'Penanganan Sampah di DIY Perlu Komitmen Semua Elemen'

Ia menekankan pentingnya 3K yaitu kuantitas, kualitas, dan kontinuitas.

Istimewa
Tumpukan sampah di sungai (ilustrasi).
Rep: Wahyu Suryana Red: Fernan Rahadi

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Banyak pakar memperingatkan kalau TPA Piyungan tidak akan mampu lagi menampung sampah masyarakat DIY. Belum lagi, penumpukan sampah yang kerap kali terjadi memicu penutupan TPA Piyungan oleh masyarakat sekitar yang terganggu.


Dosen Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) Universitas Islam Indonesia (UII), Dr Kasam mengatakan, saat ini masalah yang sangat dirasakan yaitu jumlah timbunan sampah semakin meningkat. Lalu, pengelolaan dalam menghadapi tekanan.

Ada pula biaya pengelolaan yang meningkat, sebagian besar pengolahan akhir di TPA dan kebutuhan lahan untuk TPA semakin terbatas. Belum lagi, pengadaan lahan pengganti untuk TPA selalu menghadapi penolakan dan keluhan masyarakat sekitar.

Maka itu, perlu penanganan yang baik dimulai dari pencegahan dimulai dari peran masyarakat, minimasi, reuse, recycling dan energy recovery. Terakhir, pembuangan akhir dengan menggunakan teknologi, seperti open dumping, control dan sanitary.

Dalam skala global sebanyak 60-70 persen dan lebih dari 80 persen DIY masih memanfaatkan pembuangan-pembuangan akhir. Sehingga, bila kita merujuk kepada penanganan sampah dengan pembuangan akhir permasalahan masih sangat tinggi.

"Dibutuhkan peran dari masyarakat, bank sampah, tempat pengelolaan sampah reuse, reduce dan recycle (TPS3R) segera digalakkan mengurangi penimbunan sampah di TPA," kata Kasam dalam webinar yang digelar Prodi Teknik Lingkungan UII, Senin (12/9/2022).

Guru Besar Ilmu Lingkungan FMIPA Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof Prabang Setyono menuturkan, karakter sampah tipe pariwisata di DIY menyebabkan penumpukan sampah. Terdapat tiga karakter sampah yang sesuai tipe pariwisata.

Seperti wisata by natural (sampah kemasan) adanya jasa lingkungan dan view object, wisata by design (sampah kulineran) seperti desa wisata, dan wisata by product (sampah spesifik) sehingga menjadi destinasi penghasil produk tertentu.

Asumsinya, per wisatawan domestik menghasilkan 1.750.000 kilogram sampah (2021). Ada enam konsep mazhab pengelolaan salah satunya mazhab bakar sebagai reduce memanfaatkan teknologi, ada Incinerator, Gasifikasi, Pirolisis dan Landfill Gas.

Solo memilih implementasi jenis teknologi gasifikasi dalam pemanfaatan produk, yaitu pemrosesan sampah termokimia jadi gas lewat penambahan oksigen terkontrol. Indonesia sendiri merupakan penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia.

"Dibutuhkan usaha pengurangan pemakaian plastik dan sesuai filosofi kata SAMPAH, solusi aktif mengurangi (reduce), pakai lagi (reuse), alih rupa (recycle) dan menghasilkan nilai tambah ekonomi, edukasi, ekologi, estetika dan energi (5E)," ujar Prabang.

Ia menekankan pentingnya 3K yaitu kuantitas, kualitas, dan kontinuitas. Sisi kuantitas mengurangi penggunaan barang sekali pakai, sisi kualitas meningkatkan kualitas sampah jadi barang didaur ulang jadi barang baru seperti kerajinan.

"Sehingga, meningkatkan nilai tambah dari sampah tersebut. Terakhir, dari sisi kontinuitas, merubah kebiasaan lama jadi kebiasaan baru dari penggunaan sampah," kata Prabang.

Dosen Teknik Lingkungan UII, Dr Awaluddin Nurmiyanto menambahkan, sampah bukan permasalahan teknis saja, tapi cerminan paling jujur dari diri. Ia berharap, ada kerja sama ide, masukan dan sarana memaksimalkan pengelolaan sampah TPA Piyungan.

"Dalam waktu dekat UII akan segera membuka Program Studi (Prodi) Magister Teknik Lingkungan yang segera dilakukan pada November tahun ini," ujar Awaluddin. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler