Unisba Kerja Sama dengan BHRD dan Kemenag Jabar Lakukan Ru’yatul Hilal
Pengamatan hilal bukan satu-satunya metode untuk menentukan awal bulan Hijriah.
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Untuk menyambut Idul Adha 10 Dzulhijjah 1443 H, Fakultas Syariah (Fasya) Unisba bekerja sama dengan Badan Hisab dan Rukyat Daerah (BHRD) dan Kementrian Agama (Kemenag) Provinsi Jawa Barat melakukan Ru’yatul Hilal dalam penentuan 1 Dzulhijjah 1443 H.
Pengamatan ini dilaksanakan di Observatorium Albiruni Fasya Unisba yang terletak di Rooftop Gedung Fakultas Kedokteran Unisba, Rabu petang (29/6). Beberapa pihak turut terlibat dalam pengamatan hilal yaitu Civitas Akademika Unisba, perwakilan Kemenag, BHRD Prov Jawa Barat, BHR Kota Bandung, BHR Kota Cimahi, Ormas Islam, Siswa, Santri, dan lainnya.
Menurut Ketua Tim BHRD Jabar Prof Dr H Encup Supriatna MSi, hasil dari pengamatan ini menunjukkan bahwa hilal tidak tampak terlihat. Menurutnya, faktor yang mempengaruhi adalah kondisi cuaca berawan dan gelap, serta posisi berada di bawah 2 derajat sehingga hilal sulit terlihat dengan baik.
Namun, kata dia, pengamatan hilal bukan satu-satunya metode untuk menentukan awal bulan Hijriah. Akan tetapi, ada juga yang sudah menetapkan 1 Dzulhijjah 1443 H dengan metode lain.
Sementara menurut Ketua Pelaksana Ru’yat Hilal Awal Dzulhijjah 1443 H Encep Abdul Rojak SHI MSy, kegiatan ini berstatus resmi terdaftar sebagai titik pengamatan hilal. Hasil pengamatannya akan dilaporkan kepada Kepada Kemenag Republik Indonesia sebagai bahan untuk Itsbat Awal Dzulhijjah 1443 H.
“Keputusan awal bulan Dzulhijjah 1443 H akan menunggu pengumuman resmi dari Pemerintah c.q Kemenag,” kata Encep yang juga Dosen Hukum Keluarga Islam ini.
Menurutnya, ijtimak atau konjungsi terjadi pada Rabu, 29 Juni 2022, Pukul 08.20 WIB. “Konjungsi berarti posisi bumi, bulan, dan matahari berada pada satu garis astronomis. Sejak terjadinya konjungsi sampai dengan waktu pengamatan disebut Umur bulan/hilal sekitar 9 jam 29 menit,” katanya.
Pengamatan hilal ini, kata Encep, akan dimulai saat matahari terbenam yaitu pukul 17.45 WIB. Lama pengamatan hilal dilakukan selama 10 menit, karena bulan akan terbenam pada pukul 17.55 WIB.
Posisi bulan/hilal, kata dia, berada pada Azimuth 297˚17’02”. Sedangkan posisi Matahari berada pada azimuth 293˚10’03”. Nilai ini dihitung dari titik Utara sejati ke arah Timur-Selatan-Barat melalui lingkaran horizon atau ufuk sampai dengan proyeksi bulan dan matahari di ufuk searah dengan perputaran jarum jam.
"Berdasarkan data ini, bulan atau hilal berada di sebelah Utara/Kanan Matahari dengan selisih +4˚06’59”,” katanya.
Encep mengatakan, pada awal pengamatan hilal, tinggi hilal +1˚52’42”, selanjutnya secara berurutan pukul 17.50 WIB (+0˚51’44”). Tinggi hilal ini dihitung dari ufuk secara vertikal sampai dengan posisi bulannya. Jarak sudut lengkung bulan dari matahari yang disebut Elongasi berada pada nilai +4˚46’34”.
Encep menjelaskan, pengamatan ini menggunakan Teropong Digital Computerize tiga buah & Teropong manual dua buah, serta dilakukan secara manual dan digital.
Pengamatan digital, kata dia, menggunakan teropong Cem60 merk iOptron yang terpasang di dalam doom. Dibantu juga dengan kamera CCD BW yang menghubungkan teropong dengan laptop.
Untuk membuka kamera tersebut digunakan software Sharpcap yang berfungsi untuk memonitor tangkapan hilal/matahari pada teropong. Melalui software ini pun digunakan untuk mendokumentasikan hilal dalam bentuk foto atau video.
"Apabila hasilnya tidak diketahui secara jelas objeknya / hilalnya, maka akan dilakukan olah citra hilal dengan software lainnya seperti iris atau siril. Keduanya merupakan software astronomi yang berfungsi untuk mengolah citra hilal agar terlihat kontras. Semuanya ini dilakukan oleh tim Observatorium Albiruni Fasya Unisba,” paparnya.
Teropong utama dalam pengamatan hilal, kata Encep, akan disambungkan melalui media TV untuk menampilkan tangkapan teropong. Sehingga setiap orang yang hadir memiliki kesempatan yang sama untuk melihat hilal.