Musik Bisa Jadi Terapi Kesehatan Mental
Psikoterapi lewat musik bisa dilakukan mandiri, termasuk 'self-health'.
A PHP Error was encountered
Severity: Notice
Message: Undefined variable: part
Filename: amp/berita_amp.php
Line Number: 67
A PHP Error was encountered
Severity: Notice
Message: Undefined index: serial
Filename: amp/berita_amp.php
Line Number: 82
A PHP Error was encountered
Severity: Notice
Message: Undefined variable: search
Filename: helpers/all_helper.php
Line Number: 2070
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Psikolog Universitas Airlangga (Unair) Atika Dian Ariana menyebutkan, musik atau lagu dapat menjadi media terapi efektif bagi individu dengan masalah kesehatan mental. Konselor Terapeutik itu menyebut musik termasuk dalam kelompok terapi seni yang umum digunakan sebagai media psikoterapi. Psikoterapi lewat musik pun dapat dilakukan secara mandiri dan termasuk dalam self-help.
Atika menjelaskan, langkah pertama untuk memaksimalkan efek penyembuhan dari musik adalah mengenali jenis atau genre musik kesukaan. Hal tersebut penting karena musik memberikan efek terapeutik tidak secara langsung, melainkan lewat bagaimana individu memberikan apresiasi dan persepsi pada musik tersebut.
Ia mencontohkan di tahun 1990-an dimana sempat populer musik klasik seperti Beethoven atau Bach yang digunakan untuk menstimulasi otak bayi. Atika menekankan, penggunaan musik sebagai psikoterapi tidak terpaku pada satu atau dua genre tertentu. Musik sebagai terapi bersifat custom dan sangat personal.
“Seseorang bisa saja merasa tenang mendengarkan musik beritme cepat seperti rock. Berarti dia memang di situ genrenya. Ada juga yang bisa lebih tenang dan lancar belajar jika mendengar musik instrumental,” kata Atik, Kamis (7/7/2022).
Langkah kedua adalah mengamati respon emosi dan fisik ketika mendengarkan musik. Hayati dan dengarkan musik secara mindful untuk melihat bagaimana respon tubuh dan emosi. Langkah itu juga penting untuk menentukan musik apa yang benar-benar memberikan efek pada diri sendiri.
“Let’s say mendengarkan dangdut kalo kita merasa rileks, nyaman, happy, genre itu bisa dipilih. Tapi, kalau tiap mendengarkan gendang atau seruling dangdut yang ramai kita jadi pusing, ya jangan digunakan,” ujarnya.
Atika menyebut, musik sebagai media terapi ternyata tidak hanya terbatas pada musik dan lagu yang diproduksi di studio. Atika menyebut suara alam seperti air, angin, burung, atau deburan ombak juga termasuk musik karena menghasilkan nada.
Pada sesi meditasi misalnya, Atika lebih merekomendasikan suara-suara alam yang menimbulkan efek tenang dan rileks. Selain itu, Atika bercerita bahwa banyak rumah sakit besar di Indonesia, bahkan Eropa, sering menggunakan gamelan untuk terapi musik.
“Jadi terapi tidak terbatas pada mendengarkan saja, tapi juga bisa dengan memainkan musik itu sendiri,” kata Atika.
Menurut Atika, semua gangguan terkait emosi seperti stress, depresi, hingga masalah kecemasan dapat diatasi dengan terapi musik. Untuk itu, Atika menyarankan agar memilih lagu bernada positif.
“Untuk pasien konseling saya yang mengalami gangguan emosi negatif atau bad mood misalnya, saya akan betul-betul memastikan playlist mereka jauh dari nada atau lirik lagu beremosi negatif,” ujarnya.
Nada dan lirik pada lagu, kata Atika, sangat berpengaruh pada mood seseorang. Individu yang mengalami kesedihan hendaknya menghindari musik dengan nada dan lirik sedih. Sebaliknya, individu yang ingin meluapkan kemarahan dapat memakai lagu dengan nada kencang.
Akan tetapi, lanjut Atika, untuk gangguan jiwa berat, musik saja tidak bisa membantu proses psikoterapi. Gangguan halusinasi atau kecenderungan bunuh diri memerlukan psikoterapi yang lebih progresif dengan bantuan psikoterapis.