BPS Catat Larangan Ekspor CPO Berdampak pada Deflasi Minyak Goreng
Komoditas minyak goreng selama Mei 2022 mengalami deflasi 1,06 persen.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, kebijakan larangan ekspor minyak sawit (CPO) dan turunannya sejak 28 April hingga 22 Mei 2022 berdampak pada deflasi harga minyak goreng. Komoditas minyak goreng selama Mei 2022 mengalami deflasi 1,06 persen.
"Kebijakan larangan yang dilakukan pemerintah berdampak kepada (penurunan) harga minyak goreng sehingga mengalami deflasi dan itu terbukti," kata Kepala BPS, Margo Yuwono dalam konferensi pers, Kamis (2/6/2022).
Margo mengatakan, komoditas minyak goreng secara umum, selama bulan Mei 2022 mengalami deflasi 1,06 persen dari bulan April atau month to month (mtm). Laju deflasi itu pun memberikan andil deflasi terhadap inflasi umum bulan lalu sebesar 0,01 persen mtm.
Adapun, rata-rata harga minyak goreng curah secara nasional selama Mei sebesar Rp 18.220 per kg turun dari bulan sebelumnya Rp 18.980 per kg. Sementara, minyak goreng kemasan sebesar Rp 23.360 per liter, naik dari bulan April yang sebesar Rp 22.830 per liter.
"Secara harga memang dipisah, tapi BPS dalam menghitung deflasi itu disatukan antar curah dan kemasan," katanya.
Seperti diketahui, pemerintah pada bulan lalu menyampaikan pencabutan larangan ekspor karena pasokan minyak goreng dalam negeri mulai melimpah dan diikuti dengan tren penurunan harga, terutama curah.
Meskipun, penurunan harga minyak goreng curah pun belum mencapai target sebesar Rp 14 ribu per liter.
Sebagai informasi, laju inflasi nasional selama bulan Mei 2022 sebesar 0,40 persen secara bulanan atau month to month (mtm). Inflasi terjadi karena adanya peningkatan indeks harga konsumen (IHK) dari 109,98 pada April menjadi 110,42 bulan mei.
Dengan laju inflasi mtm sebesar 0,4 persen, inflasi tahun kalender atau year to date (ytd) sebesar 2,56 persen. Adapun inflasi secara tahunan atau year on year (yoy) mencapai 3,55 persen.
"Inflasi tahunan 3,55 persen yoy ini merupakan yang tertinggi sejak Desember 2017," kata Margo.
Margo menjelaskan, kelompok pengeluaran yang mengalami inflasi tertinggi yakni makanan, minuman, dan tembakau sebesar 0,78 persen. Kelompok ini menyumbang inflasi sebesar 0,20 persen.
Lebih detail, komoditas yang paling menyumbang inflasi selama Mei yakni telur ayam ras sebesar 0,05 persen. "Dari pengamatan kita, ini disebabkan kenaikan harga pakan ayam dan tingginya permintaan karena adanya kenaikan harga telur ayam ras di berbagai kota," kata Margo.
Komoditas lain yang mendominasi inflasi yakni ikan segar sebesar 0,04 persen. Kenaikan harga ikan disebabkan oleh cuaca buruk sehingga para nelayan yang melaut tidak maksimal dalam memperoleh hasil ikan.
Adapun komoditas pangan terbesar ketiga adalah bawang merah dengan andil 0,04 persen. Margo menuturkan, itu lebih karena minimnya pasokan dari sentra produksi sekaligus belum pulihnya kegiatan distribusi pasca libur Idul Fitri pada Mei lalu.