Kolonel Garda Revolusi Iran Tewas Dibunuh dalam Serangan Bersenjata 

Belum diketahui siapa aktor di balik pembunuhan kolonel Garda Revolusi Iran

AP
Ilustrasi Garda Revolusi Iran. Belum diketahui siapa aktor di balik pembunuhan kolonel Garda Revolusi Iran
Rep: Kamran Dikarma, Dwina Agustin Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN – Seorang kolonel Korps Garda Revolusi Iran dibunuh dalam serangan bersenjata di Teheran, Ahad (22/5/2022). Belum diketahui siapa aktor yang mendalangi aksi penyerangan. 

Baca Juga


Dilaporkan laman Al Arabiya, kolonel Korps Garda Revolusi Iran itu bernama Sayad Khodaei. Dia ditembak oleh dua pengendara sepeda motor di dekat rumahnya sekitar pukul 16:00 waktu setempat. Menurut kantor berita Fars, terdapat lima peluru yang diarahkan pada Khodaei. 

Serangan itu seketika membuatnya meninggal dunia. Korps Garda Revolusi Iran menyalahkan “kelompok anti-revolusi” dan “agen arogansi global” atas kematian Khodaei. 

Kelompok anti revolusi biasanya merujuk pada oposisi anti-rezim. Sementara arogansi global mengacu pada Amerika Serikat (AS) dan sekutunya. 

Belum ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan yang menewaskan Khodaei. 

Media pemerintah Iran menggambarkan Khodaei sebagai “pembela tempat suci”. Kantor berita semi-resmi pemerintah Iran Tasnim melaporkan, sosok Khodai merupakan pembela tempat suci.

Pernyataan itu merujuk pada personel militer atau penasihat yang menurut Iran berperang  untuk melindungi situs-situs Syiah di Irak atau Suriah dari kelompok-kelompok seperti ISIS.

Menurut laporan Tasnim, dua orang dengan sepeda motor menembaki Khodai. Sementara kantor berita ISNA melaporkan, bahwa anggota jaringan dinas intelijen Israel telah ditemukan dan ditangkap oleh Pengawal.

Dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan oleh kantor berita Fars, Kementerian Intelijen Iran mengatakan, telah menangkap tiga mata-mata Mossad pada April.

"Musuh bebuyutan dari sistem suci Republik Islam Iran sekali lagi menunjukkan sifat jahat mereka dengan pembunuhan dan kesyahidan salah satu anggota pasukan IRGC," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh.   

Pada Januari lalu, Iran memperingati dua tahun kematian mantan komandan Pasukan Quds Mayor Jenderal Qassem Soleimani. Soleimani tewas di Bandara Internasional Baghdad pada 3 Januari 2020. 

Dia dibunuh saat berada dalam konvoi Popular Mobilization Forces (PMF), pasukan paramiliter Irak yang memiliki kedekatan dengan Iran. Iring-iringan mobil mereka menjadi sasaran tembak pesawat nirawak Amerika Serikat. Mantan presiden Amerika Serikat Donald Trump adalah tokoh yang memerintahkan langsung serangan tersebut. 

Iran mengutuk keras pembunuhan Soleimani dan bersumpah akan membalas tindakan Washington. Tak lama setelah peristiwa pembunuhan itu, Iran meluncurkan serangan udara ke markas tentara Amerika Serikat di Irak. Aksi itu sempat menimbulkan kekhawatiran global tentang potensi pecahnya peperangan. 

Soleimani merupakan tokoh militer Iran yang memiliki pengaruh besar di kawasan Timur Tengah. Dia dipercaya memimpin Pasukan Quds, sebuah divisi atau sayap dari Garda Revolusi Iran yang bertanggung jawab untuk operasi ekstrateritorial, termasuk kontra-intelijen di kawasan. 

Selain Soleimani, sekitar enam ilmuwan dan akademisi Iran telah terbunuh atau diserang sejak 2010,. Beberapa dari mereka meninggal akibat penyerangan pengguna sepeda motor dalam insiden yang diyakini menargetkan program nuklir Iran yang diduga untuk pengembangan bom.

Iran menyangkal tuduhan itu dengan mengatakan program nuklirnya memiliki tujuan damai. Teheran mengecam pembunuhan tersebut sebagai tindakan terorisme yang dilakukan oleh badan intelijen Barat dan Mossad. Israel telah menolak mengomentari tuduhan tersebut.   

 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler