Ngeri Ngeri Sedap Sampaikan Keresahan dan Kritik Sutradara Terhadap Budaya Batak
Sutradara terinspirasi mengulik budaya Batak setelah melihat film Cek Toko Sebelah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sutradara sekaligus penulis Ngeri Ngeri Sedap, Bene Dion Rajagukguk, mengatakan, ada banyak faktor yang melatarbelakangi adanya cerita filmnya. Salah satu yang utama, Bene ingin menyampaikan keresahan dan kritik terhadap budaya Batak.
"Ada banyak faktornya kalau mau diulik satu-satu, ada curhatan, kritik terhadap ke budaya, dukungan ke budaya, memberi warna ke film Indonesia, kata Bene dalam acara konferensi pers dan screening film Ngeri Ngeri Sedap di Epicentrum XXI, Jakarta Selatan, Rabu (25/5/2022).
Film berlatar keluarga ini merupakan wujud rasa iri terhadap karya Ernest Prakasa Cek Toko Sebelah (2016), yang merupakan film budaya berlatar keluarga China. Bene memiliki keinginan membuat film serupa dengan latar belakang budaya Batak, yang memiliki pemain Batak juga. Meski demikian, Bene mengakui bahwa agenda tersembunyi dari filmnya ini adalah untuk ayahnya.
Untuk pemilihan pemain, Bene mengatakan agak anomali dari film lainnya. Bene mengakui bahwa cerita Ngeri Ngeri Sedap dibuat untuk para pemain yang pernah bekerja sama dengannya dil proyek Comic 8 (2016).
"Dari awal itu dibikin untuk teman-teman ini. Setelah jadi, munculah kebutuhan karakter bapak dan ibu yang memiliki beban drama dan komedi, ini dua nama (Tika Panggabean dan Arswendy Bening Swara) yang ada proses pencarian," ujar Bene.
Proses syuting berlangsung selama 14 hari di tepi Danau Toba, tepatnya ada di Kabupaten Toba dan dan kabupaten Samosir, Sumatra Utara. Tak ada kesulitan selama proses syuting di rumah dan sekitarnya.
Kesulitan muncul ketika pengambilan gambar di Bukit Holbung Samosir. Untuk mencapai titik itu, kru dan pemain harus mendaki dua bukit.
"Medan yang lain relatif aman, hanya bukit itu yang butuh perjuangan,” kata Bene.
Terkait adanya budaya yang menjadi latar film Ngeri Ngeri Sedap, Bene mengatakan dirinya banyak melibatkan banyak pemain asli Batak yang lahir dan besar di Sumatra Utara. Dirinya juga menghubungi dan berkonsultasi dengan kenalannya yang mengerti budaya Batak.
"Saya tak bisa bilang ini detail-detailnya sesuai adat, tapi diperjungkan untuk semaksimal mungkin mengikuti tata adat yang ada. Tata adat setiap kampung detailnya juga beda-beda. Jadi, ini diusahakan dapat diterima mereka yang sangat mengerti adat," ujar Bene.
Selain menyampaikan keresahannya, Bene mengatakan, cerita ini banyak yang terkait dengan kisah hidup para pemain. Setelah jadi struktur ceritanya, dia mengajak banyak orang untuk mencari elemen yang memungkinkan untuk masuk dalam sinopsis, termasuk kisah para pemain. Dia juga mengajukan pertanyaan di media sosial Twitter tentang hal serupa.
"Harapannya, banyaknya keresahan yang dititipkan ini akhirnya beresoansi ke banyak orang dan akhirnya film ini sangat relate (terkait) dangan banyak orang," kata Bene.