Komisi X DPR Belum Terima Draf Revisi UU Sisdiknas dari Pemerintah
Ruang dialog terhadap revisi UU Sisdiknas harus dibuka seluas-luasnya.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah telah mengusulkan revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. Namun, DPR disebut belum menerima draf RUU tersebut hingga saat ini.
"Sampai hari ini kami belum menerima draf, jadi draf RUU dari pemerintah itu belum kami dapatkan. Termasuk di Baleg yang mereka (pemerintah) datang mengusulkan untuk masuk itu baru berupa surat, lampiran drafnya belum disiapkan," ujar Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (1/9/2022).
Komisi X sendiri sudah menerima berbagai aspirasi penolakan agar revisi UU Sisdiknas tak dimasukkan ke Prolegnas Prioritas 2023. Mereka yang kontra meminta pemerintah untuk mengundang banyak pihak untuk menyusun draf revisi undang-undang tersebut.
Materi revisi UU Sisdiknas, jelas Huda, dikhawatirkan memunculkan kastanisasi pendidikan dengan adanya jalur baru persekolahan mandiri yang dilegitimasi di level undang-undang. Ditambah dengan adanya ketidakjelasan peran lembaga pendidikan, tenaga kependidikan, hingga polemik penghapusan tunjangan profesi guru harus dijawab secara seksama oleh pemerintah.
Ia menegaskan, ruang dialog terhadap revisi UU Sisdiknas harus dibuka seluas-luasnya. Masih perlu ada pertemuan-pertemuan antara pemangku kepentingan di bidang pendidikan dengan pemerintah untuk membahas revisi undang-undang tersebut.
"Secara substansi undang-undang kita memang sudah lama, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 ini secara prinsip memang sudah waktunya dirubah. Nah tinggal level perubahannya itu loh harus seperti apa, nah jawaban saya tegas, harus melibatkan secara maksimal dan bermakna partisipasi seluruh stakeholder pendidikan," ujar politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Banyak pihak disebutnya menolak revisi UU Sisdiknas yang mempunyai kelemahan dari sisi prosedural pembuatan maupun dari sisi konten di dalamnya. Tercatat Muhammadiyah, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Aliansi Peduli Pendidikan, hingga aktivis pendidikan telah menyuarakan penolakannya.
Ia mengatakan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) harus mendengarkan suara penolakan tersebut. Aspirasi mereka harus didengarkan dan dijadikan pertimbangan demi terciptanya payung hukum bagi pendidikan Indonesia.
"Di samping itu memang belum ada grand desain pendidikan yang disepakati sebagai pijakan dalam pembentukan UU. Hal inilah yang dianggap kelemahan dari sisi prosedur penyusunan draf RUU Sisdiknas," ujar Syaiful Huda.