Komnas HAM Masukkan Dugaan Pelecehan Seksual di Kesimpulan Kasus Brigadir J
Komnas HAM tetap menyatakan adanya dugaan kekerasan seksual dilakukan Brigadir J.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah merampungkan kesimpulan atas pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (J) berdasarkan pemantauan dan penyelidikan. Dalam salah satu poin kesimpulannya, Komnas HAM tetap menyatakan adanya dugaan kekerasan seksual yang dilakukan Brigadir J.
Komnas HAM masih menyinggung soal peristiwa kekerasan seksual yang dialami istri Ferdy Sambo, Putri Candrawati (PC) pada peristiwa kematian Brigadir J. Meskipu, laporan soal ancaman pelecehan yang diadukan Putri telah disetop penyelidikannya oleh Bareskrim Polri.
"Terdapat dugaan kuat terjadinya peristiwa kekerasan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J kepada Saudari PC di Magelang tanggal 7 Juli 2022," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dalam laporan akhir hasil investigasi yang dibacakan pada Kamis (1/9/2022).
Namun demikian, Komnas HAM mengakui adanya obstruction of justice atas peristiwa kematian Brigadir J dalam poin analisis faktualnya. Terdapat beberapa bentuk obstruction of justice yang ditemukan Komnas HAM, salah satunya membuat narasi bahwa peristiwa terjadi di Duren Tiga dan dilatarbelakangi tindakan Brigadir J yang diduga melakukan pelecehan seksual sambil menodongkan senjata api terhadap Putri serta menembak Bharada RE.
"Lalu, dibuatnya dua laporan ke Polres Metro Jakarta Selatan tentang dugaan dugaan percobaan pembunuhan terhadap Bharada RE, dan dugaan tindak pidana pelecehan seksual terhadap PC. Dan dibuat video guna menyesuaikan dengan skenario," tulis laporan itu.
Berdasarkan temuan faktual, Komnas HAM mengungkap pada 7 Juli 2022 sekitar pukul 00.00 WIB adanya perayaan hari ulang tahun pernikahan Ferdy dan Putri di Magelang. Pada tanggal yang sama terdapat dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J terhadap Putri dimana pada saat yang sama Ferdy tidak berada di Magelang.
"Adanya ancaman terhadap Brigadir J setelah Saudari S dan Saudara KM (Kuwat Maruf) membantu untuk masuk ke dalam kamar pascaperistiwa dugaan kekerasan seksual," tulis laporan itu.
Selanjutnya, dalam perjalanan dari Magelang ke Jakarta menggunakan dua mobil di mana Putri berada di mobil yang berbeda dengan Brigadir J. Saat rombongan Putri sampai di rumah Saguling, Ferdy telah berada di rumah.
"Saudari PC menceritakan peristiwa (dugaan pelecehan seksual) yang dialaminya di Magelang kepada Saudara FS. Selanjutnya, FS memanggil Bripka RR dan Barada RE ke lantai tiga Rumah Saguling untuk menanyakan perihal peristiwa di Magelang dan merencanakan upaya penindakan terhadap Brigadir J," tulis laporan itu.
Atas dasar itu, Komnas HAM tetap meminta Polri menindaklanjuti pemeriksaan dugaan kekerasan seksual terhadap Putri di Magelang dengan memperhatikan prinsip-prinsip HAM dan kondisi kerentanan-kerentanan khusus. Komnas HAM juga merekomendasikan penguatan kelembagaan UPPA menjadi direktorat agar dapat menjadi lebih independen dan profesional dalam penanganan pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan seksual.
"Mengadopsi praktik baik dalam penanganan pelaporan kasus dugaan kekerasan seksual terhadap PC pada kasus lain perempuan berhadapan dengan hukum," tulis laporan Komnas HAM.
Diketahui, Putri Candrawati menyusul suaminya Ferdy Sambo menjadi tersangka kasus dugaan pembunuhan Brigadir J. Selain itu, ada dua ajudan dan satu asisten rumah tangga merangkap sopir dalam kasus Brigadir J.
Ketiganya adalah Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Brigadir Kepala Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Maaruf atau KM. Kelima tersangka dijerat Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Mereka menghadapi ancaman maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.