Cegah PMK, Surabaya Perketat Pengawasan Keluar Masuk Hewan Ternak

Virus PMK ini tidak menular kepada manusia.

ANTARA/Rizal Hanafi
Petugas Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) memeriksa kesehatan sapi yang terjangkit Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di salah satu peternakan sapi di Desa Sembung, Gresik, Jawa Timur, Selasa (10/5/2022). Dinas Pertanian Kabupaten Gresik melakukan pembatasan area ternak dengan menutup sejumlah pasar hewan untuk memutus rantai penyebaran penyakit serta menyuntikan vitamin dan antibiotik bagi sapi-sapi yang terpapar PMK.
Rep: Dadang Kurnia Red: Fernan Rahadi

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Surabaya, Antiek Sugiharti mengaku telah melakukan sejumlah langkah antisipasi untuk mencegah masuknya penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak. Di mana penyakit tersebut telah menyerang ribuan hewan ternak di empat kabupaten yang ada di sekitar Surabaya, yakni Gresik, Sidoarjo, Lamongan, dan Mojokerto.


Antiek mengaku telah melakukan pengetatan pengawasan dan monitoring di lapangan untuk mencegah masuknya virus PMK. "Langkah-langkah yang kita lakukan yakni melakukan pengawasan di Rumah Potong Hewan dengan para Jagal. Ini untuk memastikan bahwa (hewan ternak) yang masuk ke RPH itu memiliki surat keterangan sehat dari daerah asal," kata Antiek, Selasa (10/5).

Selain di RPH, kata Antiek, pengawasan juga dilakukan DKPP Surabaya pada daerah keberangkatan. Termasuk pula melakukan monitoring kepada setiap hewan ternak yang ada di Surabaya. Setidaknya, ada sekitar 600 peternak sapi daging dan sapi perah di Kota Pahlawan. Sedangkan peternak kambing dan domba ada sekitar 996.

"Yang lebih penting adalah arus masuk hewan ternak yang dari luar Surabaya, khususnya yang dari daerah terjangkit itu sebisa mungkin kita hindari," ujarnya.

Antiek menyatakan, saat ini pihaknya sedang menyiapkan Surat Edaran (SE) kepada masyarakat agar turut serta memiliki kepedulian yang sama dalam mencegah masuknya virus PMK. SE tersebut bakal disebar ke RPH, para jagal, hingga pasar-pasar tradisional.

"Ini untuk memastikan ternak yang masuk ke Surabaya tidak terjangkit. Jadi harus ada surat keterangan sehat dari daerah asal. Kepada para camat untuk membantu pengawasan, kalau ada (hewan ternak) yang keluar masuk mereka harus memastikan surat sehat itu," kata Antiek.

Antiek menjelaskan sejumlah tanda klinis virus PMK pada hewan ternak. Di antaranya mengalami demam tinggi (39-41 derajat celcius), keluar lendir berlebihan dari mulut dan berbusa, serta terdapat luka-luka seperti sariawan pada rongga mulut dan lidah. Gejala lainnya, hewan ternak tidak mau makan, kaki pincang, luka pada kaki dan diakhiri lepasnya kuku, sulit berdiri, gemetar, nafas cepat, produksi susu turun drastis, dan menjadi kurus.

Antiek pun mengimbau kepada masyarakat, apabila di wilayahnya menemukan hewan ternak yang memiliki tanda-tanda klinis tersebut, supaya segera melaporkan. "Karena sampai saat ini belum ada vaksin, hanya pengobatan dan isolasi terkait itu," ujarnya.

Antiek memastikan, virus PMK ini tidak menular kepada manusia. Pun untuk dagingnya masih aman dikonsumsi, kecuali bagian kepala, kaki, dan jeroan atau organ dalam. Karena, kata dia, setelah hewan ternak dipotong dan direbus secara matang, maka virus PMK juga mati. Akan tetapi, dalam proses pemotongan tersebut, virus PMK bisa saja menyebar ke hewan lain melalui pakaian manusia.

"Sehingga kalau di peternakan itu harus menggunakan pakaian yang aman (APD), dan petugas juga mengantisipasi itu. Jadi, masyarakat diimbau supaya lebih hati-hati terutama yang memiliki ternak," ujarnya.

Sebelumnya, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyampaikan ditemukannya kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak di empat kabupaten di Jawa Timur. Empat kabupaten yang dimaksud adalah Lamongan, Gresik, Sidoarjo, dan Mojokerto. Total ternak yang terjangkit PMK di empat kabupaten tersebut sebanyak 1.247 ekor.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler