Kemendikbudristek Dinilai 'Main Petak Umpet', Desakan Penundaan RUU Sisdiknas Disuarakan
RUU Sisdiknas dikhawatirkan jadi legitimasi komersialisasi pendidikan di Indonesia.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivis Pendidikan dari Vox Populi Institute, Indra Charismiadji, meminta agar pembahasan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU) Sisdiknas untuk ditunda. Dengan pendekatan seperti omnibus law, RUU tersebut dinilai belum mencakup keseluruhan UU yang berhubungan dengan pendidikan.
"Kalau bicara omnibus ada 23 UU lain yang sebetulnya berhubungan dengan pendidikan, tapi entah mengapa tiga ini saja yang diambil," jelas Indra dalam konferensi pers daring, Sabtu (27/8/2022).
RUU Sisdiknas hanya akan menyatukan tiga UU, yakni UU Sisdiknas Tahun 2003, UU Guru dan Dosen, serta UU Pendidikan Tinggi. Melihat itu, Indra menilai, penting agar pembahasan mengenai RUU Sisdiknas ditunda terlebih dahulu. Menurut dia, UU tersebut merupakan UU yang sangat penting yang akan menyangkut masa depan pendidikan bangsa ini ke depan.
"Biarkan kita semua kalau perlu secara organik menyusun Panja Nasional untuk membahas peta jalan pendidikan Indonesia dulu. Ini bukan kita bicara seminggu dua minggu, ini bisa bulanan bahkan tahun, karena kita bahas dari Sabang sampai Merauke. Tidak bisa ini dibicarakan di Jakarta (saja) apalagi secara online," jelas dia.
Dia juga mengatakan, dalam menyusun RUU Sisdiknas yang baru, para aktivis pendidikan melihat tidak bisa RUU itu dibuat secara terburu-buru dan tanpa kajian mendalam. Para aktivis pendidikan, kata dia, selalu mendorong agar dibuatnya terlebih dahuku sebuah peta jalan pendidikan sebelum merevisi UU Sisdiknas.
"Ngapain kita bicara aturannya, kalau kita sendiri belum tahu apa yang mau kita buat, dan itu sebetulnya terjadi selama ini. Kenapa setiap ganti menteri, sampai menteri sekarang pun mesti ganti kurikulum. Itu hanya menghabiskan uang rakyat, anggaran rakyat, tetapi untuk mendekatkan ke bangsa yang cerdas saja belum," jelas dia.
Pada kesempatan yang sama, pengamat pendidikan dari Perkumpulan Keluarga Besar Tamansiswa (PKBT), Darmaningtyas, menilai Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bak bermain petak umpet dalam membahas RUU Sisdiknas. Padahal, kata dia, RUU Sisdiknas harus dibahas secara terbuka. Untuk itu, dia menilai penting untuk diketahui apa yang disembunyikan dalam RUU terebut.
"Saya melihat etiketnya saja. Kalau UU ini diperlakukan seperti main petak umpet berarti ada sesuatu disembunyikan. Sesuatu itu apa, itu yang harus kita dalami bersama-sama. Tapi kalau tidak ada sesuatu yang disembunyikan, maka dibuat secara terbuka, karena itu penting untuk dikawal terus keberadaan UU Sisdiknas ini," kata dia.
Dia juga merasa khawatir lewat RUU Sisdiknas akan terjadi legitimasi bagi liberalisasi hingg komersialisasi pendidikan. Hal itulah yang dia lihat dalam RUU Sisdiknas yang ada saat ini, di mana bukan tidak mungkin pendidikan akan menjadi suatu komoditas yang diperdagangkan di kemudian hari.
"Saya khawatir ini akan menjadi legitimasi bagi liberalisasi hingga komersialisasi bagi pendidikan itu sendiri. Itu yang saya baca. Jadi pendidikan itu nanti jadi komoditas yang diperdagangkan," jelas Darmaningtyas.
Tergesa-gesa
Di sisi lain, Anggota Komisi X DPR, Sodik Mudjahid, yang juga hadir pada kesempatan itu mengatakan, ada dua pandangan terhadap RUU Sisdiknas. Pertama, ada yang melihat RUU Sisdiknas akan lebih bagus apabila sudah ada peta jalan yang terbentang. Kedua, ada yang melihat RUU Sisdiknas itu sebagai peta jalan yang diinginkan oleh berbagai pihak.
"Jadi dengan sembilan fraksi ini masih dinamika keberpihakannya. Itu apakah tadi masukan dari teman-teman termasuk tekanannya silakan diberikan masukkannya agar kami lebih terbuka dan lebih membuka terhadap aspirasi di masyarakat," kata Sodik.
Dia sendiri merasa sepakat pembahasan RUU Sisdiknas tidak dapat dilakukan secara terburu-buru, terlebih dengan melihat RUU tersebut diperlakukan seperti UU Cipta Kerja dan UU Ibu Kota Negara (IKN) yang dibahas secara tergesa-gesa. Pendidikan, kata dia, merupakan pilar bangsa dan pilar peradaban yang tidak bisa diperlakukan seperti itu.
"Jika bisa kami menahannya, kami akan dorong UU Sisdiknas ini, UU pilar bangsa ini, UU pilar peradaban ini jangan sampai dibuat dengan tergesa-gesa seperti halnya UU Ombibus atau UU IKN," kata dia.
Pemerintah telah resmi mengajukan RUU Sisdiknas ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Perubahan Tahun 2022 kepada DPR RI. Masyarakat diminta untuk berpartisipasi memberikan masukan terhadap draf teranyar. Kepala Badan Standar, Asesmen, dan Kurikulum Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, mengatakan, sesuai dengan amanat perundangan yang berlaku terkait pembentukan UU, maka pemerintah terbuka dalam menerima saran dan masukan dari publik.
Selama tahap perencanaan, kata dia, pemerintah telah mengundang puluhan lembaga dan organisasi untuk memberi masukan terhadap draf versi awal dari RUU Sisdiknas dan naskah akademiknya. Draf terbaru juga telah dikirimkan kepada berbagai pemangku kepentingan untuk mendapat masukan lebih lanjut.
"Masukan dari publik tersebut merupakan bentuk pelibatan publik yang bermakna sesuai amanat undang-undang dan akan menjadi bahan pertimbangan dalam tahap penyusunan dan pembahasan rancangan undang-undang," kata Anindito.