Puan Maharani Matikan Mikrofon Beralasan Sudah Waktunya Sholat Zhuhur

Puan sudah tiga kali mematikan mikrofon anggota dewan saat memimpin rapat paripurna.

DPR RI
Ketua DPR Puan Maharani.
Rep: Erik PP/Haura Hafizhah Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR Puan Maharani lagi-lagi mematikan mikrofon saat anggota dewan yang ikut rapat paripurna di gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (24/5/2022), membacakan interupsi soal masalah lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Adalah anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR Amin AK yang menyampaikan pernyataan agar KUHP mengatur masalah LGBT.

"Penting untuk mengesahkan revisi KUHP yang di dalamnya mengatur tentang perumusan tindak pidana kesusilaan secara lengkap, integral, dan komprehensif meliputi perbuatan yang mengandung kekerasan seksual," kata Amin. Tiba-tiba saja, suara Amin tidak terdengar. Ternyata, mikrofon di depan tempat duduk Amin dimatikan oleh pimpinan rapat.

Baca Juga


Puan pun langsung memutuskan rapat paripurna berakhir. "Yang terhormat para anggota dewan yang kami muliakan dengan demikian selesailah rapat paripurna hari ini, selaku pimpinan rapat kami menyampaikan," kata Puan yang videonya viral di lini masa Twitter dikutip Republika di Jakarta, Jumat (27/5/2022).

"Masih dua menit pimpinan, terakhir penutup pimpinan," kata Amin mencoba menginterupsi.

Baca: Sukses Gelar IPU ke-144, Sekjen Martin Sebut Puan Simbol Kepemimpin Dunia

Puan terus mengabaikan interupsi tersebut. Dia beralasan dewan sudah rapat tiga jam dan itu pun sudah molor 30 menit. Sehingga, ia perlu menutup waktu agar para dewan bisa segera sholat Dzuhur. "Jam telah memasuki waktu sholat Dzuhur," kata putri Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri tersebut.

"Interupsi pimpinan," kata Amin yang tidak mau mengalah.

Puan pun memberikan kesempatan Amin untuk bicara satu menit. Namun, ia menawar meminta empat menit. Karena tidak mencapai kesepakatan, akhirnya Puan mengetok palu menutup rapat paripurna.

Dalam catatan Republika, langkah Puan mematikan mikrofon anggota dewan sudah berlangsung tiga kali. Kasus kedua menimpa anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR, Guspardi Gaus. Momen itu terjadi saat rapat paripurna di kompleks Senayan, Jakarta, Rabu (10/2/2021).

Baca: DPR Dorong Regulasi Harus Efektif Jamin Perlindungan terhadap Perempuan

Sidang yang dipimpin Puan, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, dan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin, itu tiba-tiba ada interupsi dari Guspardi. Dia mengajukan gugatan terkait penerbitan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri, yang membuat mikrofonnya mati. SKB tersebut mengatur enam keputusan utama pakaian seragam di sekolah negeri.

Guspardi tidak bisa menduga siapakah yang mematikan microphone saat ia sedang berbicara. "Kurang tahu awak (ketua atau wakil ketua yang mematikan mik). Jatah saya bicara lima menit, tapi kata orang yang memvideokan ini, belum lima menit, mik sudah mati, hee," kata Guspardi saat dikonfirmasi Republika, Jumat (12/2/2021).

Guspardi mengaku, protesnya didasarkan atas membela budaya jilbab di tanah Minang. Dalam video yang viral, Guspardi menyebut, keluarnya SKB Tiga Menteri sangat berlebihan dalam menyikapi kejadian di satu sekolah di Padang. Anggota Komisi II DPR tersebut pun menuding, SKB tersebut bertentangan dengan Pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945, di mana negara memberikan kebebasan untuk menjalankan agamanya.

Kasus mikrofon saat anggota dewan berbicara pertama kali terjadi pada medio November 2020. Ketua DPR Puan Maharani sengaja mematikan microphone anggota Benny K Harman yang protes saat rapat membahas RUU Cipta Kerja. Kala waki ketua umum DPP Partai Demokrat itu mengkritik penyusunan UU Omnibus Law, tiba-tiba saja suara Benny tidak terdengar lagi. Ternyata, mikrofone dimatikan oleh Puan.

Pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga mengkritik perilaku Puan yang gemar mematikan mikrofon kala anggotanya sedang berbicara. Bagi dia, kebiasaan Puan tersebut sangat tidak terpuji. Dia menganggap, Puan otoriter dan semena-mena kala memimpin rapat.

Dia mengingatkan Puan harus memfasilitasi jika memang ada anggota dewan yang menyampaikan pendapat. "Kiranya Puan harus menyadari dirinya bukan atasan dari anggota DPR RI. Karena itu, Puan tidak boleh mengkebiri hak konstitusi anggota DPR RI," kata Jamiluddin.

Baca: DPR Sesalkan Pernyataan Komisaris PT Pelni Soal Imigran Yaman di Indonesia

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler