Penumpang Pesawat Diciduk Polisi, Ini Penyebabnya
Harga narkoba di Malaysia lebih murah dibanding di Indonesia.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang penumpang maskapai penerbangan internasional berinisial HT (42 tahun) diciduk polisi. Dia kedapatan membawa berbagai jenis narkoba di bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Pelaku HT membawa sabu seberat 6,25 gram, ekstasi 15,5 gram dan psikotropika jenis happy five sebanyak 10 butir.
“Adapun kejadiannya pada tanggal 10 Agustus 2022 kami mendapatkan informasi bahwa ada penumpang warga negara Indonesia yang berkunjung ke Malaysia khususnya Johor dan akan kembali ke Jakarta melalui Soekarno-Hatta,” ujar Kasat Kasat Narkoba Polres Metro Jakarta Barat AKBP Akmal, saat konferensi pers, Jakarta Barat, Jumat (30/9).
Akmal menjelaskan, tersangka HT merupakan karyawan swasta yang sering berpergian dari Malaysia-Jakarta. Tersangka mendapatkan sejumlah narkotika tersebut dari seseorang benama ANE dan AJIE, yang beralamat di Johor Baru, Malaysia. Lalu untuk mengelabui petugas Bandara, tersangka memasukan narkotika tersebut ke celana dalamnya.
“Menunggu yang bersangkutan di kedatangan internasional. Kurang lebih pukul 23.30 WIB, jadi itu penerbangan terakhir dari Johor ke Soekarno Hatta. Barang bukti yang ditemukan saat yang bersangkutan masuk dan melewati X-ray di gate internasional,” ujarnya.
Dikatakan Akmal, dari hasil pemeriksaan, tersangka HT sudah sering bepergian ke Malaysia. Bahkan, di tahun 2022 ini yang bersangkutan sudah empat kali ke Johor Bahru dan selalu mengkonsumsi narkoba pada saat di sana. Dari pengakuan tersangka HT, harga narkoba di Malaysia lebih murah dibanding di Indonesia.
“Selama di sana selalu menggunakan narkotika dan psikotropika dan yang keempat kalinya yang bersangkutan berhasil diamankan berkat kerjasama kami dengan Bea Cukai Soekarno-Hatta,” ungkap Akmal.
Akibat perbuatannya, HT ini dipersangkakan pasal 114 ayat 2 sub pasal pasal 112 ayat 2 UU No 35 tahun 2009 tentang narkotika dan pasal 60 ayat 1 sub pasal 62 UU no 5 tahun 1997 tentang psikotropika. Termasuk juga permenkes no 2 tahun 2022 tentang psikotropika.
“Adapun ancamannya maksimal 20 tahun atau denda paling banyak Rp 10 miliar,” ucap Akmal.