ITAGI: DBD Banyak Serang Anak Kecil dan Remaja, Kenali 3 Fase Penyakitnya

DBD paling banyak menyerang anak di bawah usia sembilan tahun.

ANTARA/Reno Esnir
Petugas melakukan pengasapan (fogging) untuk memberantas nyamuk Aedes Aegypti penyebab demam berdarah dengue di permukiman warga di kawasan Puri Mutiara Raya, Cilandak Barat, Jakarta, Selasa (22/2/2022). Kasus demam berdarah dengue (DBD) paling sering terjadi pada usia anak dan remaja.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) mengungkapkan kelompok yang paling banyak terserang Demam berdarah dengue (DBD). Penyakit akibat infeksi virus dengue itu paling banyak menyerang anak kecil dan remaja.

Baca Juga


"Kasus-kasus kita banyak yang di bawah sembilan tahun," ujar Ketua ITAGI Prof Sri Rezeki Hadinegoro dalam "Peringatan Asean Dengue Day (ADD) 2022" yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu (15/6/2022).

Prof Sri mengemukakan, dari hasil penelitian terhadap 1.800 anak umur satu hingga 18 tahun di 14 provinsi tampak 25 persen anak umur satu tahun di antaranya sudah pernah terkena dengue. Lalu, pada anak umur lima tahun 50 persen dan umur 18 tahun mencapai 90 persen.

"Berarti ini sangat endemis, kita katakan hyper endemis," ucapnya.

Oleh karena itu, menurut Prof Sri, meningkatkan kesadaran dan pemahaman di masyarakat tentang bahaya dan pencegahan DBD penting. Sebab, dalam suatu penyakit yang ada berhubungan dengan transmisi dari luar bukan manusia ini, pencegahannya menjadi sulit sekali.

"Bersama-sama kita harus mengurangi kontak nyamuk ini pada manusia," kata dia.

Tiga fase

Prof Sri memaparkan terdapat tiga fase jika seseorang terserang virus dengue, yakni fase demam, kritis, dan penyembuhan. Ia mengatakan pada fase demam, seseorang akan mengalami demam tinggi secara tiba-tiba satu sampai tiga hari disertai gejala lain seperti mual dan muntah.

"Kalau kita tidak atasi maka dapat masuk ke dalam fase kritis," ujar Prof Sri.

Pada fase kritis, menurut Prof  Sri, menyebabkan seseorang mengalami kebocoran pada plasma, tekanan darah turun sehingga menyebabkan shock. Penderita juga dapat mengalami penggumpalan cairan di rongga perut dan pendarahan.

"Jadi fase kritis ini kalau bisa jangan sampai terjadi, jadi kita putuskan fase demam, jangan sampai fase kritis," tuturnya.

Pada fase penyembuhan, Prof Sri menjelaskan, pasien sudah mulai sadar. Denyut jantung pasien membaik dan virus sudah mulai menghilang.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler