Dampak Perang Rusia-Ukraina, Negara-Negara Afrika Dihantui Stagflasi
Ekonomi negara benua Afrika bakal tumbuh sekitar empat persen pada 2023.
REPUBLIKA.CO.ID, ABIDJAN -- Afrika berisiko tergelincir ke dalam stagflasi, periode pertumbuhan ekonomi yang lambat yang berkepanjangan disertai dengan inflasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan tekanan harga dan gangguan rantai pasokan yang berasal dari invasi Rusia ke Ukraina menghambat produksi.
Dilansir dari laman Bloomberg, Kamis (26/5/2022) produk domestik bruto riil benua itu diproyeksikan meningkat 4,1 persen pada 2022 atau turun dari 6,9 persen tahun lalu, ketika bangkit kembali dengan kuat dari dampak pandemi virus corona. Berdasarkan laporan African Economic Outlook yang diterbitkan Bank Pembangunan Afrika (AfDB), tingkat pertumbuhan ekonomi negara benua Afrika sekitar empat persen pada 2023 jika konflik terus berlanjut.
Presiden AfDB Akinwumi Adesina mengatakan perlambatan pertumbuhan menyoroti parahnya dampak konflik Rusia-Ukraina terhadap ekonomi Afrika. “Perang di Ukraina ketika ekonomi Afrika berada di jalur pemulihan dari dampak pandemi yang menghancurkan dan itu mengancam untuk mengembalikan prospek ekonomi yang menjanjikan di benua itu,” katanya.
AfDB memproyeksikan tingkat inflasi rata-rata Afrika akan meningkat menjadi 13,5 persen pada 2022 dari 13 persen, didorong oleh kenaikan tajam harga komoditas, terutama energi dan makanan.
Afrika juga terkena aksi jual utang pasar berkembang, karena perang mendorong investor untuk mencari tempat berlindung yang aman. Permintaan investor premium atas treasury AS untuk menahan utang negara Afrika telah meningkat 165 basis poin tahun ini menjadi 773 basis poin, menurut indeks JPMorgan Chase & Co.
Maka demikian, utang tetap menjadi ancaman bagi pemulihan ekonomi benua, meskipun ada inisiatif pengurangan utang internasional baru-baru ini, seperti Inisiatif Penangguhan Layanan Utang, Kerangka Kerja Bersama, dan alokasi umum Dana Moneter Internasional sebesar 650 miliar dolar AS yang setara dengan Hak Penarikan Khusus.
Sementara inisiatif tersebut telah membantu mengurangi tekanan likuiditas di banyak negara dengan meningkatkan penyangga eksternal mereka, mereka belum menghapus kerentanan, dengan 23 negara Afrika berada dalam atau berisiko mengalami kesulitan utang pada akhir Februari 2022.
AfDB memperkirakan rasio utang benua itu akan stabil di sekitar 70 persen dari produk domestik bruto (PDB) tahun ini atau turun dari 71,4 persen pada 2020. Hal ini didukung oleh pertumbuhan ekonomi dan langkah-langkah pengurangan utang.