IDAI Belum Keluarkan Rekomendasi Penundaan PTM
Orang tua bisa melakukan karantina selama sepekan sebelum beraktivitas kembali.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Umun Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Piprim Basarah Yanuarso mengatakan hingga kini pihaknya belum mengeluarkan rekomendasi untuk menunda pembelajaran tatap muka (PTM). Hingga saat ini pemerintah menyatakan sudah ada 15 kasus suspek hepatitis misterius di Indonesia.
"Untuk PTM ini kami terus melakukan kajian seperti apa intensitas dari kasus. Hingga saat ini, IDAI belum mengeluarkan rekomendasi untuk menunda PTM," ujar Piprim dalam diskusi daring, Selasa (10/5).
Piprim mengatakan, IDAI mengimbau agar anak-anak yang akan melakukan PTM untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan (prokes) seperti memakai masker, mencuci tangan memakai sabun, menjaga jarak, tidak bertukar alat makan dan memakan makanan yang matang. Perilaku tersebut, lanjut Piprim, dilakukan untuk mencegah adanya penularan Covid-19 dan hepatitis akut misterius serta penyakit menular lainnya.
"Memang perlu waspada pada saat nanti anak-anak sudah melakukan PTM, protokol kesehatan tetap dilakukan oleh anak-anak kita," ujar Piprim.
Piprim memastikan, IDAI akan terus melakukan kajian terkait hepatitis akut misterius sesuai dengan perkembangannya. Hadir dalam kesempatan yang sama, Ketua Unit Kerja Koordinasi (UKK) Gastro-Hepatologi IDAI, dr Muzal Kadim mengatakan, hingga kini IDAI belum cukup bukti untuk mengeluarkan rekomendasi penundaan PTM terkait hepatitis akut ini.
"Sampai saat ini kan memang belum dikeluarkan rekomendasi untuk PTM karena belum cukup untuk bukti-buktinya, karena buktinya sampai sekarang juga belum jelas," terang dia.
Sementara Ketua Unit Kerja Koordinasi (UKK) Infeksi Tropis IDAI, dr Anggraini Alam menilai keputusan penundaan PTM selama satu pekan adalah keputusan yang tepat. Menurutnya, orang tua bisa melakukan karantina selama sepekan sebelum beraktivitas kembali.
"Jadi seperti melakukan karantina. Bukan berarti dikasih libur seminggu dibawa ke mall, tetapi untuk mengurangi mobilitas. Beberapa hari di rumah dilihat, apakah anak sehat," kata dia.
"Jangan anaknya sedang demam dan ada keluhan penyakit, tetapi sama orang tua dibawa ke sekolah atau dititipkan ke tempat penitipan anak. Kalau anak ada penyakit infeksi bisa berpotensi menularkan ke anak-anak lain atau bahkan ke orang dewasa," kata dia.
Indonesia hingga Selasa (10/5) melaporkan 15 kasus anak terkait hepatitis misterius, lima di antaranya meninggal. Juru bicara Kementerian Kesehatan RI dr Siti Nadia Tarmizi menyebut ada beberapa anak yang sudah divaksinasi, tetapi tidak sedikit pula yang belum menerima vaksin COVID-19.
"Sudah ada status vaksinnya, kalau di bawah 6 tahun belum dapat vaksin ada 5 orang, sisanya ada yang baru satu kali vaksin dan ada yang sudah divaksin lengkap," ungkap Nadia.
Nadia memastikan tak ada kaitan antara vaksin COVID-19 dan hepatitis misterius. Alih-alih vaksinasi, penyebab hepatitis misterius sejauh ini lebih mungkin disebabkan karena adenovirus. Hal ini dikarenakan banyak dari mereka yang dinyatakan negatif hepatitis jenis A-E, positif teridentifikasi adenovirus.