Netty Prasetiyani: Jangan Remehkan Cacar Monyet

Masyarakat perlu diedukasi tentang medium penularan dan cara pencegahan cacar monyet.

(CDC via AP)
Foto yang dipasok CDC pada 1997 memperlihatkan kulit lengan kanan dan dada seorang pasien ditumbuhi lesi cacar monyet. (ilustrasi)
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Andi Nur Aminah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani meminta pemerintah segera merumuskan langkah antisipatif mencegah masuknya cacar monyet ke Indonesia. Ia tak ingin pemerintah menganggap remeh penyakit tersebut.

Baca Juga


"Berikan edukasi kepada masyarakat tentang medium penularan, cara pencegahan, dan faktor yang bisa memicu terjangkitnya penyakit cacar monyet. Langkah preventif harus lebih diutamakan mengingat masih minimnya sosialisasi mengenai penyakit ini," ujar Netty lewat keterangan tertulisnya, Selasa (26/7).

Pemerintah, Netty mengatakan, harus belajar dari masuknya Covid-19 ke Indonesia. Jangan sampai kementerian atau lembaga terkait justru meremehkannya yang dapat berakibat fatal dalam penyebarannya.

"Kita panik dan baru bertindak setelah ditemukan satu kasus yang kemudian merebak dengan sangat cepat. Kita lengah dan terlambat lakukan antisipasi," ujar Netty.

Ia meminta pemerintah tak mengulangi kesalahan yang sama terhadap cacar monyet. Pemerintah diminta lebih waspada karena penyakit tersebut muncul seiring naiknya kasus Covid-19.

"Indonesia sebagai Presidensi G20 harus menjadi yang terdepan dalam melawan potensi-potensi wabah global seperti cacar monyet," ujar Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memutuskan cacar monyet global merupakan keadaan darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Gebreyesus dalam sambutan tertulisnya diikuti di Jakarta, Ahad (24/7/2022) mencatat sebulan yang lalu ada 3.040 kasus cacar monyet dari 47 negara telah dilaporkan ke WHO.

Hingga kini, wabah terus berkembang hingga mencapai 16 ribu kasus dilaporkan dari 75 negara, dan terdapat lima orang meninggal dunia. WHO membuat serangkaian rekomendasi untuk empat kelompok negara.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler