat jembatan darat ke Krimea yang diduduki."
Itulah mengapa "sangat penting" bahwa sekutu NATO memberikan dukungan kepada Kyiv sehingga pasukan Ukraina dapat dipersenjatai kembali dan diperkuat kembali, kata kepala NATO, menambahkan bahwa ini akan dibahas oleh sekutu selama pertemuan.
Stoltenberg mengatakan Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba juga akan bergabung dalam pertemuan pada Kamis untuk memberikan perkembangan terbaru kepada NATO.
Finlandia, Swedia, Georgia bersama dengan mitra NATO di Asia Pasifik Australia, Jepang, Selandia Baru, dan Korea Selatan akan mengambil bagian dalam pertemuan karena "krisis ini memiliki implikasi global," sebut dia.
Baca juga : Sekjen PBB: 1,2 Miliar Orang Terdampak Perang Rusia di Ukraina
Ditanya apakah dia setuju dengan pernyataan Zelenskyy bahwa tidak akan ada perdamaian sampai semua pasukan Rusia meninggalkan Ukraina, Stoltenberg mengatakan sekutu NATO bertekad untuk memberikan dukungan lebih lanjut ke Ukraina tetapi Kyiv harus menentukan persyaratan perdamaian dengan Moskow sendiri.
Mengenai kemungkinan mengirim pasukan dan pesawat NATO ke Ukraina, dia mengatakan, "Sekutu kami setuju bahwa kami tidak boleh mengirim pasukan NATO ke Ukraina, dan kami tidak boleh mengirim pesawat NATO ke wilayah udara Ukraina.”
"Itu karena kami juga memiliki tanggung jawab untuk mencegah perang antara Rusia dan NATO," kata Stoltenberg, menambahkan bahwa mengirim pasukan dan pesawat NATO akan menyebabkan "lebih banyak kehancuran dan bahaya."
Kepala NATO juga mengatakan sekutu akan membahas konsep strategis aliansi militer berikutnya, yang akan memandu aliansi untuk beradaptasi dengan realitas keamanan baru, dalam KTT Madrid pada Juni.
Selain membahas implikasi dari tindakan agresif Rusia dan hubungan masa depan NATO dengan Moskow, dia mengatakan konsep itu juga akan mempertimbangkan pengaruh China yang semakin besar dan kebijakan koersif di panggung global, perubahan iklim, terorisme, dan teknologi yang muncul dan mengganggu.
Baca juga : 5.000 Warga Mariupol Telah Tewas Akibat Serangan Rusia