Wacana Mengganti Suharso yang Akhirnya Terwujud di PPP

PPP membantah menggelar mukernas diam-diam tanpa sepengetahuan Suharso.

Antara/Akbar Nugroho Gumay
Plt Ketua Umum PPP Muhammad Mardiono terpilih mengganti posisi Suharso Monoarfa.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar

Kisruh lontaran kiai amplop Suharso Monoarfa membawa Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menggelar musyawarah kerja nasional (mukernas) di akhir pekan lalu. Hasilnya, mukernas yang merupakan forum tertinggi kedua setelah muktamar, memberhentikan Suharso dari posisi ketua umum partai sejak Ahad (4/9/2022). Posisinya diganti oleh Muhammad Mardiono sebagai plt ketua umum.

Wakil Ketua Umum PPP, Arsul Sani menjelaskan forum mukernas mengeluarkan fatwa untuk memberhentikan Suharso Monoarfa dari posisi ketua umum partai. Ia menjelaskan, Mukernas PPP dilaksanakan dan mengeluarkan fatwanya kemarin malam. Dalam mukernas itu, Majelis Syariah PPP, Majelis Pertimbangan PPP, dan Majelis Kehormatan PPP mengeluarkan keputusan pemberhentian Suharso yang telah didukung oleh 34 Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PPP.

"Malam itu memang komunikasi dari keinginan, karena yang hadir dari 34 DPW PPP se-Indonesia itu ada 30 (yang hadir langsung). Kalaupun yang empat tidak hadir bukan karena tidak mau hadir, tapi karena tidak dapat tiket pesawat aja," ujar Arsul di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/9/2022).

Mukernas PPP dibantahnya digelar secara diam-diam atau tersembunyi dari Suharso. Forum tertinggi kedua tersebut sudah diwacanakan sejak lama, mengingat adanya ketegangan antara Suharso dengan ketiga majelis partai berlambang Ka'bah itu.

Ia mengeklaim, Suharso telah mengetahui hasil mukernas yang telah memberhentikannya tersebut. "Pak Suharso tahu, cuma beliau, jadi jangan dibayangkan kami tidak berkomunikasi dengan Pak Suharso. Ada komunikasi ya itu bahkan sempat telepon-teleponan lah Pak Suharso dengan Pak Mardiono," ujar Arsul.

"Kalau sudah sudah sesuai dengan AD/ART atau tidak? Jawabannya sudah. Mukernas itu saya katakan sebagai forum permusyawaratan tertinggi kedua di bawah muktamar," sambungnya.

Ia menegaskan, Suharso bukan diberhentikan sebagai ketua umum. Tugasnya sebagai pemimpin tertinggi partai dialihkan kepada Ketua Majelis PPP, Muhammad Mardiono, yang ditunjuk sebagai pelaksana tugas (Plt) ketua umum.

"Ini apakah kemudian artinya Pak Suharso Monoarfa dipecat atau diberhentikan? Jawabannya tidak. Jadi di PPP itu memang sudah lama ada diskusi, ada concern, ada riak-riak itu iya, yang menginginkan agar konsolidasi PPP sebagai partai itu bisa lebih dimasifkan, diintensifkan," ujar Arsul.

Katanya, sesungguhnya sebelum disahkannya kepengurusan PPP periode 2020-2025, ada keinginan di internal bahwa pengurus pusat PPP tak boleh merangkap jabatan di pemerintahan. Tujuannya agar Dewan Pengurus Pusat (DPP) PPP fokus dalam kerja-kerja partai.

"Jadi itu dominasi kesadaran dan keinginan agar ada diferensiasi atau pemisahan fungsi-fungsi dari fungsi kepartaian yang dibutuhkan untuk meningkatkan konsolidasi untuk memfokuskan kerja kepartaian, dengan katakanlah fungsi-fungsi yang diemban pimpinan partai yang ada di pemerintahan," ujar Arsul.

Meski telah mengganti Suharso, ia menegaskan bahwa PPP tidaklah terpecah atau terbelah. Pasalnya, keputusan tersebut diambil lewat Mukernas yang mekanismenya sudah sesuai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) dan disetujui  oleh 34 DPW PPP.

"Ini sekali lagi bukan perpecahan. Karena antara Pak Mardiono dan Suharso ini kan seorang sahabat. Ketika pada saat itu, ya pada saat mau muktamar itu kan ada sejumlah kandidat (calon ketua umum), akhirnya kan kami sepakati sudah kami kasih kesempatan Pak Suharso saja," ujar Arsul.

"Nah memang komunikasi dengan eksternal itu lancar, memang kami tidak bisa maksimal di dalam lakukan konsolidasi kepartaian, makanya itu lah yang mendasari keinginan ada pemisahan antara yang menjabat sebagai ketua umum dengan yang menjabat sebagai di luar struktur partai," sambungnya.

Wacana mengganti Suharso sudah muncul sejak Agustus lalu. "Pada tanggal 30 Agustus 2022, dengan berat hati pimpinan tiga majelis yang merupakan Majelis Tinggi DPP akhirnya melayangkan surat ketiga yang atas dasar kewenangannya mengeluarkan fatwa Majelis, yakni memberhentikan Saudara Suharso Monoarfa dari jabatan Ketua Umum DPP PPP. Terhitung sejak surat tersebut ditandatangani," Wakil Sekretaris Majelis Pertimbangan PPP, Usman M Tokan.

Sebelumnya pada surat permintaan mundur kepada Suharso yang dilayangkan pada 22 Agustus 2022, ketiga majelis tersebut memiliki sejumlah pertimbangan. Pertama, adanya rekaman video viral Suharso yang dinilai pihaknya menghina kiai dan pesantren.

Pertimbangan kedua adalah demonstrasi yang sering terjadi di depan Kantor DPP PPP. Demonstrasi tersebut terjadi akibat hasil forum permusyawaratan partai, baik di tingkat musyawarah wilayah, musyawarah cabang PPP, dan gratifikasi yang dilaporkan sebagai tindak pidana korupsi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ketiga, terdapat berbagai pemberitaan mengenai persoalan kehidupan rumah tangga pribadi Suharso. Pemberitaan tersebut tentu menjadi beban moral dan mengurangi simpati terhadap PPP sebagai partai Islam.

Terakhir adalah elektabilitas PPP yang tak kunjung naik di tengah kepemimpinan Suharso. Permasalahan yang dihadapi Suharso tersebut membuat kerja-kerja partai tak produktif dalam menghadapi pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Ketua Majelis Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Mardiono yang telah ditunjuk sebagai pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum PPP mengatakan akan segera memproses keputusan partainya tersebut ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). "Secepat mungkin kalau semua dokumen sudah dilengkapi semua notaris," ujar Mardiono saat dihubungi, Senin (5/9/2022).

Mardiono sendiri merupakan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Adapun dalam Pasal 12 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Wantimpres, diatur bahwa anggota Wantimpres tidak boleh merangkap jabatan pimpinan partai politik.

Dia harus mengundurkan diri dari jabatannya paling lambat tiga bulan setelah diangkat sebagai pimpinan partai politik. Ditanya ihwal posisinya sebagai Wantimpres, ia menjelaskan bahwa saat ini pihaknya terlebih dahulu ingin menyelesaikan proses administrasi PPP di Kemenkumham.

"Proses sesuai dengan AD/ART, sudah dilakukan. Ini sedang proses administrasi ya, mudah-mudahan ini semua bisa dijalankan," ujar Mardiono.

Mardiono sendiri akan menjabat sebagai Plt Ketua Umum PPP hingga 2025. Kewenangannya sebagai pelaksana tugas pimpinan tertinggi partai berlambang Ka'bah itu sama seperti ketua umum.

"Kewenangan Plt ketua umum sama dengan ketua umum definitif, yaitu mengisi lowongan jabatan hingga masa bakti jabatan itu selesai. Tanpa ada pengurangan kewenangan apapun," ujar Mardiono.

"Ini tidak dalam rangka memberhentikan (Suharso), tetapi dalam ya, karena PPP didirikan oleh para ulama, tentu dengan bahasanya para kiai, guru kita itu adalah ya ini pembagian tugas," sambungnya.



Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler