Demo Hari Buruh Berujung Rusuh di Prancis dan Turki
Bentrokan antara demonstran dan aparat keamanan mewarnai aksi protes demi hak buruh di Turki dan Prancis. Sementara di negara lain, demonstrasi May Day menyoroti korupsi dan kegagalan pemerintah menangani masalah ekonomi
Sebanyak 164 orang demonstran ditahan aparat keamanan setelah mengikuti aksi protes "ilegal” di ibu kota Turki, Istanbul, Minggu (1/5), menurut kantor gubernur. Dalam peringatan Hari Buruh Sedunia atau May Dayitu, polisi dikabarkan menggunakan tindak kekerasan untuk membubarkan demonstran.
Tanggal 1 Mei tahun ini diperingati warga Turki dengan membanjiri Lapangan Taksim yang sering dijadikan lokasi demonstrasi antipemerintah. "Jayalah buruh dan kebebasan, jayalah May Day,” teriak mereka secara serentak.
Otoritas kota mengaku terpaksa mengerahkan kepolisian karena demonstran menolak untuk dibubarkan.
Sementara itu, aksi protes di Paris, Prancis, berujung rusuh ketika sekelompok pemuda bentrok dengan aparat keamanan. Sejumlah bangunan akibatnya mengalami kerusakan. Kementerian Dalam Negeri mengumumkan sebanyak 50 demonstran ditahan aparat keamanan.
Serikat-serikat buruh Prancis mengatakan, aksi demonstrasi dihadiri 200.000 orang dan secara umum berlangsung damai. Protes May Day di Paris menjadi "peringatan bagi Presiden (Emmanuel) Macron bahwa kami tidak memberikan cek kosong ketika memilihnya untuk lima tahun ke depan,” kata Martine Haccoun, pensiunan dokter yang ikut hadir dalam demonstrasi.
Kenaikan upah
Ketika adegan saling dorong antara demonstran dan kepolisian dilaporkan terjadi di kota-kota Italia, ratusan ribu demonstran membanjiri London, Inggris, dan kota-kota di Jerman tanpa menimbulkan masalah.
Situasi serupa juga dilaporkan dari Spanyol, di mana 10.000 demonstran berkumpul di Madrid dan sejumlah kota lain. Di sana, Menteri Tenaga Kerja Yolanda Diaz dari Partai Komunis, mengatakan warga Spayol ingin menunjukkan solidaritas "dengan buruh di Ukraina yang hari ini tidak bisa berdemonstrasi.”
Peringatan May Day di Yunani juga menjaring lebih dari 10.000 orang yang memprotes kenaikan harga bahan pangan. Di kanal media sosialnya, Perdana Menteri Kyriakos Mitsotakis menjanjikan kenaikan upah minimum sebesar 50 Euro per bulan untuk mengimbangi lonjakan inflasi.
"Kita menghargai buruh bukan dengan slogan, tapi dengan tindakan,” tulisnya di Twitter.
Kenaikan upah minimun juga dijanjikan pemerintah Kenya pada peringatan May Day. Perdana Menteri Uhuru Kenyatta mengatakan kenaikan upah akan dipatok minimal 12 persen. Namun jumlah tersebut dinilai tidak cukup menyusul tingginya angka inflasi.
Drama di Sri Lanka
Sementara itu, ketegangan kembali meningkat di Sri Lanka, menyusul demonstrasi May Day oleh kelompok oposisi yang menuntut lengsernya Presiden Gotabaya Rajapaksa. Negeri kepulauan di timur Laut Lakadewa itu saat ini nyaris lumpuh oleh krisis ekonomi.
"Sejak lebih dari satu bulan, presiden membarikade diri di istananya,” kata bekas anggota parlemen, Hirunika Premachandra, dalam sebuah aksi protes di Kolombo. "Sudah saatnya bagi kita untuk menjewernya dan mengusirnya keluar.”
Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa, juga menjadi sasaran kemarahan buruh. Dalam sebuah peringatan May Day di Rustenburg, sekelompok penambang merangsek masuk dan menyela Ramaphosa saat sedang berpidato. "Cyril harus pergi,” teriak mereka.
Sang presiden akhirnya diboyong keluar oleh pasukan pengamanan.
Sektor tambang mempekerjakan sekitar 450.000 orang di Afrika Selatan dan menyumbang sekitar delapan persen terhadap perekonomian nasional. Dalam insiden di Rustenburg, para penambang menuntut kenaikan upah dan mengritik praktik eksploitasi buruh oleh perusahaan besar. rzn/yf (afp,rtr)