Penduduk Desa Yaroun Enggan Dikaitkan dengan Penikaman Salman Rushdie
Serangan terhadap Rushdie di New York tidak ada kaitannya dengan desa mereka.
REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Pelaku penikaman terhadap novelis kontroversial Salman Rushdie, Hadi Matar (24 tahun), berasal dari Desa Yaroun, Lebanon selatan. Di jalanan desa tersebut, terdapat poster mantan pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ruhollah Khomeini yang mengeluarkan perintah untuk membunuh Rushdie pada 1989.
Logo kelompok Hizbullah menghiasi monumen-monumen kecil untuk para pejuangnya yang tewas dalam perang dengan Israel, yang berbatasan dengan Yaroun di timur dan selatan. Suasana di desa kecil Lebanon itu cukup mengkhawatirkan.
Hanya segelintir penduduk desa yang mau berbicara tentang serangan penikaman terhadap Rushdie. Selain itu, penduduk desa juga enggan berbicara tentang Matar, yang merupakan Muslim Syiah Amerika dan berasal dari Yaroun.
Penduduk setempat mengatakan, serangan terhadap Rushdie di New York tidak ada kaitannya dengan desa mereka.
"Tidak ada informasi. Dia (Matar) lahir di luar negeri, di Amerika dan tetap (tinggal) di sana. Tidak ada yang mau membicarakannya karena tidak ada yang tahu apa-apa," kata seorang pejabat lokal, Riad al-Ridha kepada Reuters.
Matar yang tinggal New Jersey, telah mengaku tidak bersalah atas percobaan pembunuhan dan penyerangan terhadap Rushdie pada Jumat (12/8/2022) pekan lalu. Penyelidikan awal dari media sosial Matar menunjukkan bahwa, dia bersimpati kepada ekstremisme Syiah dan Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) Iran. IRGC adalah faksi kuat yang dituduh Washington melakukan kampanye ekstremis global.
Pihak berwenang AS belum memberikan rincian tambahan tentang penyelidikan, termasuk kemungkinan motif pelaku.
Orang tua Matar beremigrasi ke Amerika Serikat. Wali Kota Yaroun, Ali Tehfe, mengatakan kepada Reuters, Matar lahir dan besar di Amerika Serikat, tetapi ayahnya Hassan Matar kembali ke Lebanon beberapa tahun lalu. Penduduk desa mengatakan, orang tua Matar bercerai dan ibunya tetap tinggal di Amerika Serikat.
"Setelah serangan itu, sang ayah mengunci diri di rumahnya dan menolak berbicara dengan siapa pun," kata Tehfe.
Reuters mengunjungi sebuah bangunan sederhana yang menurut Tehfe merupakan tempat tinggal Hassan Matar. Dua orang di dalam rumah tersebut, termasuk seorang pria paruh baya, menolak untuk berbicara.
Tujuh orang dari Yaroum, termasuk empat yang tinggal di Amerika Serikat dan Australia, juga menolak untuk berbicara ketika ditanya apakah mereka mengenal Hadi Matar. Mereka tidak mau berkomentar dengan alasan sensitivitas kasus tersebut.
Matar menyerang Rushdie dengan menusuknya. Penusukan terjadi ketika Rushdie berada di atas panggung dan bersiap memberikan kuliah umum di Chautauqua Institution. Seorang hakim memerintahkan agar Matar ditahan tanpa jaminan. Perintah ini berlaku setelah Jaksa Wilayah Jason Schmidt mengataka bahwa, Matar dengan sengaja menempatkan dirinya dalam posisi untuk menyakiti Rushdie. Matar bisa mendapatkan izin untuk mengikuti kuliah umum dengan identitas palsu.
“Ini adalah serangan yang ditargetkan, tidak diprovokasi, dan direncanakan sebelumnya terhadap Rushdie,” kata Schmidt, dilansir Aljazirah, Ahad (14/8/2022).
Rushdie ditikam sebanyak sepuluh kali. Novelis itu menderita kerusakan hati, dan saraf yang terputus di lengan dan matanya. Dia kemungkinan besar akan kehilangan matanya yang terluka. Selama lebih dari 30 tahun Rushdie menghadapi ancaman pembunuhan, karena menulis buku kontroversial berjudul, “The Satanic Verses” atau "Ayat-Ayat Setan".
Rushdie merupakan pria kelahiran India. Dia kemudian tinggal di Inggris dan Amerika Serikat. Rushdie dikenal memiliki gaya prosa surealis dan satirnya. Novel karya Rushdie, Midnight's Children, memenangkan Booker Prize 1981.
Kemudian Rushdie menerbitkan bukunya yang berjudul The Satanic Verses pada 1988. Buku tersebut memuat penghinaan terhadap Nabi Muhammad, sehingga menyebabkan kecaman.
Buku Rushdie telah dilarang dan dibakar di India, Pakistan dan wilayah lainnya. Pada 1989 pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ruhollah Khomeini, mengeluarkan sayembara berhadiah kepada siapapun yang dapat membunuh Rushdie. Khomeini kemudian meninggal pada tahun yang sama, tetapi dekrit tersebut tetap berlaku. Pengganti Khomeini, Ayatollah Ali Khamenei pada 2019 mengatakan, sayembara itu “tidak dapat dibatalkan”.
Seorang penulis untuk surat kabar Annahar Lebanon, Radwan Akil, mengatakan, dia mendukung penerapan fatwa Khomeinei terhadap Rushdie. Sementara mantan editor Annahar Gebran Tueni dan kolumnis Samir Kassir, yang merupakan penentang Hizbullah, tewas pada 2005.