PBB Dorong Lebih Banyak Negara Laporkan Sistem Peringatan Bencananya
Sejauh ini hanya 120 negara yang telah melaporkan sistem peringatan dini bencana.
REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Badan PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana (UNDRR) mendorong lebih banyak negara untuk melaporkan tentang dan meningkatkan ketersediaan dan akses untuk sistem peringatan dini bencananya. Dorongan itu disampaikan oleh Direktur UNDRR Ricardo Mena pada rangkaian acara Global Platform Disaster Risk Reduction (GPDRR) sesi ke-7 yang digelar di Nusa Dua, Badung, Bali.
Dorongan itu ditujukan Mena terutama pada negara-negara yang telah meratifikasi Kerangka Kerja Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana (Sendai Framework) 2015-2030, yang telah diadopsi oleh 187 negara. Kerangka Sendai mengedepankan tujuh target global termasuk Target G, yang secara substansial bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan dan akses ke sistem peringatan dini bencana serta informasi dan penilaian risiko bencana untuk masyarakat pada 2030.
Direktur UNDRR itu menyebutkan bahwa sejauh ini hanya 120 negara yang telah melaporkan tentang capaian Target G Kerangka Sendai di dalam negerinya. "Masih banyak negara yang telah meratifikasi Kerangka Sendai tetapi masih belum melaporkan tentang capaian target G mereka. Ini tentu yang perlu ditingkatkan," ujar Mena.
Pada kesempatan itu, dia juga memaparkan tentang sejumlah capaian dan evaluasi terkait indikator target G, mengenai ketersediaan dan akses ke sistem peringatan dini bencana. Sebanyak 77 persen dari negara yang meratifikasi Kerangka Sendai telah menunjukkan bahwa mereka memiliki cakupan informasi sistem peringatan dini bencana melalui mekanisme lokal atau nasional.
"Namun, masih ada 23 persen negara yang tidak mengindikasikan bahwa mereka memiliki cakupan informasi peringatan dini bencana," kata Mena.
Hal lain yang juga cukup mengkhawatirkan, menurut Direktur UNDRR itu, kurang dari 50 persen negara yang melaporkan bahwa pemerintah daerahnya memiliki rencana untuk tindakan sistem peringatan dini bencana. "Ini agak mengkhawatirkan karena saat ini persentasenya turun menjadi hanya 46 persen," ungkap Mena.
Dia lebih lanjut mengungkapkan bahwa kurang dari 50 persen, hanya 48 persen, negara yang memiliki informasi dan penilaian risiko bencana yang dapat diakses, dimengerti, tahan lama, dan relevan.
"Ini juga cukup mengkhawatirkan, negara yang tidak punya akses untuk informasi dan penilaian risiko bencana, maka akan sangat sulit untuk memahami hal ini dan memiliki rencana pengurangan risiko bencana yang dapat secara efektif membawa dampak untuk mengurangi bencana secara keseluruhan," ujarnya.
Walaupun sudah ada kemajuan besar dalam upaya pengurangan risiko bencana, misalnya, dalam hal akses dan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, masih banyak tantangan yang perlu dihadapi dalam upaya global untuk pengurangan risiko bencana. UNDRR memperkirakan sepertiga dari populasi global, yang sebagian besar di negara-negara berkembang, masih belum tercakup atau mendapatkan akses ke sistem peringatan dini bencana.