Umat Hindu Tinggalkan Kashmir Usai Rangkaian Pembunuhan
Tiga umat Hindu telah dibunuh oleh milisi di Kashmir pada pekan ini.
REPUBLIKA.CO.ID, SRINAGAR -- Ratusan umat Hindu telah melarikan diri dari Kashmir yang dikelola India dan masih banyak lagi yang bersiap untuk pergi. Mereka melarikan diri setelah serentetan pembunuhan yang ditargetkan memicu ketegangan di wilayah Himalaya yang disengketakan.
"Sekitar 3.500 orang telah pergi dan lebih banyak lagi akan pergi dalam beberapa hari mendatang," kata Aktivis Pandit Kashmir Sanjay Tickoo dikutip dari The Guardian.
Sebanyak tiga umat Hindu telah dibunuh oleh milisi di Kashmir pekan ini saja, termasuk seorang guru dan pekerja migran. Peristiwa ini memicu protes massal dan eksodus terbesar umat Hindu dari wilayah mayoritas Muslim dalam dua dekade.
Banyak keluarga Hindu mengatakan, mereka sedang menunggu untuk mendapatkan sertifikat pelepasan bagi anak-anak dari sekolah. Setelah urusan itu selesai, kemudian mereka akan pergi sesegera mungkin.
"Ketakutan meningkat dengan setiap pembunuhan baru. Minoritas menghadapi situasi terburuk di Kashmir," kata Tickoo.
Sekitar 19 warga sipil telah meninggal dunia tahun ini dalam serangan yang ditargetkan di wilayah tersebut. Polisi menyalahkan kelompok milisi yang didukung Pakistan atas pembunuhan tersebut.
Kashmir telah menjadi wilayah yang disengketakan antara India dan Pakistan sejak kemerdekaan pada 1947. Sementara kedua negara menguasai wilayah itu sebagian, New Delhi dan Islamabad mengklaimnya secara keseluruhan dan sejak tahun 1980-an Kashmir yang dikuasai India telah diguncang oleh kekerasan dengan pemberontakan militan yang setia kepada Pakistan.
Setelah serangkaian serangan, umat Hindu mengatakan mereka diusir dari wilayah tersebut. Ini termasuk orang-orang Hindu Kashmir yang biasa disebut sebagai Pandit. Sebanyak 65.000 di antaranya pertama kali melarikan diri dari lembah dalam eksodus massal pada 1990-an, ketika pemberontakan pro-Pakistan pecah di wilayah tersebut dan mulai menjadi sasaran.
Pada 2010, beberapa ribu orang Hindu Kashmir telah kembali ke wilayah mayoritas Muslim, terpikat oleh kebijakan rehabilitasi pemerintah yang menyediakan lapangan kerja dan menjaga akomodasi bagi sekitar 4.000 orang. Namun dalam beberapa pekan terakhir, mereka yang kembali memprotes pembunuhan dan menuntut keamanan lebih.
Baca juga : Harga Minyak Dunia Melonjak Setelah Arab Saudi Naikkan Harga
"Kami berada dalam situasi seperti tahun 1990-an," kata Pyarai Lal yang tinggal di Sheikhpora Budgam, di salah satu dari tujuh fasilitas perumahan yang dijaga ketat yang disediakan untuk umat Hindu.
"Anak saya adalah seorang guru dan dia tidak menghadiri tugasnya selama dua minggu terakhir. Kami bahkan takut untuk meninggalkan rumah kami. Siapa yang tahu kapan seorang pria bersenjata akan menyerang?" katanya.
Lal pindah ke kota Jammu selatan pada 1987 bersama keluarganya dan kembali pada 2010 setelah pemerintah memberi putranya pekerjaan mengajar. Namun kini, dia dan keluarganya kembali bersiap untuk berangkat.
"Sepertinya situasinya akan semakin buruk dan kami akan segera berangkat ke Jammu,” kata Lal.
Pihak berwenang telah berjanji kepada karyawan akan ditempatkan di lokasi yang lebih aman. Polisi pun memastikan meningkatkan keamanan dengan mengintensifkan operasi kontra-pemberontakan, pengawasan, dan penggunaan drone.
Baca juga : India Hadapi Badai Diplomatik Akibat Pernyataan Politikus yang Hina Nabi Muhammad
Tapi banyak Pandit Kashmir menuduh pihak berwenang melarang mereka pergi dan menuduh bahwa polisi dan pasukan paramiliter telah dikerahkan di gerbang pemerintah yang menyediakan akomodasi untuk menghentikan mereka. "Sepertinya pemerintah sedang menunggu untuk membuat kita semua terbunuh. Atau mereka mencoba menunjukkan kenormalan palsu dengan menahan kami secara paksa di tempat di mana setiap menit tidak aman bagi kami," kata Rinku Bhat yang merupakan seorang Pandit Kashmir.