Anggota DPR Kritisi Penunjukan Luhut Urus Minyak Goreng

Masalah minyak goreng adalah masalah konsistensi dalam penegakan aturan.

VOA
Ilustrasi. Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Sitorus mengkritisi penunjukan Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan untuk mengurusi sengkarut minyak goreng.
Red: Ratna Puspita

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Sitorus mengkritisi penunjukan Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan untuk mengurusi sengkarut minyak goreng. Ia menilai, penunjukkan itu berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.

Baca Juga


"Luhut dikenal dekat dengan figur-figur yang saat ini bermasalah hukum dalam kasus minyak goreng yang sedang diusut oleh Kejagung," kata Deddy dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (24/4/2022).

Menurut dia, sedikit banyak hal ini akan menimbulkan rumor negatif dalam penyelesaian kasus hukum yang sedang berjalan. Hal itu justru akan menjadi kontraproduktif karena Luhut dipersepsikan sebagai bagian dari masalah.

Selain itu, lanjut dia, Luhut sudah banyak mengambil alih pekerjaan sejumlah kementerian. "Pak Luhut itu 'kan sudah banyak pekerjaan sebagai Menko Marves. Kenapa sekarang diserahkan tugas ambil alih pekerjaan Menko Ekuin, Menteri Perdagangan, dan Menteri Perindustrian sekaligus?" tanya anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI ini.

Selain menambah beban kerja Luhut yang sudah menumpuk, kata Deddy, penunjukan itu juga dari sisi waktu hanya akan membuat Luhut seperti satu-satunya solusi pemerintahan dan berpotensi menimbulkan disharmoni dalam kabinet. Menurut Deddy, nama Luhut terlalu sering dikait-kaitkan dengan konflik kepentingan dalam urusan kebijakan yang dia tangani.

Ia pun khawatir isu kedekatan Luhut dengan para pemain sawit akan menjadi buah bibir di tengah masyarakat. "Jika itu terjadi, kasihan Pak Luhut yang sudah banyak tanggung jawab kembali jadi sasaran rumor lagi," ujarnya.

Apalagi, lanjut dia, jabatannya sudah sangat banyak, kesannya tidak ada orang lain yang bisa bekerja selain Luhut. Anggota DPR RI dari Dapil Kalimantan Utara ini mengatakan bahwa masalah minyak goreng itu adalah masalah konsistensi dalam penegakan aturan dan UU yang sudah ada. Seperti urusan membangun sistem penguasaan, distribusi, dan cadangan, baik pasokan bahan baku industri maupun produk untuk sampai ke masyarakat.

Deddy mengatakan, tugas dan kewajiban kementerian, lembaga, aparat penegak hukum, pemda sudah sangat jelas. Musuh dari kelangkaan itu, menurut dia, adalah regulasi yang tidak dilaksanakan, sinergi yang tidak berjalan, hingga akhirnya membuka ruang bagi spekulasi, manipulasi, dan penyelundupan.

"Jadi, kata kuncinya ada pada penegakan hukum, pada sistem, dan bukan pada sosok pribadi karena sudah ada mekanisme untuk itu," kata dia.

"Silakan para pihak yang berwenang sesuai dengan UU dan regulasi menjalankan tugasnya. Saya pribadi berharap agar proses hukum di Kejaksaan Agung terus berjalan secara profesional dan sesuai dengan aturan yang ada."

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan diminta Presiden Jokowi untuk mengurus masalah minyak goreng di wilayah Jawa dan Bali. "Pak Menko Maritim dan Investasi diminta Presiden untuk membantu memastikan ketersediaan dan distribusi minyak goreng sesuai dengan targetdi Pulau Jawa dan Bali," kata Juru Bicara Menko Marves dan Investasi Jodi Mahardi di Jakarta, Selasa (24/5).

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler