Jarak Waktu Kehamilan Berpengaruh Terhadap Prevalensi Stunting
Perempuan diminta untuk mengatur jarak kehamilan cegah stunting.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jarak waktu kehamilan perempuan berpengaruh signifikan terhadap prevalensi stunting. Karena itu, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mendorong para perempuan untuk menjadi akseptor KB pascapersalinan guna mengatur jarak kehamilan.
“Kalau ibu-ibu itu terlalu sering hamil, tidak pakai kontrasepsi maka stuntingnya tinggi. Ibu dan bayi akan mengalami undernutrition, sehingga bayi dalam kandungan bisa stunting. Hamil yang sehat itu jaraknya 3 sampai 4 tahun,” kata Kepala BKKBN dr Hasto Wardoyo, dalam keterangan, Rabu (7/9/2022).
Oleh karena itu, kata Hasto, BKKBN menggandeng mitra seperti Bidan, Tim Penggerak PKK, maupun TNI untuk bersama menggalakan KB Pascapersalinan di masyarakat guna mengantisipasi jarak waktu kehamilan yang terlalu dekat.
“Kami ini dengan Pak Danrem, khususnya dengan Babinsa, dengan bidan-bidan, dengan Dinas Kesehatan, dan Tim Penggerak PKK, bahwa KB pascapersalinan harus digalakkan,” kata dia.
Selain itu, KB pascapersalinan yang dapat dipilih saat ini juga bervariasi serta terjamin keamanannya bagi ibu menyusui, baik KB MKJP maupun non-MKJP.
“Dulu orang pasca melahirkan itu belum ada rekomendasi untuk pasang susuk langsung. Hari ini ada persatuan dokter obgyn seluruh dunia dari Royal Obstetric College and Gynaecology di London, Inggris, yang merekomendasikan bahwa begitu selesai melahirkan, maka bila ibu bidan mau memasang susuk di lengan kirinya itu diperbolehkan, dan dipertanggungjawabkan itu baik, aman” jelas Dokter Hasto.
“Kemudian kalau tidak berkenan pakai susuk, bisa pakai pil juga boleh. Ada pil yang khusus untuk menyusui, ada juga obat suntik yang khusus untuk ibu menyusui,” tambah Hasto.
Sementara itu, Sekda Provinsi Kalimantan Selatan Ir. Roy Rizali Anwar menyebut adanya peningkatan pelayanan KB berimplikasi pada kesadaran akan pengaturan jarak kehamilan dalam rangka pencegahan stunting.
“Dengan meningkatnya pelayanan KB tentunya akan memberikan pemahaman bagi pasangan usia subur untuk mengatur kehamilan dengan cara mencegah usia kehamilan yang terlalu dini, serta jarak kehamilan yang terlalu dekat dalam rangka meningkatkan kesehatan ibu dan memastikan kebutuhan gizi bagi anak,” kata Roy Rizali.
Ia menekankan penggunaan kontrasepsi merupakan tanggung jawab bersama, tidak hanya bagi perempuan, tetapi juga bagi laki-laki. Program KB yang fokus pada kesehatan reproduksi perempuan tentunya harus didukung oleh laki-laki agar program KB tersebut berhasil.
"Ini merupakan kolaborasi berbagai pihak, laki-laki juga perlu mengetahui informasi terkait stunting melalui intensifikasi pelayanan KB di kabupaten dan kota ini sehingga kehamilan berisiko stunting dapat dicegah sedini mungkin,” kata Roy.
Ia juga berharap, melalui kemitraan ini terdapat sinkronisasi program kerja antara TNI, IBI, maupun PKK dengan pemerintah.
“Melalui kemitraan ini, TNI, IBI dan PKK yang bergerak di desa dan kelurahan di Kalimantan Selatan dapat melakukan program kerja strategis yang selaras dengan program kerja pemerintah khususnya terkait pelayanan KB di fasilitas Kesehatan,” katanya.