Tahun Pertama Teleskop James Webb akan Selidiki Bintang Beta Pictoris
Beta Pictoris terletak 63 tahun cahaya dari Bumi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para peneliti menantikan foto sains pertama yang dihasilkan oleh Teleskop Luar Angkasa James Webb. Teleskop akan merilis gambar operasional pertamanya pada 12 Juli 2022.
Dilansir dari Space, Rabu (6/7/2022), salah satu investigasi tahun pertama teleskop akan mencakup pandangan close-up dari lingkungan aneh Beta Pictoris. Bintang muda itu hanya berjarak 63 tahun cahaya dari Bumi.
Bintang tersebut dikelilingi oleh piringan berdebu yang penuh dengan puing-puing yang tersisa dari pembentukannya. "Ini adalah ruang ramai, menampung setidaknya dua planet dan tumpukan benda-benda berbatu yang lebih kecil,” kata para peneliti dalam siaran pers 2021 tentang penyelidikan tersebut.
Karena Beta Pictoris diliputi debu, pada peneliti akan menggunakan cahaya inframerah Webb untuk mengintip melalui puing-puing dan melihat apa yang terjadi dalam definisi tinggi.
Dari studi-studi di masa lalu, ilmuwan mengetahui bahwa Beta Pictoris menampung setidaknya dua planet raksasa. Keduanya jauh lebih masif daripada Jupiter. Para peneliti juga melihat sekilas eksokomet pertama yang diketahui, atau komet di luar tata surya, yang berputar-putar di awan puing-puing.
Namun, piringan puing-puing itulah yang menarik para peneliti. Teleskop Webb akan dapat melihat melalui debu untuk berpotensi melihat efek tabrakan antara asteroid, komet, planetesimal, dan benda kecil lainnya.
Dua penyelidikan siklus 1
Dua penyelidikan direncanakan dalam rangkaian pengamatan pertama Webb, yang dikenal sebagai Siklus 1. Tim yang dipimpin oleh Chris Stark, seorang rekan program pascadoktoral di Pusat Penerbangan Luar Angkasa Goddard NASA di Maryland, akan menggunakan koronagraf (perangkat pemblokir bintang) untuk mengamati piringan puing-puing secara lebih rinci.
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan kunci tentang seberapa mirip sistem ini dengan Bima Sakti. Misalnya, tim Stark berharap dapat melacak bagaimana debu dan air es di sabuk luar awan puing bermigrasi ke bagian dalam.
Debu juga akan dipelajari sebagai pathfinder untuk menemukan komet dan asteroid yang tertanam di awan tebal. Peneliti akan mendapatkan informasi tentang spektrum, atau pola elemen yang ditemukan dalam debu, dengan berfokus pada bagaimana debu hangat menyebarkan atau memancarkan kembali cahaya. Pekerjaan semacam itu juga akan menjadi kunci untuk membandingkan Beta Pictoris dengan tata surya kita, dengan memeriksa kelimpahan relatif gas dan mineralnya.
Tim Stark sedang menciptakan model Beta Pictoris. Tim sudah memiliki model berdasarkan berbagai data dari misi masa lalu, yang mencakup panjang gelombang termasuk radio, inframerah dekat, inframerah jauh, dan cahaya tampak.
“Webb jauh lebih sensitif daripada teleskop ruang angkasa lainnya, dan memberi kami kesempatan untuk mencari bukti ini, serta uap air yang kami tahu ada gasnya."
Penyelidikan kedua
Penyelidikan kedua, dipimpin oleh astronom asosiasi STScI Christine Chen, akan mempelajari debu yang ditinggalkan oleh planetesimal yang bertabrakan. Tim Chen tertarik untuk mempelajari seperti apa butiran debu terkecil (apakah halus, atau padat), bersama dengan komposisi butiran ini.
“Butir debu adalah 'sidik jari' dari planetesimal yang tidak dapat kita lihat secara langsung, dan butiran dapat memberi tahu kita tentang terbuat dari apa planetesimal ini dan bagaimana mereka terbentuk,” kata Chen dalam siaran pers.
Misalnya, para peneliti akan berusaha mempelajari apakah planetesimal kaya akan es, seperti komet, atau apakah debu lebih menunjukkan dunia berbatu. Mereka juga akan menyelidiki awan karbon monoksida di tepi piringan yang anehnya asimetris.
“Satu teori adalah bahwa tabrakan melepaskan debu dan gas dari badan es yang lebih besar untuk membentuk awan ini. Spektrum Webb akan membantu mereka membangun skenario yang menjelaskan asalnya," kata siaran pers STScI tentang penelitian tersebut.