Ini Aturan Baru Tata Niaga Minyak Goreng Curah Hasil DMO

Eksportir CPO wajib mengikuti program minyak goreng curah rakyat.

Republika
Ilustrasi minyak goreng curah.
Rep: Dedy Darmawan Nasution Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan kembali menerbitkan aturan baru untuk mengatur tata niaga minyak goreng curah yang diperoleh dari hasil domestic market obligation (DMO) minyak sawit atau CPO. Aturan itu dituangkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 33 Tahun 2022 tentang Tata Kelola Program Minyak Goreng Curah Rakyat (MGCR).

Baca Juga


Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, menjelaskan, beleid tersebut mengatur penerapan sistem kontrol siklus tertutup (closed loop system) bagi pelaku usaha jaringan logistik yang mendistribusikan minyak goreng curah.

Pemerintah memastikan pasokan bahan baku minyak goreng ke pabrik, kemudian dari pabrik ke pengecer hingga ke konsumen dengan harga Rp 14 ribu liter atau Rp 15.500 per kg. Sementara, penjualannya dilakukan pada 10.000 titik yang ditentukan oleh Pemerintah dan kalangan dunia usaha.

“Kita akan menggunakan aplikasi digital untuk memastikan suplai CPO ke produksi kemudian dari produksi minyak goreng sampai penyerahan konsumen menggunakan nomor induk kependudukan (NIK). Dengan demikian kredibilitas, akuntabilitas, dan transparansi akan terjamin,” kata Lutfi dalam pernyataan resminya diterima Republika.co.id, Kamis (26/5/2022).

Seluruh produsen atau eksportir CPO, refined bleached and deodorized palm oil (RBD Palm Oil), refined bleached and deodorized palm olein (RBD palm olein), dan used cooking oil (UCO) diwajibkan berpartisipasi dalam program MGCR.

Bagi produsen yang tidak berpartisipasi dilarang melakukan ekspor produk-produk tersebut. Adapun, produsen CPO dapat mendaftar perusahaannya melalui platform SIMIRAH yang merupakan bagian dari Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas). Itu menjadi kewajiban.

Saat mendaftar, produsen tersebut harus melampirkan estimasi produksi CPO, rencana bulanan pasokan CPO kepada produsen minyak goreng, dan perjanjian kerja sama dengan produsen minyak goreng.

"Produsen minyak goreng harus melampirkan estimasi produksi minyak goreng, perjanjian kerja sama dengan produsen CPO, rencana bulanan pasokan minyak goreng kepada pelaku usaha jasa logistik dan eceran (PUJLE), dan perjanjian kerja sama dengan PUJLE," kata dia.

Lutfi melanjutkan, Permendag tersebut pun mengatur kewajiban bagi PUJLE untuk menyalurkan realisasi penerimaan DMO minyak goreng curah kepada pengecer sesuai harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan.

PUJLE yang berpartisipasi dalam program tersebut harus memiliki aplikasi digital yang terintegrasi dengan SINSW. Aplikasi digital tersebut dapat menyediakan fitur yang memuat data produsen minyak goreng, data PUJLE, data pengecer, data konsumen dengan merekam NIK, data transaksi, serta data rekapitulasi transaksi harian pembelian, penjualan, dan stok.

"Aturan ini ini juga mewajibkan pengecer untuk menyalurkan realisasi DMO kepada konsumen sesuai HET yang telah ditetapkan. Penyaluran tersebut dilakukan dengan merekam data dalam aplikasi digital yang dimiliki PUJLE. Selain itu, pengecer wajib mematuhi pembatasan penjualan minyak goreng curah serta menyampaikan informasi sebagai peserta Program MGCR dan informasi HET," kata Lutfi.

Soal pengawasannya, Lutfi menjelaskan pihaknya akan membentuk tim monitoring dan evaluasi yang melibatkan pemangku kepentingan terkait.

Tim tersebut terdiri dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Satuan Tugas Pangan Kepolisian Republik Indonesia (Satgas Pangan Polri), serta Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung). Pelaku usaha yang tidak mematuhi ketentuan ini, dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler