Pengamat: Upaya Penurunan Prevalensi Perokok Butuh Regulasi yang Transparan dan Akuntabel
Menurut dia, regulasi itu penting karena dapat berimplikasi dalam berbagai aspek.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Satria Aji Imawan mengatakan, masyarakat membutuhkan regulasi yang transparan dan akuntabel, terkait produk tembakau alternatif demi menurunkan prevalensi perokok Indonesia yang tinggi.
Seperti dilansir dari Antara, Senin (20/6/2022), menurut dia, produk tembakau alternatif memerlukan regulasi yang jelas guna membedakan pengaturannya dengan produk tembakau konvensional, atau rokok. Dalam proses perumusannya, diperlukan riset sebagai dasar pembuatan regulasi.
“Riset ini idealnya dibuat oleh lembaga kredibel yang dipercaya masyarakat, mengingat pentingnya regulasi produk tembakau alternatif. Transparansi dan akuntabilitas bersifat krusial dalam perumusan riset sebagai basis regulasi,” ujar Satria.
Menurut dia, regulasi itu penting karena dapat berimplikasi dalam berbagai aspek. “Karena itu adalah dampak yang utama bagi kesehatan dan ekonomi. Itu aspek transparansi,” ujarnya.
Dari sisi akuntabilitas, sebuah regulasi harus dibuat berdasarkan fakta atau hasil riset yang bisa dipercaya dan dilakukan secara metodologis serta tidak problematik.
Selain memenuhi kedua elemen tersebut, Satria mengatakan, sebuah regulasi juga harus melibatkan publik dalam proses pembuatannya. Selain itu, naskah akademik juga dapat dipresentasikan dalam format infografis agar masyarakat mudah memahaminya.
“Jadi sebelum didebatkan begitu, publik harus menerima jaring pendapat dari perumus kebijakan yang terlibat dalam pembuatan regulasi ini,” ujar dia.
Lebih lanjut, Satria mengatakan, kehadiran regulasi ini juga harus diimbangi dengan kampanye bersifat persuasif yang disebarkan seluas-luasnya.
Misalnya, kampanye mengenai risiko merokok yang bisa dimanfaatkan agar perokok dewasa dapat beralih dari rokok secara perlahan. Itu karena, selain menjadi kebutuhan bagi para konsumen, rokok sudah menjadi bagian dari budaya dan gaya hidup di kalangan sejumlah masyarakat.
Langkah-langkah tersebut harus dikawal pula dengan survei berkala demi mencapai tujuan menurunkan prevalensi perokok di Indonesia. Badan Pusat Statistik mencatat, prevalensi perokok di Indonesia mencapai 28,96 persen pada 2021.
Menurut Satria, langkah-langkah persuasif melalui diseminasi informasi yang benar dan sesuai fakta sebenarnya sudah cukup berhasil di kota-kota besar, perubahan gaya hidup sudah mulai terlihat dengan adanya peralihan konsumsi rokok ke produk tembakau alternatif di kalangan perokok dewasa.
Ahli Bedah Onkologi dari Spanyol Fernando Fernandez Bueno menyebutkan, saat ini semakin banyak pakar kesehatan masyarakat yang mendukung pemanfaatan produk tembakau alternatif di kalangan perokok dewasa. Ini demi mengurangi risiko akibat merokok.
Namun, mereka juga khawatir lantaran banyaknya negara-negara yang mengabaikan bukti-bukti ilmiah yang terus bertambah terkait produk tembakau alternatif dan potensinya sebagai alternatif.
“Oleh karena itu, kita harus terus menyampaikan dan meyakinkan masyarakat, termasuk para pembuat kebijakan bahwa dalam jangka panjang, produk tembakau alternatif mampu membantu mengurangi risiko akibat tembakau,” ujar Bueno.