Tulang dan Kulit Buatan Dibutuhkan Selama Misi ke Mars

Tulang dan kulit buatan digunakan untuk pengobatan luar angkasa.

NASA via AP
Foto 6 Desember 2021 yang disediakan oleh NASA menunjukkan Stasiun Luar Angkasa Internasional yang mengorbit di 264 mil di atas Laut Tyrrhenian.
Rep: Meiliza Laveda Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Antariksa Eropa (ESA) telah mengembangkan tulang dan kulit buatan sebagai pengganti yang asli selama misi luar angkasa. Sampel tulang ini adalah bagian dari pilihan item di situs web 99 Objects of ESA ESTEC yang menampilkan artefak yang telah dikembangkan selama 50 tahun terakhir.

Baca Juga


Dengan menggunakan teknologi 3D bioprinting, ESA menyebutnya sebagai langkah awal menuju pengobatan darurat di luar angkasa. Selain tulang, tidak menutup kemungkinan teknologi ini juga bisa digunakan untuk cangkok kulit atau menghasilkan organ dalam.

Bio-tinta kaya nutrisi yang terbuat dari plasma darah manusia dari astronot dapat diperoleh dalam minus 1g gravitasi. Luka bakar serius dapat melibatkan cangkok kulit menggunakan otot yang diambil dari bagian lain tubuh pasien. Cara tersebut dianggap mudah dilakukan di bumi tetapi sulit di luar angkasa dan tidak ada jaminan adanya kerusakan sekunder.

Astronot dalam gravitasi nol sering kehilangan kepadatan tulang yang berarti cedera seperti patah tulang mungkin lebih sering terjadi ketika mereka berada di orbit atau menjelajahi planet seperti Mars. Ini telah menyebabkan banyak penelitian tentang tindakan pencegahan yang dapat dilakukan astronot.

Pada tahun 2020, disarankan mikroba di perut astronot dapat dimanipulasi menggunakan prebiotik dan probiotik yang dapat melindungi mereka serta diet serat untuk memulai metabolisme mereka. Penelitian dari bulan lalu juga menunjukkan selada luar angkasa dapat menjaga kepadatan tulang dalam perjalanan jauh.

“Saat ini, astronot di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) memiliki rejimen latihan tertentu untuk mencoba mempertahankan massa tulang tetapi mereka biasanya tidak berada di ISS selama lebih dari enam bulan,” kata mahasiswa pascasarjana Kevin Yates yang memimpin penelitian, dilansir Independent, Rabu (13/4/2022).

Perjalanan ke Mars akan memakan waktu 10 bulan. Para astronot diperkirakan akan menghabiskan satu tahun di Planet Merah sebelum kembali ke Bumi.

ESA telah mengerjakan teknologi ini selama dua tahun sekarang. “Plasma memiliki konsistensi yang sangat cair sehingga sulit untuk bekerja dengan kondisi gravitasi yang berubah,” kata Nieves Cubo dari University Hospital of Dresden Technical University saat itu.

“Oleh karena itu, kami mengembangkan resep yang dimodifikasi dengan menambahkan metilselulosa dan alginat untuk meningkatkan viskositas substrat. Astronot masing-masing dapat memperoleh zat ini dari tumbuhan dan ganggang, solusi yang layak untuk ekspedisi ruang angkasa mandiri,” tambahnya.

Pengembangan teknologi ini diharapkan akan membantu para astronot yang memiliki masalah tulang cepat sembuh.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler