Cerita Geleng-Geleng Kepala Mahfud MD dan Catatan Autopsi Brigadir J Versi Dokter Keluarga

Pihak keluarga Brigadir J hari ini beraudiensi dengan Menko Polhukam Mahfud MD.

ANTARA/Wahdi Septiawan
Kerabat memegang foto almarhum Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J saat pemakaman kembali jenazah setelah autopsi ulang di Sungai Bahar, Muarojambi, Jambi, Rabu (27/7/2022). Autopsi ulang yang berlangsung selama enam jam itu dilakukan atas permintaan keluarga dalam mencari keadilan dan pengungkapan kasus.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Zainur Mashir Ramadhan, Bambang Noroyono

Baca Juga


Pihak keluarga mendiang Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J didampingi oleh Persatuan Marga Hutabarat dan Hutabarat Lawyers pada hari ini diterima beraudiensi dengan Menko Polhukam Mahfud MD. Dalam audiensi itu, ayah Brigadir J, Samuel Hutabarat mengeluhkan cap pelaku pencabulan terhadap anaknya, padahal proses hukum masih berjalan.

"Ini menjadi pukulan berat, ada pepatah, fitnah lebih kejam dari pembunuhan. Kami merasa terpukul, merasa sakit hati," kata Samuel kepada awak media di Jakarta seusai menemui Mahfud, di kantor Kemenko Polhukam, Rabu (3/8/2022).

Samuel melanjutkan, saat ini seluruh dunia seakan mencap anaknya sebagai pelaku tindak tidak terpuji saat putusan pengadilan belum jelas adanya. Bukan hanya keluarga, kata dia, marga Hutabarat yang ada di Jabodetabek juga merasakan hal yang sama seperti dirinya.

 

"Jadi ini, kami Hutabarat kurang terima," tutur dia.

Dengan adanya pertemuan dengan Mahfud MD, dia mengaku berterima kasih, khususnya setelah adanya instruksi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Utamanya, untuk mendukung agar kasus yang ada dibuka selebar-lebarnya dan sebenar-benarnya.

 

"Pak Mahfud mengatakan, kalau mencari tikus jangan lumbungnya dibakar, dari sana kami memaknai artinya yang sangat mendalam," tutur dia.

Sementara itu, kuasa hukum dari Hutabarat Lawyers, Pheo Hutabarat yang mendampingi orang tua Brigadir J mengatakan, setelah Mahfud MD menerima pihaknya, setiap keluhan dan laporan diterima sebagai masukan. Meski hanya dicatat oleh Mahfud MD, dia menyebut hal itu sebagai langkah positif.

 

“Tadi kami pesan bahwa obstruction of justice harus dijalankan, dan ini sudah tegas didengar oleh pak Menko Polhukam,” kata Pheo.

Dalam pertemuan itu pula, kata dia, berbagai bukti mulai dari press release pihak kepolisian hingga beberapa bukti lain yang sudah menjadi milik umum diserahkan kepada Mahfud. Selain itu, bukti lainnya yang belum menjadi milik umum, yakni permohonan visum et repertum oleh kapolres juga disampaikan.

 

"Dari situ, pak menteri geleng-geleng kepala, saya nggak tahu artinya apa, tapi kita anggap ini sudah ada tindakan menutup-nutupi,” jelas dia.

 

 

Mahfud sendiri mengakui menerima keluhan dan pandangan dari pihak keluarga. “Bahkan keyakinan dari sisi mereka tentang peristiwa di rumah Kadiv Propam, Itu dari sisi mereka, dan saya catat semua,” kata Mahfud seusai pertemuan.

Mahfud mengatakan, dalam pertemuan itu dirinya hanya mencatat dan mendengarkan sebaik-baiknya. Sebab, dirinya mengaku tidak bisa mengeluarkan pendapat dan ikut campur lebih jauh dalam proses hukum tersebut.

“Saya tidak berpendapat tentang kasus itu, saya hanya mencatat,” jelas dia.

Dikatakan presiden kepada dirinya, lanjut Mahfud, hanya ditugaskan untuk mengawal arahan dari Presiden Jokowi agar kasus itu dibuka dengan sebenar-benarnya. Dari semua itu, dia menyebut, telah memiliki tatanan lengkap dari pihak keluarga, intelijen, Kompolnas, Komnas HAM, Polisi dan LPSK.

“Termasuk juga dari sumber-sumber perorangan. Saya tanya semua, dan saya tentu punya pandangan nantinya,” tuturnya.

Meski demikian, pandangan yang dimiliki dia nantinya itu, dia klaim tidak bisa mempengaruhi proses hukum yang saat ini berjalan. Karena itu, dirinya meminta maaf sebesar-besarnya bahwa kasus itu bukan tindak kriminal biasa.

“Sehingga memang harus bersabar karena ada psiko hierarki dan psiko politisnya,” jelas dia.

Mantan Ketua MK itu melanjutkan, kemajuan kasus yang lebih dari tiga pekan berjalan ini menunjukkan kemajuan lebih baik. Terlebih, saat kasus yang terjadi pada 8 Juli lalu itu, mengakibatkan dibentuknya Tim Khusus hingga penonaktifan Kadiv Sambo.

Mahfud mengatakan, Polri sejauh ini dalam kasus Brigadir J sudah melakukan langkah yang terbuka. Hanya saja, kata dia, tinggal tugas semua pihak dalam mengawal semuanya.

“Saya tidak punya pendapat siapa yang salah, saya hanya mengatakan agar dibuka sejujur-jujurnya karena semua kita punya catatan,” katanya.

 


Pada Selasa (2/8/2022), tim pengacara keluarga kembali membeberkan sejumlah fakta kondisi jenazah Brigadir J. Kondisi jenazah tersebut, tertuang dalam akta notaris, yang akan menjadi salah-satu bukti sorongan tim pengacara atas sangkaan dugaan pembunuhan, pembunuhan berencana, dan penganiayaan yang menghilangkan nyawa dalam kasus tembak-menembak di rumah Kadiv Propam nonaktif Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo.

Pengacara Kamaruddin Simanjuntak mengatakan, akta notaris tentang kondisi jenazah tersebut, merupakan hasil pencatatan dari tim internal perwakilan pengacara keluarga, dalam proses ekshumasi jenazah Brigadir J, Rabu (27/7). Menurut dia, tim pengacara keluarga, mengutus dua ahli kedokteran dan bedah untuk mengikuti autopsi ulang jenazah Brigadir J di Jambi, pekan lalu.

"Jadi dua ahli kita itu, ikut dalam proses autopsi ulang Brigadir J, yang dilakukan oleh tim forensik," kata Kamaruddin, di Bareskrim Mabes Polri, di Jakarta, Selasa (2/8/2022). 

Dua ahli dari pengacara keluarga tersebut, kata Kamaruddin, melakukan pengamatan, dan mencatat semua kerja tim forensik gabungan, saat melakukan autopsi ulang Brigadir J. Dari pengamatan, dan pencatatan tersebut, Kamaruddin mengatakan, diresmikan menjadi lembaran hukum, lewat legalisasi di notaris.

“Tujuan dinotariskan ini, untuk menjadi akta autentik yang bisa menjadi bukti hukum dalam kasus ini,” terang Kamaruddin.

Kamaruddin membeberkan sejumlah catatan, dari pengamatan yang dilakukan tim ahlinya, saat proses ulang ekshumasi tersebut. Dikatakan dia, dari saat autopsi ulang, tim forensik menemukan kondisi isi kepala yang sudah kosong. Bagian otak, yang semestinya berada di dalam tempurung kepala, dikatakan sudah hilang.

"Otak dari jenazah Brigadir J, sudah tidak ditemukan di kepala,” kata Kamaruddin.

Juga disebutkan, adanya penambalan di bagian belakang tulang kepala, dan rambut yang dalam kondisi sudah tak melekat wajar di bagian kulit kepala. Lalu, disebutkan juga dalam pencatatan timnya, adanya proses penusukan menggunakan sonde yang dilakukan oleh tim forensik ke bekas luka tembak di bagian hidung.

“Dari situ (luka tembak di hidung) tembus, ke bagian belakang,” terang Kamaruddin.

Dijelaskan pula dalam catatan tim ahlinya, kata Kamuruddin tentang pemeriksaan luka tembak di bagian bawah leher, dekat bibir bagian bawah. “Bagian tembak itu, disonde dengan kondisi dari leher tembus ke bagian bibir bawah,” kata Kamaruddin.

Pengecekan tim forensik, juga memeriksa luka tembak ketiga, di bagian dada sebelah kiri yang tembus ke belakang. Pengamatan tim forensik, juga melakukan pengecekan dengan menggunakan sonde atas luka tembak di bagian pergelangan lengan, yang juga tembus.

“Jadi ada empat peluru yang tembus. Atau diduga tembus,” kata Kamaruddin.

Dalam pencatatan lainnya, kata Kamaruddin, tim ahlinya juga mencatat kerja tim forensik saat autopsi ulang, dengan menjelaskan kondisi luka lain pada jenazah Brigadir J. Disebutkan, di bagian tengkorak, terdapat bekas yang diduga akibat benturan.

“Di bagian tengkorak, itu ada enam retakan,” ujar Kamaruddin.

Dan di bagian otak tersebut, kata Kamuruddin, tim forensik mendapati posisinya yang berpindah ke tempat lain di tubuh jenazah Brigadir J. Di bagian wajah, tim ahlinya juga mencatat pengecekan oleh tim forensik, atas luka sobekan di bagian kelopak bawah mata, dan di bagian atas alis. Pada bahu kanan, tim forensik menemukan adanya luka yang terbuka.

“Dari luka-luka itu, tim dokter forensik, belum menyimpulkan apa penyebabnya, karena membutuhkan pemeriksaan laboratorium,” begitu kata Kamaruddin. 

Masih di bagian tangan, kata Kamaruddin, tim ahlinya, juga mencatat dokter forensik yang melakukan pemeriksaan kondisi patah-patah di pergelangan. “Ditemukan kondisi jari-jari dari jenazah yang patah di kelingking, dan jari manis,” ujar Kamaruddin.

Selanjutnya, masih di bagian jari-jari, terdapat bekas luka yang diduga akibat peluru tajam. Pemeriksaan tim forensik ke bagian kaki, ditemukan adanya pendarahan yang meresap di dengkul. “Di pergelangan kaki, juga ditemukan adanya luka berlubang yang tembus. Tetapi, belum diketahui apakah itu karena tembakan peluru tajam, atau benda tajam yang masuk,” terang Kamaruddin.

Pemeriksaan di bagian punggung, kata Kamaruddin, tim ahlinya, juga mencatat pemeriksaan oleh dokter forensik, di sisi kanan yang mengalami lebam-lebam. Pemeriksaan pada bagian kantung kemih, kata Kamaruddin, tim forensik tak menemukan adanya organ pankreas pada jenazah Brigadir J.

“Pemeriksaan pada bagian ginjal, itu ada terjadi pemotongan untuk diambil untuk diuji di laboratorium,” ujar Kamaruddin.

Menurut dia, seluruh catatan tim ahlinya itu, sudah diserahkan ke penyidik Bareskrim Polri sebagai salah-satu dokumen bukti pembanding dari hasil autopsi ulang jenazah Brigadir J. Selain menyerahkan akta otentik dari notaris atas pencatatan hasil ekshumasi tersebut, tim pengacara keluarga, kata Kamaruddin juga mengajukan 11 orang sebagai saksi.

"Saksi-saksi yang kami ajukan itu, termasuk dari ahli kedokteran forensik, ahli hukum pidana. Ahli-ahli tersebut, kami minta untuk dimintakan keterangannya dalam penyidikan,” terang Kamaruddin.

 

Kejanggalan dari kematian Brigadir J, ajudan eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. - (Republika)

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler