BI Rate Naik, Himbara Siap Kerek Bunga Kredit

Kenaikan bunga bank akan menekan laju penyaluran kredit konsumsi.

ist
Suku bunga kredit/ilustras
Rep: Novita Intan Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan 7 Day Repo Rate sebesar 50 basis poin menjadi 4,25 persen. Adapun kenaikan tersebut untuk mengendalikan tingkat inflasi pada tahun ini.

Baca Juga


Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) merespons kenaikan suku bunga Bank Indonesia. Anggota Himbara, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk tengah bersiap menaikkan kredit pinjaman.

Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rudi As Aturridha mengatakan secara umum perbankan akan membutuhkan waktu penyesuaian suku bunga simpanan dan kredit selama tiga bulan sampai enam bulan ke depan. 

“Penyesuaian ke dalam bunga kredit juga akan sangat bergantung kepada kualitas kredit masing-masing bank sehingga adjustment tidak akan menimbulkan potensi kenaikan non performing loan (NPL) ke depannya,” ujarnya kepada Republika, Jumat (23/9/2022).

Menurutnya kondisi lain menjadi pertimbangan menaikkan bunga kredit perbankan antara lain likuiditas pasar dan struktur cost of fund suku bunga dana.

“Ke depan kami akan terus memantau perkembangan suku bunga acuan, posisi likuiditas, dan kompetisi di pasar agar rate yang kami berikan ke nasabah tetap kompetitif,” ucapnya.

Dari sisi industri, Bank Mandiri melihat kondisi perbankan Indonesia saat ini cukup baik dengan tingkat permodalan yang cukup kuat dan kondisi likuiditas yang terjaga dengan baik. Pertumbuhan kredit juga terus terakselerasi sejalan dengan pemulihan ekonomi.

“Sisi lain, kualitas aset juga terus membaik sejalan dengan pemulihan di berbagai sektor industri. Adanya potensi risiko inflasi dan kenaikan suku bunga juga sudah diperhitungkan oleh masing-masing bank dalam penyusunan stress test," ucapnya.

Selain itu, pertumbuhan kredit industri telah menunjukkan pemulihan sejak awal 2022 sejalan dengan pemulihan ekonomi. Pada Agustus 2022, kredit perbankan nasional tumbuh 10,62 persen yang ditopang oleh peningkatan diseluruh jenis kredit dan pada mayoritas sektor ekonomi.

"Ke depannya, kami memperkirakan pertumbuhan kredit untuk tahun ini masih akan kuat dan dapat mencapai 9,9 persen YoY pada akhir tahun, sejalan momentum pemulihan ekonomi," ucapnya.

Berkaca pada hal tersebut, seiring dengan kondisi perekonomian domestik yang masih kuat perseroan optimis pertumbuhan kredit mampu mencapai target yang ditetapkan sebesar 11 persen. Hal ini didorong sektor-sektor yang prospektif seperti telekomunikasi dan jasa kesehatan. 

“Kami tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian untuk menyalurkan kredit,” ucapnya.

Anggota Himbara lainnya, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk berupaya mendukung kebijakan yang diambil oleh Bank Indonesia. Perseroan menilai level suku bunga acuan sebesar 4,25 persen masih tergolong akomodatif bagi perekonomian Indonesia untuk melanjutkan tren ekspansi. 

Sekretaris Perusahaan BNI Okki Rushartomo mengatakan perseroan akan mempertimbangkan dampaknya terhadap risiko kredit bank dari kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia. “Suku bunga simpanan BNI baik giro, tabungan, maupun deposito masih relatif sama dengan suku bunga simpanan bank pesaing. Secara umum, dana murah atau current account and saving account tergolong kuat dengan rasio hampir mendekati 70 persen,” ucapnya.

Okki menyebut perseroan memiliki basis nasabah loyal yang kuat serta pendapatan berbasis komisi yang menunjukkan peningkatan seiring dengan transformasi digital. Hal ini mendorong tingkat efisiensi cost of fund melalui pengelolaan portofolio dana pihak ketiga.

“Kami berharap biaya dana yang efisien, BNI dapat memberikan pricing yang kompetitif secara selektif khususnya bagi debitur top tier, eksportir, dan program ekspansi kredit. Hal ini akan mendorong pertumbuhan kredit ke depan,” ucapnya.

 

Sementara itu PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk menyarankan masyarakat agar tak perlu khawatir dengan kenaikan suku bunga. Bagi masyarakat yang sudah memiliki keinginan kuat untuk membeli rumah, belilah rumah saat ini sesuai dengan pendapatan dan uang muka serta cicilan kredit pemilikan rumah (KPR) pun bisa mengikuti. 

Direktur Utama BTN Haru Koesmahargyo mengatakan  tidak ada ruginya membeli rumah saat ini. Justru, katanya, harga rumah ke depan akan semakin tinggi, bahkan melebih tingkat inflasi. 

"Jangan ragu beli rumah, kalau ada niat beli rumah, segera beli rumah. Secara ekonomi tidak rugi. Peningkatan harga rumah di atas inflasi," ucapnya.

Menurutnya jika masyarakat ingin membeli rumah dengan cara menabung terlebih dahulu, sebenarnya sah-sah saja. Hanya saja, imbal hasil dari simpanan saat ini rendah. 

"Imbal hasil simpanan atau investasi itu kadang-kadang tidak mengejar dengan harga rumah kalau kita beli dulu, beli sekarang, uang yang sama itu dengan pengembangannya bisa sekualitas, sebaik, sedekat rumah yang sama 10 tahun yang lalu apalagi 20 tahun yang lalu. It is now to buy a home buat kita," ucapnya. 

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menambahkan kenaikan bunga acuan 50 basis poin menjadi sinyal Bank Indonesia ingin mengimbangi naiknya suku bunga bank sentral AS. Rupiah dinilai tidak bisa bertahan apabila Bank Indonesia tidak menaikkan bunga 50 basis poin.

"Selain itu ada kekhawatiran inflasi karena naiknya harga BBM cukup berbahaya, sehingga respons BI menaikkan bunga cukup agresif. Dampaknya terhadap sektor riil bisa mengurangi minat pelaku usaha meminjam dari perbankan," ucapnya.

Bhima mencermati kredit konsumsi seperti KPR dan kredit kendaraan bermotor akan menurun dalam beberapa bulan ke depan. Bank harus bersiap mencari cara agar nasabah KPR masih tertarik meminjam.

"Bunga pinjaman KPR akan meningkat tajam, bisa lebih dari satu persen untuk bunga floating rate. Bank bisa memberi promo, misal bunga fix rate KPR diperpanjang hingga lima tahun," katanya.

Menurut Bhima, melonjaknya suku bunga tersebut berpotensi berimbas pada menurunnya minat masyarakat membeli rumah pada tahun depan. Tak hanya itu, suku bunga kredit kendaraan bermotor menjadi mahal, dengan variabel utama keputusan beli motor via leasing.

Namun, meskipun dampaknya akan terasa seperti itu, Bhima menyebut Bank Indonesia masih perlu menaikkan 50 basis poin lagi untuk menahan jual bersih asing, khususnya di pasar surat utang karena dolar Amerika Serikat sedang menguat secara signifikan. Dia mencatat, Dollar index naik ke level 111.5 atau melonjak 15,8 persen

“Perkiraan ke depan BI akan menaikkan bunga 50 basis poin lagi, sehingga bunga acuan bisa saja menembus 4,75 - lima persen pada akhir 2022,” ucapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler