Soal BPA, Ketua Komnas Perlindungan Anak Datangi BPOM
Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait mendatangi kantor Badan POM
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait mendatangi kantor Badan POM di jalan Percetakan Negara No. 23, Johar Baru Jakarta Pusat.
"Sebagai bentuk dukungan dari Komnas Perlindungan Anak kepada BPOM agar Perubahan Kedua Atas Perka No 31 tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan segera disahkan, saya Arist Merdeka Sirait memberi dukungan kepada BPOM agar segera kemasan plastik yang mengandung BPA terutama galon guna ulang polycarbonat segera diberi label peringatan " ungkap Arist Merdeka Sirait dalam keterangan tertulisnya, Senin (11/4/2022).
Menurut Arist, saat mendatangi kantor Badan POM dirinya disambut baik oleh Deputi 3 Bidang Pengawasan Pangan Olahan, Dra. Rita Endang Apt., M. Kes dan ditemui di ruang meeting Deputi 3 BPOM.
"Jadi saat bertemu Ibu Rita Endang, saya selaku Ketua Komnas Perlindungan Anak, menyatakan dukungannya terhadap BPOM. Agar pemerintah segera mengesahkan rancangan Perubahan kedua Atas Perka No 31 tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan. Sikap dan tujuan Komnas PA jelas, semua demi melindungi keselamatan dan kesehatan anak-anak Indonesia, baik bayi, balita maupun janin dalam ibu hamil, tutur Arist Merdeka bersemangat.
Masih menurut Arist, di momen pertemuan dengan Rita Endang, dirinya akan terus berjuang sampai berhasil, dan tak akan mundur sedikitpun. Arist sudah melihat dari hasil penelitian baik jurnal internasional maupun dari lembaga kesehatan sudah nyata-nyata bisphenol A sangat berbahaya dapat memicu berbagai macam penyakit.
"Fokus saya kepada anak-anak agar Indonesia di tahun 2045 sudah terbebas dari BPA,"kata Arist Merdeka.
Menurutnya, BPOM sejalan dengan semangat Komnas PA terkait perhatian akan keselamatan anak-anak. Itu sebabnya, lanjut Arist, perlu dilakukan Perubahan Kedua Atas Perka BPOM No 31 tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan.
"Jadi BPOM sedang menyiapkan teknis pelaksanaan agar konsumen lebih terlindungi dari paparan BPA," kata Arist.
Kendati belum menyinggung perjalanan Rancangan Perubahan Kedua Perka No. 31 tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan menurut Arist, Rita Endang menjelaskan posisi Perka tersebut.
Seperti yang dituturkan Rita Endang kepada Arist Merdeka, bahwa Rancangan Perubahan Kedua Atas Perka No 31 tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan, telah berada di tangan Sekretaris Kabinet.
Rita Endang juga kembali menegaskan bahwa hasil penelitian yang dilakukan oleh BPOM terhadap kemasan galon guna ulang BPA memang perlu adanya pengawasan dan perubahan aturan, dan akan ada masanya hasil penelitian itu dibuka di depan publik.
Dalam kesempatan wawancara sepulang dari kantor BPOM pada Jumat (8/4) lalu. Arist Merdeka Sirait juga ditanyakan perjalanan Rancangan Perubahan Kedua Atas Perka BPOM No 31 tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan.
"Fokus Komnas PA adalah Keselamatan anak-anak Indonesia demi menyiapkan generasi mendatang. Jadi adanya anggapan, bahwa dengan disahkan Rancangan Perubahan Kedua Atas Perka BPOM No 31 tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan, dapat berpotensi mematikan industri AMDK galon guna ulang Polycarbonat yang omsetnya miliaran liter air di tahun 2020, dengan melibatkan ratusan perusahaan yang memperkerjakan ribuan karyawan adalah perhitungan yang berlebihan. Apalagi jika alasan bisnis ini diutamakan, dengan mengorbankan kepentingan untuk melindungi kesehatan usia rentan yaitu bayi dan balita yang merupakan generasi penerus bangsa Indonesia, yang dimana negara wajib melindungi kesehatan mereka, demi masa depan bangsa," kata Arist.
Aris mengatakan, rancangan revisi Perka Bpom tersebut telah berproses harmonisasi, dan sudah di tangan Seskab. Jadi seharusnya sudah tidak ada yg bisa intervensi lagi, apalagi revisi Perka BPOM ini untuk melindungi kesehatan bayi dan balita sebagai generasi penerus bangsa.
"Lagian yang kami perjuangkan bukan melarang, tapi hanya memberi label peringatan, agar konsumen usia rentan mengetahui informasi ada kandungan BPA di kemasan plastiknya. Jadi industri tidak akan terganggu sama sekali, tidak perlu mengganti galon guna ulang polycarbonat, dengan mengeluarkan biaya yang Triliunan. Contohnya industri rokok, dulu juga sempat tarik menarik. Ternyata apa yang dikhawatirkan tidak terjadi, penjualan rokok terus meningkat bahkan menjadi salah satu penyumbang pajak terbesar,"kata Arist.