Pascapandemi Covid-19, Investasi di Kota Cirebon Meningkat
DPMPTSP memiliki tim investasi yang memberi bimbingan teknis tata cara pembuatan LKPM
REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Investasi di Kota Cirebon kini mengalami peningkatan setelah sebelumnya dihantam pandemi Covid-19. Pemerintah daerah setempat pun terus berupaya untuk meningkatkan investasi.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Cirebon, Sosroharsono, menjelaskan, semakin membaiknya iklim investasi di Kota Cirebon mulai terlihat sejak 2021. Bahkan, capaian investasi pada 2021 lalu mampu melebihi target.
Pada 2021, kata Sosro, target investasi yang masuk mencapai Rp 1,8 triliun. Dari target itu, terealisasi Rp 2,1 triliun. Sedangkan pada 2020, hanya terealisasi Rp 454 miliar dari target Rp 500 miliar.
"Untuk tahun 2022 ini, sejak Januari hingga Maret, jumlah investor terus bertambah," ujar Sosro, Selasa (14/6).
Sosro menyebutkan, pada Januari 2022, jumlah investor yang masuk sebanyak 227 investor. Jumlah itu terus mengalami peningkatan pada bulan-bulan berikutnya.
Pada Februari, tercatat ada 838 investor. Bahkan pada Maret, ada 1.342 investor yang masuk.
Bertambahnya investor, lanjut Sosro, membuat nilai investasi juga ikut naik. Pada Januari 2022, nilai investasi yang masuk lebih dari Rp 196 miliar, Februari 2022 melebihi Rp 365 miliar dan Maret 2022 mencapai Rp 358 miliar.
"Data tersebut diambil melalui sistem Online Single Submission (OSS) pada 5 April 2022. Karena semua data sudah terpusat di tingkat pemerintah pusat," kata dia.
Sosro menambahkan, seluruh investasi yang masuk itu terbagi atas empat jenis investasi. Yakni, investasi resiko rendah, resiko menengah rendah, resiko menengah tinggi dan resiko tinggi.
Investasi resiko rendah, menjadi yang paling banyak meningkat. Di antaranya, toko kelontong dan UMKM.
"Kalau investasi resiko menengah rendah itu investasi yang membutuhkan keahlian, misalnya bengkel," tutur Sosro.
Untuk investasi resiko menengah tinggi, lanjut Sosro, harus mendapatkan pengawasan dari dinas teknis. Contohnya, penjualan alat kesehatan.
Sedangkan untuk investasi resiko tinggi, memiliki kesamaan dengan menengah karena perlu pengawasan dari dinas teknis. Contohnya seperti industri, apotek, hotel hingga mal.
Mengenai pencatatan investasi, tambah Sosro, setiap pelaku usaha membuat laporan kegiatan penanaman modal (LKPM). Laporan itu disampaikan secara berjenjang kepada pemerintah daerah.
"Untuk investasi rendah, pelaku usaha menyampaikan LKPM setiap enam bulan. Sedangkan resiko menengah rendah sampai tinggi, laporan disampaikan setiap tiga bulan," kata Sosro.
Untuk meningkatkan nilai investasi, DPMPTSP telah memiliki tim investasi yang berkeliling ke setiap pelaku usaha guna memberi bimbingan teknis tata cara pembuatan LKPM.
"Kita lakukan itu, karena selama ini banyak pelaku usaha yang membuat LKPM menggunakan jasa konsultan yang terikat kontrak. Setelah kontrak habis, pelaku usaha tidak bisa menyusun LKPM. Makanya kita bimbing," ujar Sosro.
Upaya lain untuk meningkatkan investasi, sambung Sosro, pemerintah daerah mengikuti pameran investasi. Pihaknya menilai, ada empat kawasan yang memiliki potensi besar. Yakni, kawasan Kesenden, Kejawanan, Pelabuhan dan Argasunya.
"Rencananya kami ikut pameran investasi di Blitar bulan ini," tandas Sosro.