Kisah Pilu Warga Belanda Ketika Disekap Jepang: Ditusuk Besi Panas Hingga Terpaksa Jadi LGBT
Jepang ditahan semua warga Belanda, Inggris, dan Australia di kamp-kamp tahanan militer dan sipil.
KURUSETRA -- Salam Sedulur.. Kerajaan Belanda hanya mengakui kemerdekaan RI pada 27 Desember 1949 saat ditandatanganinya penyerahan kedaulatan sebagai hasil Konperensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, bukan 17 Agustus 1945 seperti yang kita proklamasikan. Namun sejak pendudukan Jepang di Indonesia (Maret 1942-Agustus 1945) dianggap pula sebagai berakhirnya penjajahan dari kolonial Belanda. Sekalipun Angkatan Perang Belanda NICA (Koninklijk Nederlands Indisch Lager) beberapa bulan setelah proklamasi datang ke Indonesia membonceng pasukan Sekutu, tapi harus menghadapi perlawanan fisik dari bangsa Indonesia.
Setelah kembali berhasil masuk ke Indonesia, Belanda mungkin mengira kekuasaannya masih akan langgeng. Karenanya pada 1948 ia membangun kota satelit, yaitu Kebayoran Baru.
BACA JUGA: Batavia Bau Busuk, Jenazah Orang-Orang Belanda Penuhi Kali Krukut
Wilayah di Jakarta Selatan ini kala itu masih merupakan sebuah kampung luar kota yang dihuni warga Betawi. Kini Kebayoran Baru telah padat penduduk dan berkembang sangat luar biasa dengan pusat pertokoan, mal, klab malam, dan berbagai ruang publik lainnya.
Baiklah kita kembali dulu ke masa pendudukan Jepang. Warga Belanda yang selama ratusan tahun mempunyai status sebagai warga negara kelas satu, benar-benar dalam keadaan menderita.
BACA JUGA: Berburu Janda Pejabat Belanda di Batavia, Orang Tionghoa Cari PSK di Mangga Besar
Warga Belanda yang jumlahnya kala itu cukup besar ini ditawan balatentara Dai Nippon. Kemudian bersama-sama tentara Inggris dan Australia disekap di kamp-kamp tahan militer dan sipil. Di antara warga Eropa hanya orang Jerman yang mendapat pengecualian karena bersama dengan Italia merupakan sekutu Jepang.
Menurut catatan, lebih 100 ribu tawanan perang warga Eropa di internir (ditawan) Jepang. Mereka ditempatkan di berbagai kamp di seluruh Indonesia. Banyak cerita mengerikan dan memilukan tentang nasib tawanan di kamp interniran.
Dengan semboyan "Untuk Kemakmuran Asia", Jepang bermaksud menghilangkan semua pengaruh Barat. Semua orang yang bukan Asia nasibnya akan berakhir dalam kamp-kamp tawanan perang dan sipil.
BACA JUGA: Germo Portugis Pasok Cabo ke Batavia, Banyak Pejabat Belanda Jadi Pelanggannya
Ada yang menarik di kamp tawanan ini. Laki-laki dan perempuan dipisahkan guna mencegah terjadinya hubungan seksual. ”Akibatnya terjadi hubungan homoseksual dan lesbian di kamp-kamp,” tulis Joost Cote dalam Recalling the Indies.
Bahkan hubungan seksual antara penjaga kamp Jepang dan tahanan perempuan pun terjadi. Seorang tahanan wanita menulis, ”Saya tidak akan lupa apa yang mereka lakukan pada bapak saya. Kempetei (polisi militer Jepang) menahan dia bersama kakak saya. Kakak saya harus duduk di depan bapak dan harus menyaksikan bapak ditusuk dengan tongkat merah membara yang dibungkus batok kelapa yang dibakar. Kemudian dicap di muka bapak dalam waktu yang lama.” Masih banyak lagi kisah-kisah menyedihkan dalam kamp-kamp tahanan perang dan sipil Jepang.
BACA JUGA: Minta Apa Pun akan Aku Beri, Gombalan Purba untuk Para Wanita
Di Jakarta terdapat belasan tempat yang oleh Jepang dijadikan sebagai kamp tawanan perang dan sipil. Seperti tempat penampungan kuli-kuli kontrak di Sluiweg (kini Matraman) yang berisi tak kurang dari tiga ribu tawanan laki-laki Belanda dari berbagai tempat di Batavia.
Jumlahnya makin membengkak ketika September 1944 ditempatkan pula para wanita dan anak-anak. Ketika September 1945, setelah Jepang bertekuk lutut, tentara sekutu menemukan 1.900 tawanan Belanda dalam keadaan menyedihkan.
Di Bukitduri yang kini menjadi kompleks pertokoan di Jatinegara, juga dijadikan tempat tawanan pria Belanda dan Eropa. Di Jl Jagamonyet (kini Jl Suryopranoto) bekas markas KNIL pun sempat dijadikan tempat tawanan perang KNIL asal Maluku. Sedangkan, di penjara Glodok (kini pertokoan Harco) jadi kamp tawanan pertama orang Eropa.
Tawanan perang yang dipenjara di kamp ini berjumlah 1.500 orang yang kebanyakan serdadu Inggris dan Australia. Rumah Sakit Jiwa di Grogol, Jakarta Barat, menjadi kamp tawanan 1.400 orang Belanda. Sementara di kamp pengungsi Koja, Tanjung Priok, mendekam 800 tahanan Inggris yang didatangkan dari Bandung. Demikian pula di Kampung Makassar dan puluhan tempat lainnya yang tersebar di Jakarta.
BACA JUGA: Atalia Istri Ridwan Kamil: Kamu di Mana Ril? Sini Pulang
Jauh di masa sebelumnya hubungan Belanda dan Jepang memiliki sejarah yang kompleks. Pada 1899 penduduk Jepang di Hindia Belanda memperoleh kedudukan hukum yang sama dengan orang Eropa. Warga Jepang menjadi satu-satunya kelompok non-Eropa yang statusnya disamakan dengan warga Eropa sebagai hasil Perjanjian Dagang 1896.
Sekitar tahun 1900 terdapat sekitar 500 orang Jepang di Hindia Belanda yang mayoritas wanita penghibur. Pada awal masa VOC juga banyak penghibur dari Pulau Dasima (Jepang). Bahkan, Gubernur Jenderal Jacques Specx (1629-1632) pengganti JP Coen memiliki seorang putri bernama Sara, hasil dari kumpul kebo-nya dengan wanita Jepang.
BACA JUGA: Jenderal Soedirman: Sungguh Berat Jadi Kader Muhammadiyah, Ragu dan Bimbang Lebih Baik Pulang
Pada 1940 menjelang Perang Dunia II jumlah orang Jepang meningkat pesat menjadi 8.000 orang. Mereka umumnya hidup secara tertutup. Konon banyak yang jadi mata-mata untuk negaranya yang memudahkan penguasa Jepang memperoleh kemenangan pesat ketika menyerbu Hindia Belanda.
Pada awal Perang Dunia II Belanda masih bersikap netral terhadap Jepang. Baru Juli 1941 pemerintah Hindia Belanda menanggalkan sikap netralnya dengan berpihak pada AS (Sekutu) seiring pelaksanaan embargo atas ekspor ke Jepang setelah invasi Jepang ke Indochina Selatan.
Pada Januari 1942 balatengara Dai Nippon dengan semangat bushido-nya mulai menyerang Hindia Belanda. Hanya dalam tempo dua bulan (8 Maret 1942) Angkatan Perang Belanda (KNIL) bertekuk lutut.
BACA BERITA MENARIK LAINNYA:
> Banyak Pria Jakarta Sakit Raja Singa Gara-Gara Wisata "Petik Mangga"
> Humor Gus Dur: Orang Jepang Sombong Mati Kutu di Depan Sopir Taksi
> Rektor ITK Singgung Manusia Gurun, Teringat Humor Gus Dur Tentang Unta Hewan Gurun yang Pendendam
> Kiai Tampar Anggota Banser: Kiai Gak Dijaga Malah Gereja yang Dijaga!
> Kata Siapa Muhammadiyah tidak Punya Habib, KH Ahmad Dahlan Itu Keturunan Rasulullah
> Pak AR Salah Masuk Masjid, Diundang Ceramah Muhammadiyah Malah Jadi Imam Tarawih di Masjid NU
> Humor Gus Dur: Yang Bilang NU dan Muhammadiyah Berjauhan Hanya Cari Perkara, Yang Dipelajari Sama
> Humor Cak Nun: Soal Rokok Muhammadiyah Terbelah Jadi Dua Mahzab
> Humor Ramadhan: Puasa Ikut NU yang Belakangan, Lebaran Ikut Muhammadiyah yang Duluan
> Muhammadiyah Tarawih 11 Rakaat, Pakai Formasi 4-4-3 atau 2-2-2-2-2-1?
.
Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.