Ukraina Putuskan Hubungan Diplomatik dengan Suriah
Suriah mengakui kemerdekaan Republik Rakyat Luhansk dan Republik Rakyat Donetsk
REPUBLIKA.CO.ID, KIEV – Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky telah mengumumkan pemutusan hubungan diplomatik dengan Suriah. Langkah itu diambil setelah Damaskus mengikuti jejak Rusia dalam mengakui kemerdekaan Republik Rakyat Luhansk dan Republik Rakyat Donetsk.
“Tidak akan ada lagi hubungan antara Ukraina dan Suriah,” kata Zelensky dalam sebuah video di akun Telegram-nya, seraya menambahkan bahwa sanksi terhadap Suriah akan lebih besar, Rabu (29/6/2022).
Zelensky menggambarkan langkah Suriah sebagai “cerita tak bernilai”. Pada Rabu lalu, Suriah mengakui kemerdekaan Republik Rakyat Luhansk dan Republik Rakyat Donetsk yang sebelumnya tergabung dengan Ukraina. Suriah menjadi negara kedua setelah Rusia yang memberi pengakuan tersebut.
"Republik Arab Suriah telah memutuskan untuk mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Republik Rakyat Luhansk serta Republik Rakyat Donetsk," kata seorang sumber di Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Suriah kepada kantor berita resmi Suriah, Syrian Arab News Agency (SANA), dikutip laman Al Arabiya.
Suriah pun siap menjalin hubungan dengan Luhansk dan Donetsk. “Kami akan berkomunikasi dengan kedua negara untuk menyepakati kerangka kerja penguatan hubungan, termasuk menjalin hubungan diplomatik sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan,” ujar sumber di Kemenlu Suriah tersebut.
Awal bulan ini, Presiden Suriah Bashar al-Assad menerima kunjungan delegasi Rusia dan perwakilan Republik Rakyat Donetsk. Dalam pertemuan itu, Assad mengatakan Suriah siap memulai hubungan politik dengan Donetsk. Rusia diketahui merupakan sekutu yang membantu pemerintahan Assad memerangi kelompok pemberontak bersenjata dan teroris di Suriah.
Pada 21 Februari lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani dekret yang mengakui Republik Rakyat Luhansk dan Republik Rakyat Donetsk sebagai negara merdeka serta berdaulat. Sebelumnya kedua wilayah di Ukraina timur itu dikuasai kelompok separatis pro-Rusia.
Putin mengabaikan peringatan Barat bahwa pengakuan semacam itu ilegal dan dapat menenggelamkan negosiasi damai. Pada 24 Februari, Putin menyetujui “operasi militer khusus” ke Ukraina. Rusia terlebih dulu mengerahkan pasukannya ke Luhansk dan Donetsk. Sejak saat itu pertempuran dimulai dan berlangsung hingga saat ini.