Hadapi Krisis Keuangan, Sri Lanka akan Pangkas Anggaran Belanja, Termasuk Bujet Pertahanan

Sri Lanka alami krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaan pada tahun 1948.

AP/Eranga Jayawardena
Presiden Sri Lanka Ranil Wickremesinghe tengah dalam diskusi dengan Dana Moneter Internasional (IMF) tentang paket bailout.
Rep: Santi Sopia Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Presiden Sri Lanka Ranil Wickremesinghe akan memangkas bujet belanja dari anggaran sementara. Hal itu sebagai bagian upaya mengatasi keuangan negara yang dilanda krisis sepanjang sisa tahun ini.

Sri Lanka juga tengah dalam diskusi dengan Dana Moneter Internasional (IMF) tentang paket bailout. Negara yang bergantung pada pariwisata berpenduduk 22 juta itu menghadapi krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaan pada tahun 1948.

Sri Lanka mengalami cadangan devisa yang anjlok, keuangan publik berantakan, dan biaya barang-barang kebutuhan pokok meroket. Setelah menjadi presiden usai pendahulunya digulingkan dalam pemberontakan rakyat pada bulan Juli lalu, Wickremesinghe mengatakan bahwa anggaran sementara akan fokus pada langkah-langkah konsolidasi fiskal yang disepakati dengan IMF.

Wickremesinghe menyampaikan hal tersebut pada awal bulan ini kepada Reuters. Dia mengatakan bahwa pengeluaran akan dipotong "beberapa ratus miliar" rupee, termasuk untuk pertahanan, kemudian menyalurkan dana untuk kesejahteraan dan membayar bunga pinjaman.

Sri Lanka menargetkan pengeluaran 3,9 triliun rupee (10,99 miliar dolar AS) dalam anggaran belanja terakhirnya, yang disajikan pada bulan November. Wickremesinghe, yang juga menteri keuangan, diharapkan menguraikan langkah-langkah untuk mendukung masyarakat berpenghasilan rendah, di mana kelompok ini menjadi yang paling terpukul oleh krisis keuangan.

Wickremesinghe mengumumkan pajak baru untuk mengecilkan defisit dua digit. Anggaran setahun penuh untuk 2023 kemungkinan akan disajikan pada bulan November, yang mana rencana pemulihan lebih luas akan diuraikan.

Baca Juga



"Anggaran sementara kemungkinan akan mengarah pada defisit 9,9 persen untuk 2022, yang lebih rendah dari sebelumnya 12 persen," kata Lakshini Fernando, ahli ekonomi makro di perusahaan investasi Asia Securities, dikutip dari Reuters, Senin (29/8/2022).

Menurut dia, target pengeluaran dan pendapatan akan sulit dicapai mengingat ekonomi yang mendingin dan tuntutan kesejahteraan. Negara kepulauan itu melewatkan pembayaran bunga yang jatuh tempo pada 3 Juni, 28 Juni, dan 18 Juli, dan pembayaran pokok jatuh tempo pada 25 Juli, menurut lembaga pemeringkat S&P Global.

Tim IMF yang tiba di negara itu pekan lalu mengakhiri kunjungannya pada Rabu (24/8/2022) lalu. Pejabat Sri Lanka mengatakan mereka berharap untuk memiliki kesepakatan tingkat staf guna memajukan pembicaraan untuk pinjaman darurat sekitar 3 miliar dolar AS.

Tim IMF juga telah membahas restrukturisasi utang Sri Lanka sekitar 29 miliar dolar AS. Adapun 1 dolar AS senilai 355 ribu rupee Sri Lanka (setara dengan Rp 14.800).

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler