Kelompok Advokasi Muslim Australia Adukan Twitter ke Komisi HAM Queensland

Twitter menolak menghapus komentar islamofobia.

AP Photo/Matt Rourke
Logo Twitter. Kelompok Advokasi Muslim Australia Adukan Twitter ke Komisi HAM Queensland
Rep: Flori Sidebang Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan Advokasi Muslim Australia (AMAN) mengajukan pengaduan terhadap Twitter ke Komisi Hak Asasi Manusia Queensland, Jumat (24/6/2022). Tindakan ini diambil lantaran AMAN menuding Twitter bertanggung jawab atas kelompok konspirasi sayap kanan yang mengunggah serangkaian komentar Islamofobia tentang Muslim sebagai 'ancaman eksistensial' bagi dunia.

Dilansir dari SBS News, Senin (26/6/2022), AMAN mengatakan, keyakinan ini diambil dari teori-teori yang menghasut serangan teroris di masjid Christchurch 2019 yang merenggut nyawa 51 orang, dan serangan teroris di Oslo pada 2011 yang menewaskan 77 orang.

Tidak hanya itu, komentar lain yang diunggah juga termasuk 'Islam berarti perang', motivasi untuk 'melarang Islam selamanya', menyamakan agama dengan kanker yang menyebar dan membunuh tubuh. Ada juga komentar yang mengklaim semua Muslim adalah teroris, kecuali tindakan drastis diambil.

"Ini semua narasi yang sama yang telah kita lihat dalam manifesto teroris dan itu disebarkan melalui operasi disinformasi ini," kata penasihat hukum AMAN Rita Jabri Markwell, Senin.

Adapun ini merupakan kedua kalinya AMAN mengajukan pengaduan di Queensland, dengan mantan Senator Fraser Anning yang diperintahkan oleh Pengadilan Sipil dan Administratif Queensland untuk menghapus 141 postingan kebencian pada 2021 setelah mengunggah konten yang dianggap menghasut kebencian. Dari jumlah tersebut, 55 diantaranya dipublikasikan di Twitter dan tidak akan dihapus sampai ada perintah hukum yang dibuat.

AMAN menuturkan, dalam tiga kesempatan pada 2021, mereka melaporkan sebanyak 419 konten yang diterbitkan oleh akun-akun tertentu yang menghasut kebencian, ejekan parah, atau penghinaan serius terhadap komunitas Muslim. Pada Juli 2021, Twitter pun mengonfirmasi kepada kelompok tersebut bahwa pihaknya tidak akan menghapus akun atau komentar yang dilaporkan, dan akun itu dianggap konsisten dengan kebijakan Twitter.

Untuk diketahui, Kebijakan Perilaku Kebencian Twitter menyatakan para pengguna tidak boleh mempromosikan kekerasan terhadap atau secara langsung menyerang atau mengancam orang lain atas dasar afiliasi agama. "Kami berkomitmen memerangi pelecehan yang dimotivasi oleh kebencian, prasangka atau intoleransi, terutama pelecehan yang berusaha membungkam suara mereka yang secara historis terpinggirkan," demikian bunyi kebijakan tersebut.

Baca Juga


Meski demikian, AMAN menilai, pedoman komunitas Twitter itu tidak sesuai dengan hak asasi manusia yang diberikan kepada warga Australia yang diatur dalam bagian 124A dari Undang-Undang Anti-Diskriminasi Negara Bagian. Jabri Markwell mengatakan, kesenjangan menempatkan beban yang tidak adil pada komunitas yang terpinggirkan untuk menuntut keadilan atas hak-hak mereka.

"Ini menempatkan beban yang sangat berbahaya di pundak komunitas dan kami berpendapat bahwa kerugian diciptakan oleh produk mereka, platform mereka. Mereka harus bertanggung jawab untuk memperbaikinya," ujar Markwell.

Menurut Markwell, menyakitkan bagi Muslim Australia untuk mencari jalan lain ketika secara otomatis harusnya perlindungan diberikan kepada mereka melalui undang-undang yang berlaku, seperti Undang-Undang Keamanan Online.

"Sangat kejam bagi Twitter untuk meminta orang-orang yang menjadi sasaran kebencian menjadi orang-orang yang harus membacanya dan mengumpulkan bukti untuk meminta tindakan yang akan diambil," jelas dia.

AMAN pun meminta pertemuan dengan Menteri Komunikasi yang baru, Michelle Rowland, untuk mendorong fitnah dimasukkan dalam Undang-Undang Keamanan Online. Sementara itu, Twitter belum memberikan tanggapan atas aduan dari AMAN tersebut.

Sejalan dengan keputusan penting Pengadilan Tinggi tahun lalu, perusahaan media sosial bertanggungjawab sebagai penerbit untuk konten yang diunggah oleh pihak ketiga di platform mereka. Awal bulan ini, Pengadilan Federal memerintahkan Google untuk membayar 715 ribu dolar Australia kepada mantan Wakil Perdana Menteri New South Wales John Barilaro karena gagal menghapus konten yang memfitnah tentang dirinya di YouTube.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler