Bappenas Ungkap Indonesia Belum Miliki Pusat Data Pemerintahan

Saat ini, data yang ada diurus oleh masing-masing kementerian atau lembaga.

Republika/Nawir Arsyad Akbar
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Ratna Puspita

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan, pemerintah terus melakukan konsolidasi data di pemerintahan. Namun terdapat satu kendala, yakni Indonesia belum memiliki pusat data tersebut.

Baca Juga


"Memang ada persoalan di dalam data center pembentukan government cloud, itu karena fisiknya itu belum ada kita. Fisiknya belum ada, sehingga para penghasil, para produsen data itu masih pegang sendiri," ujar Suharso dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin (12/9/2022).

Ia menjelaskan, saat ini data yang ada diurus oleh masing-masing kementerian atau lembaga. Sehingga, penanggung jawab keamanan data tersebut adalah kementerian atau lembaga tersebut.

"Kecuali untuk BPS, karena memang sudah punya data yang tunggal, tapi yang lain memang sekali lagi kita punya pusat data. Nah pusat data ini menjadi pertanyaan bagi kami sendiri," ujar Suharso.

Saat ini, ada dua upaya untuk membuat pusat data pemerintahan. Pertama adalah membuat pusat data sendiri. Kedua adalah menyewa pusat data milik perusahaan ketiga yang sudah disebutnya sudah jelas penanggungjawabnya.

"Hampir seluruh negara-negara di dunia itu mereka teken kontrak masing-masing, itu ada dengan Apple, dengan Google, ada dengan macam-macam dan mereka bikin sedemikian rupa," ujar Suharso.

"Kita sendiri kalau ditanya bagaimana teknologi kita seperti apa nanti? Apakah nanti disimpan di mana, mecahnya gimana, nah ini soal teknologi dan itu satu data dan memang kita sedang bicarakan soal ini," sambungnya.

Anggota Komisi I DPR Christina Aryani menyoroti soal fenomena kebocoran data pribadi yang marak terjadi beberapa waktu belakangan ini. Ia pun mendorong perlunya peta jalan untuk keamanan siber, meskipun sampai saat ini belum terlihat hasilnya.

Menurutnya, adanya peta jalan (roadmap) keamanan siber akan membantu optimalisasi perlindungan siber di Indonesia. Selain itu, politikus Partai Golkar itu menilai pengamanan dan perlindungan data bukan hanya menjadi perhatian DPR.

Ia mengatakan, hal itu juga menjadi pekerjaan rumah yang perlu dipikirkan secara serius oleh pemerintah dan pihak-pihak lain yang menghimpun data masyarakat, termasuk pihak swasta. “Jangan sampai terjadi seperti sekarang saling melempar tanggung jawab antar lembaga atau institusi, hal mana kami nilai amat tidak elok," ucapnya.

Berulangnya peretasan data pribadi, baik yang terjadi pada data masyarakat maupun data pejabat negara menjadi pelecut percepatan pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi. Adanya ketentuan yang jelas mengenai sanksi administrasi atau pidana terhadap pengendali/prosesor data yang lalai dalam mengelola data masyarakat akan menumbuhkan kepercayaan publik bahwa data mereka dijaga dengan baik. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler