Ribuan Ternak Kena PMK, Pedagang Sebut Konsumen Daging Mulai Khawatir

PMK bukan merupakan penyakit zoonosis sehingga tidak menular kepada manusia.

REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Peternak memberi pakan sapi di Jalan Babakan Cimenyan, Cimenyan, Kabupaten Bandung, Kamis (12/5/2022). Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) menuturkan, wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) mulai menimbulkan dampak dalam perdagangan daging akibat kekhawatiran konsumen.
Rep: Dedy Darmawan Nasution Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) menuturkan, wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) mulai menimbulkan dampak dalam perdagangan daging akibat kekhawatiran konsumen. Situasi itu dinilai melemahkan daya beli terhadap daging dan telah berdampak pada penurunan harga.

Baca Juga


"Pembeli merasa was-was dan takut untuk konsumsi daging karena adanya PMK yang menyerang ternak di Jawa Timur dan Aceh," kata Ketua Umum APDI, Achyat kepada Republika.co.id, Kamis (12/5/2022).

Padahal, diketahui PMK bukan merupakan penyakit zoonosis sehingga tidak menular kepada manusia. Kementerian Pertanian (Kementan) juga telah menegaskan, daging dari sapi yang terjangkit PMK tetap aman untuk dikonsumsi. Kecuali untuk bagian yang terdampak virus seperti mulut dan kaki.

Pemerintah dan asosiasi peternak pun turut mengantisipasi dan mengimbau agar tidak ada panic selling dengan membanting harga jual murah akibat sebaran PMK yang cukup cepat. Achyat mengatakan, hal itu belum terjadi karena harga dari peternakan masih cenderung stabil.

"Tapi harga di pasar sudah menurun karena daya beli yang sudah menurun," kata Achyat.

Saat ini, harga daging sapi segar mencapai Rp 140 ribu dan tertinggi dijual Rp 160 ribu per kg. Harga itu sudah turun cukup jauh dari puncak kenaikan harga pada momen lebaran yang mencapai Rp 180 ribu per kg.

Menurut Achyat, selain akibat penurunan permintaan akibat kekhawatiran PMK, turunnya harga juga didorong oleh telah berlalunya masa puncak Idul Fitri. Lebih lanjut, dampak yang dirasakan dari adanya PMK yakni pengetatan lalu lintas ternak antar daerah. 

Achyat mengatakan, pemeriksaan ternak sebelum keluar daerah sudah mulai ketat dan wajib memenuhi persyaratan untuk bisa dikirim. APDI menyerahkan mendukung pengetatan itu demi menjaga keamanan lalu lintar ternak agar terhindar dari paparan PMK. 

"Sudah terasa dampak pengetatan itu, ternak yang belum memenuhi syarat tidak akan bisa di bawa ke Jakarta," katanya.

Seperti diketahui, wilayah dengan tingkat konsumsi daging tertinggi berada di Jabodetabek dan Bandung Raya. Sementara, sentra daging sapi di antara di Jawa Timur, Lampung, dan NTB.

Adapun hingga Rabu (11/5/2022), berdasarkan data Kementerian Pertanian, total ternak yang positif PMK di Aceh sebanyak 2.226 ekor dengan jumlah kematian satu ekor. Sementara di Jawa Timur, terdapat 3.205 ekor positif PMK. Belum ada data resmi jumlah kematian di Jawa Timur, namun Kementan mengatakan tingkat kematiannya hanya 1,5 persen.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler