Muslim Singapura Rayakan Idul Fitri tanpa Pembatasan Covid-19

Hampir 16 persen dari 4 juta warga dan penduduk tetap Singapura adalah Muslim.

Iqna
Muslim Singapura Rayakan Idul Fitri Tanpa Pembatasan Covid-19. Masjid Hajjah Fatimah yang terletak di Kampong Glam, Singapura merupakan bangunan ikonik dan salah satu masjid tertua.
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Muhammad Fakhruddin

REPUBLIKA.CO.ID,SINGAPURA -- Roslaini Husain sibuk menyiapkan diri menjadi tuan rumah perayaan Idul Fitri di tengah pandemi Covid-19. Sekitar 30 orang dari keluarga dan kerabat akan berpesta dan menikmati masakan rumahnya.

Baca Juga


Ibu rumah tangga berusia 61 tahun di Singapura ini sudah tidak sabar untuk menyambut kerabat dan teman-temannya, Selasa (3/5). “Saya telah membeli banyak bunga segar, mendekorasi rumah, memasang lampu hias, mengeluarkan kue-kue. Tahun ini kita bisa menerima tamu sebanyak yang kita mau," ujar dia.

Hampir 16 persen dari 4 juta warga dan penduduk tetap Singapura adalah Muslim. Mereka merayakan Idul Fitri, dikenal dalam bahasa Melayu sebagai Hari Raya Aidilfitri, untuk menandai akhir bulan puasa Ramadhan.

Festival serupa juga menjadi sorotan bagi Muslim asal Bangladesh yang tinggal di Singapura, yang merupakan proporsi yang cukup besar dari lebih dari 300.000 pekerja migran di negara itu.

Hari Raya berarti “hari besar kegembiraan” dalam bahasa Melayu. Tetapi selama dua tahun terakhir, pembatasan jarak sosial telah membungkam perayaan tersebut. Aturan penguncian di Singapura pada 2020 melarang pertemuan secara langsung, sementara rumah tangga dibatasi hanya lima pengunjung sehari selama perayaan Idul Fitri tahun lalu.

Bulan lalu, pemerintah kota sepenuhnya menghapus batasan jumlah kelompok yang berkumpul, dalam keputusan pelonggaran pembatasan Covid-19 yang paling signifikan. Langkah tersebut disambut dengan sorak-sorai oleh komunitas Muslim kota.

“Dengan pelonggaran pembatasan Covid-19, lebaran tahun ini memang terasa hidup dan istimewa. Untuk pertama kalinya sejak pandemi dimulai, teman-teman Muslim dapat kembali normal, berkumpul dengan keluarga dan teman-teman untuk merayakan akhir bulan puasa,” tulis Perdana Menteri Lee Hsien Loong dalam unggahan Facebook, dikutip di Asia One, Rabu (4/5/2022).

Bagi Yusyafiqah Yusoff, adanya keputusan ini berarti keluarganya yang terdiri dari 11 orang dapat merayakan festival bersama lagi secara langsung, tanpa perlu menyusun jadwal dan mengalokasikan slot waktu untuk kunjungan rumah.

“Saya benar-benar menantikan semua orang akhirnya bisa bertemu di satu tempat pada waktu yang sama. Kami akhirnya bisa merayakan Hari Raya seperti dulu,” kata pria 27 tahun itu.

Dua tahun perayaan skala kecil hampir membuatnya lupa betapa melelahkannya menjelang festival. Persiapan, memasak, serta kegiatan bebersih yang perlu dilakukan disebut sebagai hal yang 'gila'.

Dia biasanya membantu sang ibu menyiapkan beberapa masakan tradisional, termasuk ayam masak merah (ayam dengan saus tomat pedas), sambal udang (udang cabai goreng), dan sambal goreng (tumis tahu cabai, tempe dan kacang).

“Meskipun melelahkan, saya menikmati seluruh proses karena memungkinkan saya menghabiskan waktu bersama orang tua saat melakukan hal-hal ini dan kami merasakan pencapaian setelah semuanya selesai,” kata Yusyafiqah.

Pelonggaran pembatasan bulan lalu juga memungkinkan keluarga untuk sekali lagi sholat di masjid bersama. Menurut seorang masyarakat Singapura, Syafiq Shahiddin, kondisi ini agak sulit selama pandemi karena kuota yang diberlakukan pada jumlah orang yang bisa masuk ke masjid atau lokasi shalat.

Dalam keluarganya terdapat tradisi panjang menikmati hidangan bersama-sama sebelum berangkat ke masjid untuk shalat. Atas keputusan pelonggaran aturan terkait pandemi Covid-19, ia merasa bahagia bisa merasakannya lagi.

Manajer produk berusia 29 tahun ini memiliki keluarga besar dengan jumlahnya lebih dari 50 anggota. Ia merasa senang bisa melihat beberapa kerabat lagi untuk pertama kalinya sejak awal pandemi.

Umat Muslim mengikuti kalender lunar dan metodologi, termasuk penampakan bulan, yang dapat menyebabkan berbagai negara atau komunitas Muslim menyatakan dimulainya Idul Fitri pada hari yang berbeda.

Malaysia, Indonesia dan Brunei memulai perayaan mereka pada Senin (2/5) setelah otoritas agama setempat mengumumkan penampakan bulan pada Minggu (1/5) malam. Tetapi Singapura harus menunggu hingga keesokan harinya untuk menandai kesempatan tersebut, bersama Bangladesh dan India.

Mufti Singapura, Nazirudin Mohd Nasir, mengatakan bulan sabit yang secara tradisional menandai dimulainya bulan baru dalam kalender Islam tidak dapat dilihat setelah matahari terbenam.

Kantor Mufti Singapura lantas menulis di Instagram, secara umum "sangat sulit" untuk melihat bulan sabit dari negara kota karena sering berawan dan perbedaan dalam penentuan kalender Islam bukanlah sesuatu yang tidak terduga atau meresahkan.  

 

Sumber: https://www.asiaone.com/singapore/lively-and-special-singapores-muslims-cheer-first-eid-without-covid-curbing-festivities

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler