Singapura Tolak UAS, RI Tolak 452 WNA Masuk
Setiap negara memiliki hak untuk menerima maupun menolak WNA yang hendak masuk
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI melalui KBRI Singapura telah mengeluarkan nota diplomatik untuk menanyakan alasan Singapura menolak Ustaz Abdul Somad. Singapura pun menjawab pada hari yang sama. Pihak Singapura menganggap UAS menyebarkan Islam ekstrimis dan segregasi sehingga meninmbulkan kecemasan bagi warga Singapura yang multiras dan multiagama.
Juru Bicara Kemenlu RI Teuku Faizasyah mengatakan, bahwa dalam praktiknya setiap negara memiliki hak untuk menerima maupun menolak WNA yang hendak masuk. Hal ini tercatat dalam keimigrasian masing-masing negara.
"Dalam praktek negara selama ini, berdasarkan yurisdiksi dan ketentuan hukum di suatu negara, serta berdasarkan banyak pertimbangan, sebuah negara bisa saja tidak menerima seseorang (masuk ke negaranya)," kata Faizasyah dalam pengarahan media secara daring, Kamis (19/5/2022).
Berdasarkan ketentuan negara masing-masing, sebuah negara pun seharusnya tidak diwajibkan untuk memberikan penjelasan mengenai alasan negara menolak seseorang masuk ke wilayah teritorial negaranya. Sebab sudah diatur dalam undang-undang yang memang bersifat rahasia.
"Negara tidak harus memberikan penjelasan mengenai alasan mereka menolak seseorang masuk negaranya," ujarnya.
Mengenai UAS, Faizasyah mengatakan, langkah pemerintah Indonesia adalah bagian dari perlindungan WNI. Sebab di manapun perwakilan RI berada, maka akan mencoba memberikan bantuan pada WNI yang menghadapi permasalahan.
"Jadi apa yang kita alami kemarin, ada laporan permasalahan yang disampaikan ke warga negara kita secara terbuka untuk itulah kita akan mencari tahu mintakan informasi lebih lanjut," ujarnya.
Kendati demikian, tidak hanya Singa[ura saja yang menolak WNA masuk ke negaranya. Indonesia juga tercatat telah menolak WNA masuk dengan berbagai alasan keimigrasian.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemenlu RI Judha Nugraha mencatat terdapat 452 WNA yang sudah ditolak masuk ke RI dengan berbagai alasan, dari 452 itu, sebanyak 152 adalah warga negara Singapura. Angka itu didapat hanya tahun ini saja, dari Januari 2022 hingga 17 Mei 2022.
"Setiap negara memiliki kedaulatan untuk mengatur kebijakan keimigrasian masing-masing. Siapa yang dapat masuk dan siapa yang tidak dapat masuk," jelas Judha.
Ia juga menjelaskan perbedaan antara deportasi, penolakan dan bebas visa. Judha menjelaskan, deportasi adalah tindakan paksa mengeluarkan orang asing dari suatu wilayah keimigrasian.
Hal ini berlaku bagi seseorang yang telah melewati tempat pemeriksaan imigrasi dan ia sudah mendapat cap masuk ke suatu wilayah tersebut. Setelah itu seseorang tersebut melakukan pelanggaran, ditangkap dan dideportasi.
"Sementra itu penolakan masuk atau istilahnya notulen dan notulen ini yang bersangkutan belum lewati tempat pemeriksaan imigrasi, masih tahap pemeriksaan dan sudah ditolak masuk, dan sesuai undang-undang negara tidak bisa mengungkapkan alasan penolakan," kata Judha.
Mengenai kebijakan bebas visa, Judha menjelaskan bahwa adanya perjanjian bebas visa ke Indonesia dengan negara lain dan sebaliknya termasuk dengan negara-negara Asia, tidak mengambil alih kedaulatan setiap anggota negara ASEAN untuk tetap bisa menolak setiap warga negara yang memang tidak diizinkan masuk. "Kebijakan penolakan itu pun sudah dilakukan oleh Indonesia," katanya.