Inflasi dan Resesi Dominasi Prospek, Angkat Risiko Kecelakaan Keuangan

Kenaikan harga mendominasi pasar, mendorong bank sentral naikkan suku bunga.

AP/David L. Nemec/New York Stock Exchange
Dalam foto ini disediakan oleh New York Stock Exchange, pedagang Ben Tuchman, kanan, bekerja di lantai, Selasa, 15 Februari 2022. Perusahaan investasi AS PIMCO mengatakan fokus bank-bank sentral dalam memerangi inflasi yang terus-menerus tinggi dapat menyebabkan resesi selama dua tahun ke depan.
Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Perusahaan investasi AS PIMCO mengatakan fokus bank-bank sentral dalam memerangi inflasi yang terus-menerus tinggi dapat menyebabkan resesi selama dua tahun ke depan. Ini juga akan meningkatkan risiko "kecelakaan keuangan".

Baca Juga


Kenaikan harga-harga telah mendominasi pasar keuangan global tahun ini, mendorong bank-bank sentral untuk menaikkan suku bunga guna menahan permintaan. Tetapi ketidakpastian seputar langkah kebijakan moneter yang lebih ketat dan konsekuensinya bagi ekonomi global telah menyebabkan volatilitas yang tinggi di pasar.

Ketidakstabilan geopolitik yang disebabkan oleh perang di Ukraina juga berkontribusi pada perubahan harga yang liar di seluruh obligasi dan saham, sementara memperburuk inflasi dengan mendorong biaya komoditas seperti minyak dan gas.

"Kami melihat peningkatan risiko resesi selama dua tahun ke depan," kata PIMCO dalam sebuah laporan pada Rabu (22/6/2022), dengan mengacu pada AS dan negara maju lainnya.

Kemungkinan kontraksi ekonomi disebabkan oleh berbagai risiko termasuk inflasi yang masih tinggi dan potensi gejolak geopolitik yang lebih besar. Ini juga mencerminkan "fokus intens bank-bank sentral untuk memerangi inflasi terlebih dahulu, yang meningkatkan risiko kecelakaan keuangan di atas pengetatan tajam kondisi keuangan yang sudah terlihat," kata PIMCO.

Perebutan oleh bank-bank sentral untuk mengendalikan inflasi telah menghancurkan investor obligasi tahun ini. Imbal hasil obligasi pemerintah AS, yang bergerak berlawanan dengan harga, telah meningkat tajam dalam apa yang merupakan awal terburuk tahun ini dalam sejarah pasar obligasi.

 

Karena kekhawatiran inflasi, respons moneter dan fiskal terhadap resesi, jika dan ketika itu tiba, bisa lebih tenang dan lebih lambat daripada siklus sebelumnya, kata PIMCO. "Jadi, sementara karena banyak alasan pandangan kami adalah bahwa resesi berikutnya tidak mungkin sedalam Resesi Hebat tahun 2008 atau penghentian mendadak COVID 2020, itu mungkin lebih lama," katanya, dan pemulihan lebih lamban.

PIMCO, salah satu investor pendapatan tetap terbesar di dunia, mengatakan investor harus membangun ketahanan dalam portofolio mereka dalam menghadapi meningkatnya ketidakpastian, dengan produk tertentu seperti Treasury Inflation-Protected Securities (TIPS) yang menawarkan perlindungan.

Ia juga mengatakan akan mendukung utang perusahaan berkualitas ztinggi karena potensi default atau gagal bayar perusahaan yang lebih tinggi dalam resesi yang ditandai dengan dukungan moneter dan fiskal yang lebih rendah.

 

"Bank-bank sentral yang fokus pada inflasi dan pemerintah yang fokus pada keamanan nasional dan pertimbangan keamanan lingkungan kemungkinan akan cenderung tidak mendukung perusahaan-perusahaan di luar sektor yang dianggap penting untuk mengejar ketahanan yang ditargetkan," katanya.  

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler