WHO Hapus Perbedaan Negara Endemik dan Nonendemik dalam Kasus Cacar Monyet

Kasus dan dugaan kasus cacar monyet kini tersebar di 42 negara, mayoritas di Eropa.

Foto yang dipasok CDC pada 1997 menunjukkan salah satu kasus cacar monyet di Republik Demokratik Kongo.  Ilmuwan masih belum mengerti penyebab kian banyaknya kasus cacar monyet terdeteksi di Eropa dan Amerika Utara pada 2022. Penyakit ini awalnya banyak ditemukan di Afrika, namun belakangan menyebar ke 42 negara, mayoritas Eropa.
CDC via AP
Foto yang dipasok CDC pada 1997 menunjukkan salah satu kasus cacar monyet di Republik Demokratik Kongo. Ilmuwan masih belum mengerti penyebab kian banyaknya kasus cacar monyet terdeteksi di Eropa dan Amerika Utara pada 2022. Penyakit ini awalnya banyak ditemukan di Afrika, namun belakangan menyebar ke 42 negara, mayoritas Eropa.
Rep: Kamran Dikarma Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memutuskan menghapus perbedaan antara negara endemik dan nonendemik dalam kasus cacar monyet. Hal itu guna mengintegralkan respons terhadap penyebaran penyakit tersebut.

"Kami menghapus perbedaan antara negara-negara endemik dan nonendemik, melaporkan negara-negara bersama jika memungkinkan, untuk mencerminkan tanggapan terpadu yang diperlukan," kata WHO dalam pembaruan situasi wabah cacar monyet tertanggal 17 Juni, tapi dikirim ke media pada Sabtu (18/6/2022).

Menurut WHO, antara 1 Januari hingga 15 Juni lalu, 2.103 kasus terkonfirmasi, dugaan kasus, dan satu kematian telah dilaporkan kepada mereka. Kasus dan dugaan kasus itu tersebar di 42 negara, mayoritas Eropa. WHO yakin jumlah kasus sebenarnya kemungkinan lebih tinggi.

Pada 23 Juni mendatang, WHO diagendakan menggelar pertemuan darurat. Mereka akan menentukan apakah penyebaran cacar monyet harus diklasifikasikan sebagai darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional. Klasifikasi semacam itu merupakan peringatan tertinggi yang dapat didengungkan WHO.

Pekan ini, WHO mengumumkan akan mengganti nama penyakit cacar monyet dengan istilah baru. Hal itu diumumkan di tengah kekhawatiran atas stigma dan rasialisme di sekitar nama penyakit tersebut dan virus penyebabnya.

"(WHO) bekerja dengan para mitra dan pakar dari seluruh dunia untuk mengubah nama virus penyebab cacar monyet, clades, serta penyakit yang ditimbulkannya," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus pada Selasa (14/6/2022) lalu.

Baca Juga


Ghebreyesus mengungkapkan, WHO akan mengumumkan daftar nama baru untuk virus dan penyakit cacar monyet sesegera mungkin. Pengumuman itu muncul kurang dari sepekan setelah lebih dari 30 ilmuwan internasional menulis dalam sebuah makalah bahwa ada kebutuhan mendesak untuk "nomenklatur non-diskriminatif dan non-stigma" bagi virus cacar monyet.

Saat ini, WHO mencantumkan dua jenis clades (virus penyebab cacar monyet) di situs webnya, yakni clade Afrika Barat dan clade Kongo Basin (Afrika Tengah). Dalam makalahnya, para ilmuwan internasional mengatakan, seperti banyak label geografis sebelumnya tentang penyakit menular berdasarkan lokasi pendeteksian pertama dan hal itu bisa menyesatkan dan tidak akurat.

Asal usul cacar monyet. - (Republika)


Dalam proposal mereka, para ilmuwan mengusulkan klasifikasi baru cacar monyet yang selaras dengan praktik terbaik dalam penamaan penyakit menular. Tujuannya agar "meminimalkan dampak negatif yang tidak perlu pada negara, wilayah geografis, ekonomi, dan manusia, serta mempertimbangkan evolusi dan penyebaran virus".

sumber : AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler