Beda Pemaknaan Takwa Oleh Ali bin Abi Thalib dan Abu Hurairah
Abu Hurairah dan Ali bin Abi Thalib mempunyai pemaknaan terhadap takwa
REPUBLIKA.CO.ID, —Secara bahasa takwa berasal dari kata wiqayatun yang berarti waspada dan berhati-hati. Sedangkan secara istilah, para ulama dari kalangan shabat dan generasi setelahnya mendefinisikan takwa secara beragama.
Prof HM Hasballah Thabib, dalam "La'allakum Tattaquun: Seratus Satu Jalan Menuju Taqwa yang Harus Dilatih Selama Bulan Ramadhan", mengatakan Sayyidina Ali bin Abi Thalib mengungkapkan bahwa takwa adalah takut kepada Allah SWT yang Maha-Agung, beramal sesuai dengan Alquran dan sunnah, qanaah terhadap yang sedikit dan bersiap untuk hari akhir.
Definisi dari Sayyidina Ali ini dikutip dari kitab berjudul at-Taqwa fi Al-Quran al-Karim karya Muhammad Ibrahim Dabiisi.
Sementara, Abu Hurairah pernah ditanya oleh seseorang tentang makna takwa. Lalu, Abu Hurairah bertanya balik, “Apakah engkau pernah melewati jalan yang penuh onak dan duri?” Orang tersebut menjawab, “Ya, pernah.”
Abu Hurairah bertanya lagi, “Apa yang engkau lakukan?”. Orang tersebut menjawab, “Jika melihat duri aku akan menghindar, melewati atau aku berhati-hati darinya.” Lalu, Abu Hurairah menjelaskan, “Itulah makna takwa.”
Ada banyak bukti yang menunjukkan pentingnya ketakwaan pada diri seorang mukmin. Di antaranya, takwa merupakan wasiat Allah yang sangat berharga bagi umat terdahulu dan sekarang. Allah SWT berfirman dalam Alquran:
لَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ “...dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah...”(QS An Nisa ayat 31).
Ketakwaan sangat penting karena Rasulullah SAW juga sering menganjurkan kepada umatnya. Di antaranya, beliau pernah berwasiat kepada Muadz bin Jabal, beliau bersabda:
اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ “Bertakwalah engkau di mana pun berada, dan ikutilah perbuatan jelek dengan kebaikan yang menghapusnya serta bergaul lah dengan manusia yang berakhlak baik.” (HR Tirmidzi, dan Ahmad).
Hasballah menuturkan, dalam Alquran banyak sekali ayat yang membahas tentang sifat-sifat orang yang bertakwa. Di antara sifat-sifat mereka dinukilkan dari Surat Al Baqarah ayat 1-4 yang menerangkan sifat-sifat orang yang bertakwa.
Dalam ayat tersebut, menurut penulis, Allah SWT mengumpulkan sifat-sifat muttaqin, yaitu beriman kepada yang ghaib, mendirikan sholat, menafkahkan yang wajib atau yang sunnah, beriman kepada Alquran dan Kitab-kitab sebelumnya dan beriman kepada hari akhir.
Maka, menurut penulis, siapapun yang mengamalkan sifat-sifat tersebut telah berada dia tas petunjuk yang besar dan termasuk orang yang beruntung di dunia maupun di akhirat. Namun, masih banyak ayat-ayat lainnya yang menerangkan sifat dan ciri orang yang bertakwa, seperti dalam surat Ali Imran dan Adz-Dzariyat.
Dalam buku ini, Hasballah kemudian memberikan penjelasan yang cukup rinci terkait jalan menuju takwa. Menurut penulis, ada banyak jalan yang terbentang di hadapan seorang mukmin untuk menggapai derajat takwa.
Namun, dalam menempuh jalan-jalan yang banyak itu diperlukan kiat istimewa. Di antara kiatnya adalah belajar ilmu agama, berdoa, bersungguh-sungguh, mentadaburi Alquran dan sunnah, berteman dengan orang yang bertakwa, dan meninggalkan dosa.