Kuliah Tatap Muka di DIY Dinilai Bangkitkan Perekonomian
Banyaknya mahasiswa yang mulai berdatangan ke DIY.
REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Sejumlah perguruan tinggi di DIY sudah memulai kegiatan perkuliahan tatap muka. Perkuliahan tatap muka ini dinilai dapat meningkatkan perekonomian DIY yang terdampak pandemi Covid-19.
Pasalnya, digelarnya perkuliahan tatap muka ini menyebabkan banyaknya mahasiswa yang mulai berdatangan ke DIY. Hal ini disampaikan Rektor Universitas Widya Mataram (UWM), Edy Suandi Hamid dalam acara Pendopo Agung Mid Monthly Performance yang digelar secara hybrid, Senin (29/8).
"PTM (perkuliahan tatap muka) bagi daerah tertentu seperti di Yogya akan berdampak positif untuk pemulihan ekonomi lokal," kata Edy di Pendopo Agung UWM, Kota Yogyakarta, Senin (29/8).
Edy juga menyebut, sektor pariwisata juga berdampak besar pada peningkatan perekonomian di DIY. Saat ini perekonomian DIY sudah mulai bangkit dilihat dari sektor pariwisata dengan meningkatnya aktivitas wisata dan kunjungan wisatawan.
"Pariwisata dan pendidikan itu berkontribusi hampir 14 persen dari produk domestik bruto (PDB) DIY," ujar Edy.
Meskipun begitu, Edy menekankan agar masyarakat tetap mewaspadai potensi penyebaran Covid-19. Pasalnya, saat ini kasus terkonfirmasi positif masih terus bertambah tiap hari di DIY.
"Yogya kebanjiran (wisatawan), hati-hati. Ekonomi naik, walaupun begitu tetap hati-hati, jangan over confident," jelasnya.
UWM sendiri akan memulai sebagian besar kegiatan perkuliahan dengan tatap muka. Edy menjelaskan, pihaknya akan menerapkan perkuliahan tatap muka sebesar 70 persen dengan protokol kesehatan (prokes) ketat.
"Pembelajaran penuh, tapi kegiatan tertentu masih dibatasi karena di Indonesia dan di dunia global Covid-19 masih naik turun," kata Edy.
Perkuliahan tatap muka ini digelar untuk mengantisipasi leaning loss akibat pandemi. Edy menyebut, saat ini kualitas pendidikan di Indonesia berkurang akibat pandemi.
Hal ini salah satunya dikarenakan adanya ketimpangan dalam mengakses pendidikan jarak jauh. Ia mencontohkan, tidak semua mahasiswa yang memiliki sarana dan prasarana lengkap dalam mengakses perkuliahan jarak jauh ini.
Bahkan, dari penelitian yang sudah ada, terjadi ketimpangan yang cukup besar antara desa dan kota dalam mengakses pendidikan jarak jauh. "Apalagi di desa yang wifi-nya sangat terbatas, area mengakses internet itu minim, akhirnya pendidikan mengalami learning loss," tambahnya.
Di 2020, Edy menuturkan, yang bisa mengakses telepon seluler sebesar 71,7 persen dan hampir 30 persennya tidak dapat mengakses telepon seluler. Sedangkan, di kota yang dapat mengakses telepon seluler lebih tinggi yakni 81,3 persen.
"Komputer lebih parah lagi, di desa hanya 15,4 persen dan di kota 30,8 persen. Tidak semua rumah atau tidak semua mahasiswa punya komputer," katanya.
Begitu pun dengan akses internet, yang di desa hanya tercatat sebesar 47,8 persen dan di kota tercatat 68,2 persen yang bisa mengakses internet. Melihat hal ini, katanya, dinilai perlu untuk menggelar perkuliahan tatap muka untuk mengantisipasi learning loss.
Pihaknya juga sudah melakukan persiapan untuk menggelar perkuliahan tatap muka tersebut.
"Pendidikan mengalami learning loss, kita harus mengantisipasi itu, kita akan mulai masuk ke kegiatan (perkuliahan) luring. Yang jelas kita mengikuti perintah pengambil kebijakan (pemerintah) dan UWM insya Allah siap," ujarnya.